Kejagung Ungkap Fakta Mengejutkan Soal Pengawalan, Ternyata Ini Alasan Jaksa Bisa Jadi Target Pembacokan!

- Senin, 26 Mei 2025 | 15:15 WIB
Kejagung Ungkap Fakta Mengejutkan Soal Pengawalan, Ternyata Ini Alasan Jaksa Bisa Jadi Target Pembacokan!




NARASIBARU.COM - Jakarta kembali diguncang kabar tak sedap dari dunia penegakan hukum. Seorang jaksa dan aparatur sipil negara (ASN) Kejaksaan Negeri Deli Serdang menjadi korban penyerangan brutal menggunakan senjata tajam.


Insiden tersebut terjadi di ladang sawit milik jaksa fungsional Jhon Wesli Sinaga, Sabtu (24/5), di Kecamatan Kotarih, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.


Kabar ini pun memicu respons cepat dari Kejaksaan Agung. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa setiap jaksa yang sedang menjalankan tugas resmi selalu mendapatkan pengawalan dari aparat kepolisian.


Namun, ia menyebut bahwa kejadian di Sumatera Utara terjadi di luar jam dan konteks dinas, sehingga tidak termasuk dalam protokol pengawalan resmi yang biasa diterapkan.


Pengawalan terhadap jaksa sendiri bukan hal baru. Ini merupakan bagian dari prosedur tetap yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia, terutama dalam kasus-kasus pidana yang sensitif.


Keberadaan pengamanan ini penting demi menjamin keselamatan jaksa serta kelancaran proses hukum yang sedang berlangsung di pengadilan.


Landasan hukum soal pengawalan ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2025. 


Dalam aturan tersebut, dijelaskan bahwa negara memiliki kewajiban melindungi jaksa dan keluarganya dalam menjalankan tugas, yang pelaksanaannya dilakukan oleh kepolisian.


Tak hanya itu, aturan ini juga membuka ruang kolaborasi antara Kejaksaan, BIN, dan BAIS TNI, apabila dibutuhkan dalam kondisi tertentu.


Namun, pelindungan seperti ini tidak bersifat otomatis. Pemberian pengamanan dari negara hanya dilakukan apabila ada permintaan langsung dari Kejaksaan kepada instansi terkait.


Sementara itu, Harli juga mengungkapkan bahwa untuk wilayah Sumatera Utara, koordinasi pengamanan dengan pihak TNI sudah mulai dijalin. 


Kesepakatan antara Kejati Sumut dan Kodam setempat menjadi langkah awal kolaborasi lintas institusi demi keamanan jaksa.


Harli menambahkan, tidak menutup kemungkinan ke depan pengawalan dalam persidangan akan melibatkan unsur TNI, tergantung kebutuhan di masing-masing daerah.


Insiden penyerangan terhadap Jhon Wesli Sinaga dan ASN Kejari, Acensio Silvanov Hutabarat, turut memunculkan dugaan adanya keterkaitan dengan perkara senjata api ilegal yang pernah ditangani keduanya.


Tersangka dalam perkara tersebut adalah Eddy Suranta, yang sempat dituntut 8 tahun penjara oleh jaksa. Namun, majelis hakim memutus Eddy bebas di tingkat pengadilan negeri.


Jaksa lantas menempuh jalur kasasi, hingga akhirnya Mahkamah Agung menjatuhkan vonis satu tahun penjara kepada Eddy. 


Dugaan bahwa serangan ini berkaitan dengan proses hukum yang tengah berjalan pun kini sedang didalami oleh aparat penegak hukum.


Pihak kepolisian dalam waktu singkat juga telah mengamankan dua terduga pelaku pembacokan. Kejaksaan Agung memastikan tengah berkoordinasi erat dengan kepolisian untuk mengusut tuntas motif serta aktor di balik serangan ini.


Kasus ini menjadi pengingat pentingnya sistem pelindungan menyeluruh bagi para penegak hukum, termasuk saat mereka berada di luar aktivitas kedinasan.


Apalagi, dalam menangani kasus-kasus berat, tidak jarang jaksa dihadapkan pada risiko keselamatan yang cukup tinggi, terlebih jika perkara tersebut menyentuh kepentingan besar atau melibatkan kekuatan ekonomi dan sosial.


Dengan adanya Perpres dan regulasi terkait, negara dituntut untuk terus memperkuat mekanisme pelindungan, tidak hanya saat persidangan berlangsung, tetapi juga saat para jaksa menjalani keseharian mereka di luar gedung pengadilan.


Langkah antisipatif seperti sinergi antara Kejaksaan, Polri, hingga TNI menjadi kebutuhan mutlak, demi menjamin keamanan dan profesionalitas para penegak hukum dalam menjalankan tugasnya.


Sumber: HukamaNews

Komentar