Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan, praktik korupsi di tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih menjadi persoalan serius.
Berdasarkan pemantauan ICW sepanjang 2016 hingga 2023, tercatat sedikitnya 212 kasus korupsi di BUMN yang telah diproses oleh aparat penegak hukum.
"Akibat praktik ini, negara ditaksir mengalami kerugian mencapai sekitar Rp64 triliun," tulis ICW dalam keterangan tertulisnya, Jumat (9/5/2025).
Dari ratusan kasus tersebut, sebanyak 349 orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yang terdiri dari 84 direktur, 124 pejabat manajerial menengah, dan 129 staf pelaksana.
ICW menilai, keberhasilan penanganan kasus-kasus korupsi di BUMN selama ini sangat bergantung pada penggunaan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua pasal ini mengatur bahwa unsur kerugian keuangan negara menjadi kunci utama dalam pembuktian tindak pidana korupsi.
Namun, ICW mengkhawatirkan efektivitas pemberantasan korupsi akan menghadapi tantangan serius seiring dengan perubahan regulasi dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN.
UU baru ini mengubah definisi kerugian keuangan negara, dengan mengeluarkan kerugian BUMN dari cakupannya.
Akibatnya, aparat penegak hukum dikhawatirkan kesulitan menjerat dugaan korupsi di BUMN karena dasar hukum untuk pembuktian menjadi kabur.
Selain itu, ICW juga menyoroti lemahnya upaya pencegahan korupsi di sektor swasta, termasuk BUMN yang kini lebih diposisikan sebagai entitas bisnis murni.
Praktik suap lintas negara, memperkaya diri secara ilegal, jual beli pengaruh, hingga suap dalam transaksi bisnis dinilai masih belum tertangani optimal.
ICW mengingatkan, jika BUMN hanya diperlakukan sebagai korporasi biasa tanpa disertai regulasi tambahan yang progresif, maka celah korupsi akan tetap terbuka lebar, dan harapan untuk membersihkan BUMN hanya akan menjadi slogan kosong.
Kekhawatiran tersebut kian kuat setelah berlakunya UU BUMN 2025, yang secara eksplisit menyebutkan, jajaran direksi dan dewan pengawas BUMN bukan lagi dikategorikan sebagai penyelenggara negara.
Dua pasal yang menjadi sorotan adalah Pasal 3X Ayat (1) dan Pasal 9G.
ICW menilai, ketentuan ini dapat berdampak besar terhadap ruang gerak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebab, jika direksi dan pengawas BUMN tak lagi dianggap penyelenggara negara, KPK bisa kehilangan pijakan hukum untuk menindak langsung dugaan korupsi di BUMN.
"ICW mendesak agar pemerintah dan DPR segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap UU BUMN 2025, agar semangat pemberantasan korupsi tidak padam di tengah upaya membangun BUMN sebagai motor ekonomi nasional."
Sumber: akurat
Foto: Gedung Kementerian BUMN. (Istimewa)
Artikel Terkait
Gelar Operasi Preman Besar-besaran, Ratusan Bendera Pemuda Pancasila hingga FBR Dicopot
Firli Bahuri Disebut dalam Sidang Hasto, Novel Baswedan: KPK Harus Berani Usut
Prabowo Ternyata Pernah Ditertawakan saat Bicara soal Perang, Kini Terbukti?
Mahasiswi ITB Ditangkap karena Meme Jokowi-Prabowo Ciuman, Istana Kritik Polisi: Harusnya Dibina