Ada 5 Kelompok Penghayat Kepercayaan di NTT: Saya Yahudi, Tapi di KTP Islam

- Rabu, 05 Juli 2023 | 14:30 WIB
Ada 5 Kelompok Penghayat Kepercayaan di NTT: Saya Yahudi, Tapi di KTP Islam

NARASIBARU.COM - Para penganut agama minoritas di Indonesia berharap pemerintah Indonesia segera mengakui keberadaan mereka, sehingga bisa mengisi kolom agama di kartu identitas kependudukan (KTP) sesuai dengan keyakinannya.


Alasannya, tanpa pengakuan dari negara, mereka mengaku mengalami diskriminasi di ruang publik dan tidak bisa leluasa menunjukkan identitas diri. Itu sebabnya mereka terpaksa mencantumkan salah satu agam yang telah diakui negara di KTP.


Seperti yang dialami Ezra Abraham, penganut Yahudi di Cirebon, Jawa Barat.


Dia bercerita di kolom agama KTPnya, dia memilih mencantumkan agama Islam dan hal itu disebutnya “seperti membohongi diri sendiri”. Tapi dia tak punya pilihan lain demi alasan “keamanan dan bisa mendapatkan layanan umum”.


“Karena agama di KTP adalah Islam, mau tidak mau saya harus ikut acara-acara muslim. Jadi kadang ngebunglon, rasanya membohongi diri sendiri,” ujar Ezra seperti dikutip SERGAP dari BBC News Indonesia, Rabu (5/7/23).


Ezra sebetulnya lahir dari keluarga muslim. Tapi pada 2011, dia memutuskan memeluk Yudaisme yang juga dianut oleh nenek dari garis keturunan ayahnya.


Ketika mengurus KTP pada tahun 2016 lalu, Ezra pernah berencana untuk mengosongkan kolom agama. Hanya saja niat itu batal setelah mendapat saran dari teman-temannya. Saat itu, katanya, warga negara yang mengosongkan kolom agama dicap sebagai penganut ateisme dan rentan mengalami tindakan diskriminasi.


“Saya Yahudi, di KTP Islam. Untuk menghindari diskriminasi,” ucapnya.


“Saya khawatir keluarga di rumah bisa kena persekusi, apalagi Yahudi kurang bisa diterima di Indonesia”.


“Tahun 2009 atau 2010 sinagoge Yahudi di Surabaya ditutup oleh kelompok intoleran. Persekusi semacam itu bisa saja terjadi lagi, kalau ada kejadian buruk di Timur Tengah pasti ribut di sini,” tutur Ezra.


Ia menyadari untuk bisa mencantumkan agama yang dianutnya sesuai dengan di KTP tidaklah mudah. Itulah kenapa dia menilai, pencantuman agama Islam di KTPnya hanya sebatas formalitas untuk keperluan administrasi.


“Saya sudah bisa memisahkan apa yang saya percaya dengan apa yang ada di kartu identitas. Jadi biasa saja, meskipun kalau keinginan [untuk mencantumkan agama Yahudi di KTP] tetap ada.”


Di Indonesia, menurut beberapa laporan, ada 500 orang pemeluk Yudaisme. Beberapa orang Yahudi ada yang mengisi kolom agama di KTP dengan Penganut Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan lainnya dilaporkan menyebut sebagai Kristen.


Sementara penganut Sikh di Jakarta, Harkirtan Kaur, mencantumkan agama Hindu di kolom agama KTPnya seperti sebagian besar komunitasnya.


Dari cerita orangtuanya, pemeluk Sikh memilih Hindu di kartu identitas kependudukan, karena faktor kultural yang sama-sama berasal dari India.


“Karena dulu orang-orang India yang ke Indonesia sebagian besar beragama Hindu. Setelah itu agama dari India yakni Hindu yang diakui negara. Karena dari asal yang sama, akhirnya membuat pendahulu-pendahulu Sikh mencantumkan agama Hindu,” jelas Harkirtan kepada BBC News Indonesia.


Namun demikian, kata Harkirtan, ada pergulatan batin lantaran mencantumkan sesuatu yang bukan identitas dirinya.


“Tentunya identitas atau jati diri kita tidak bisa diwujudkan dengan baik. Kami masih harus di bawah naungan sebuah entitas tertentu, di mana entitas itu bukan kami. Sikh bukan bagian dari Hindu,” tegasnya.


Lebih dari itu pemahaman orang-orang kerap keliru terhadap pengikut Sikh karena tidak memahami ajaran agama tersebut beserta atribut yang biasa dikenakan.


Suatu kali pernah terjadi tindakan diskriminasi. Dua orang kakak beradik penganut Sikh sempat dilarang menaiki transportasi MRT hanya karena memakai kirpan atau sejenis pisau kecil yang merupakan lambang komitmen Sikh yang sudah menjalani ritus inisiasi atau baptisan.


Ketidaktahuan petugas MRT itu, sambungnya, menganggap kirpan adalah senjata tajam.


“Petugas itu kekeuh menyuruh mereka melepas atribut tersebut.”


Persoalan lain, bagi orang Sikh, ada larangan memotong rambut. Tapi karena ada kekhawatiran diejek maka banyak pria dan perempuan Sikh yang memangkas rambut mereka. Sebab kalau mempertahankan pantangan itu, bakal dibuli oleh teman-teman di lingkungan sekitar.


“Misalnya yang pakai turban kadang diledekin di sekolah.”


Itu mengapa Harkirtan Kaur ingin suatu saat bisa mencantumkan agama Sikh di KTPnya. Setidaknya dengan begitu pengetahuan orang-orang terhadap orang Sikh tidak keliru dan tak lagi berlaku diskriminasi.


Untuk diketahui pengikut Sikh di Indonesia disebutkan berkisar 15.000 orang.



Halaman:

Komentar