Terbongkar Cara Tak Normal Agam Rinjani Demi Bawa Jasad Juliana Marins, Aksi Tak Wajar Diungkap!

- Jumat, 27 Juni 2025 | 20:20 WIB
Terbongkar Cara Tak Normal Agam Rinjani Demi Bawa Jasad Juliana Marins, Aksi Tak Wajar Diungkap!




NARASIBARU.COM - Terkuak cara tak normal dilakukan Abdul Haris Agam atau biasa dipanggil Agam Rinjani dalam mengevakuasi Juliana Marins, cara yang dilakukan tak bisa dijalankan orang sembarangan.


Agam Rinjani sedang jadi perbincangan karena bisa membawa jasad Juliana Marins, warga negara Brasil yang jatuh ke jurang di Gunung Rinjani pada Sabtu (21/6/2025).


Jenazah Juliana berhasil dievakuasi pada Rabu (25/6/2025). Ia bersama tim SAR gabungan melakukan evakuasi jasad Juliana dengan cara vertical evacuation.


Lewat akun Instagramnya, Agam memposting ketika prosesi penyelamatan di tebing dengan membawa jenazah Juliana.


Agam merupakan satu dari beberapa orang rescuer yang turun mengevakuasi jenazah Juliana Marins di kedalaman 600 meter.


Namun Agam yang menjadi garda terdepan mengangkut dan mengevakuasi jasad Juliana.


Cara tak biasa dilakukan Agam saat mengevakuasi Juliana Marins dengan cara bergelantung menggunakan metode vertical rescue secara manual menggunakan tali.


Prosesi ini berlangsung panjang berhari-hari dan dilakukan oleh orang-orang profesional.


Pendaki asal Brasil, Juliana Marins ditemukan tewas jatuh ke jurang Gunung Rinjani. Sebelum ditemukan tewas, ada momen sang pendaki harus terpisah dari rombongan dan ditinggalkan sendirian.


Pendaki asal Brasil, Juliana Marins ditemukan tewas jatuh ke jurang Gunung Rinjani. Sebelum ditemukan tewas, ada momen sang pendaki harus terpisah dari rombongan dan ditinggalkan sendirian.


Orang biasa tak bisa sembarangan melakukan metode vertical rescue.


Sebab diperlukan keahlian lebih yang lebih mendalam untuk meminimalisir kesalahan.


Dikutip dari laman resmi BPBD, vertical rescue adalah teknik evakuasi yang biasanya digunakan pada medan curam dan terjal.


Cara ini digunakan ketika antara korban dan penyelamat, ada jarak vertikal yang jauh dan hanya bisa bisa dijangkau memakai peralatan penunjang berupa katrol yang dibuat khusus untuk penyelamatan.


Alat-alat yang digunakan hampir sama seperti kegiatan pemanjatan biasa.


Tetapi, dibutuhkan alat yang bisa mengunci tali agar tidak bergerak saat sedang tidak ditarik, sehingga memungkinkan korban tak kembali ke posisi awal.


Agam menyebut, prosesi yang dijalaninya dalam melakukan evakuasi Juliana Marins sangat berat.


Kondisi di lapangan, kata Agam, jasadnya berada di jurang yang sangat terjal.


"Karena kondisi medan yang berat dan terlalu jauh ke bawah," ungkapnya.


Apalagi menurut dia, kebanyakan orang yang jatuh akan sulit kembali dalam kondisi selamat.


"Sudah banyak kasus di Rinjani memang susah hidup ketika jatuh di lubang-lubang itu semua. Karena memang terlalu curam," ungkapnya.


Agam menyebut, prosesi tak normal dan berat harus dijalani para penyelamat. 


Mereka semua tidur dengan terikat tali menggunakan sleeping bag atau kantong tidur dengan jaket seadanya.


Tubuh mereka terikat dengan tali yang dikaitkan pada bebatuan.


Lokasi jasad Juliana terbilang sangat ekstrim.


"Kami menginap di pinggir tebing yang curam 590 meter bersama Juliana 1 malam dengan memasang ancor supaya tidak ikut meluncur lagi 300 meter," tulis Agam di Instagram.


Selama proses evakuasi jasad Juliana, mereka tidak makan.


"Kami gak bisa masak. Medannya terlalu curam," kata Agam saat live Instagram.


Untuk bisa tetap bertahan hidup di tengah medan terjal juga cuaca yang sangat dingin, para rescuer mengisi perut dengan biskuit.


"Saya hanya makan cokelat dan biskuit," kata Agam.


Lokasi jasad Juliana merupakan tebingan curam dengan kemiringan sampao 90 derajat.


Tebingan juga terdapat bebatuan yang labil. Bahkan Agam juga terkena batu yang jatuh.


"Kaki saya kena batu," katanya.


Senada dengan Agam, Herna Hadi Prasetyo atau yang akrab disapa Tyo Survival juga mengungkap kesulitan evakuasi jenazah Juliana.


"Medannya sangat ekstrem, ada teras satu dan dua, korban berada di teras kedua, kita harus traveling lagi sejauh 200 meter," katanya dikutip dari Kompas TV, Kamis (26/6/2025).


Tim penyelamat harus menuruni tebing sejauh 600 meter untuk bisa menjangkau keberadaan Juliana.


Belum lagi kondisi tebing yang dipenuhi banyak bebatuan.


"Jadi cukup sulit dan perjuangan luar biasa, banyak batu menimpa kepala, untung pakai helm," kata dia.


Tyo jadi satu dari empat orang, termasuk Agam, yang turun sampai ke posisi Juliana.


"Kita yang turun ada 7 tim, dari titik korban itu yang diturunkan ada empat orang, ada dari Basarnas, saya, agam, dan Bang Botol. 4 orang menuju ke titik korban di teras kedua," ungkapnya.


Menurut Tyo, tidak sembarang orang bisa turun ke bawah karena jika tidak hapal medan maka akan membahayakan penyelamat.


"Untuk bagian atas banyak pasir dan batu lepasan, apabila tidak hati-hati bisa mengancam keselamatan teman-teman yang evakuasi. Medannya memang sangat ekstrem, teras pertama 90 derajat dan batunya lepas semua, itu juga bahaya," tutur Tyo.


Bahkan keempatnya terpaksa harus bermalam dengan cara menggantung di tengah-tengah jurang.


"Malam kemarin kita melakukan flying camp, batu-batu di situ kita bor, kita pasang pengaman," katanya.


Sepanjang perjalanan menuju lokasi Juliana, kata dia, tidak ditemukan jalan datar untuk sekedar istirahat.


"Di drone kita kira ada flat, ternyata semua miring. Kita tidur hanya menggunakan sleeping bag dan jaket seadanya, dan menggunakan pengaman, kalau tidak merosot," tutur Tyo.


Di sana, mereka berempat beristirahat sejenak sambil menjaga jasad Julia Marins agar tidak tergelincir lagi.


"Jarak kita tidur dengan korban hanya tiga sampai empat meter. Cuaca berubah cepat sekali, lebih ke kabut tebal, jarak pandang kita melakukan refling itu jarak pandang sangat tipis," ungkapnya.


Bahkan menurut Tyo, penyelamatan Juliana Marins ini merupakan terjauh yang pernah ia dan rekan-rekannya lakukan.


Sumber: Tribun

Komentar