NARASIBARU.COM - Ketegangan politik meningkat seiring memanasnya wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Isu yang semula dianggap spekulatif kini berkembang menjadi perdebatan publik berskala nasional, menyusul desakan serius dari kalangan purnawirawan TNI-Polri.
Meskipun Presiden Prabowo Subianto telah memberi respon untuk meredam isu tersebut, desakan agar Gibran dicopot dari jabatannya belum mereda.
Bahkan, polemik semakin tajam ketika kelompok mantan perwira tinggi militer dan kepolisian yang tergabung dalam Forum Purnawirawan TNI-Polri mengajukan tuntutan langsung ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Forum tersebut menyatakan bahwa pengangkatan Gibran sebagai wakil presiden dinilai cacat secara prosedural.
Mereka menilai proses politik menuju pencalonan Gibran bertentangan dengan etika dan konstitusi, terutama karena adanya perubahan aturan oleh Mahkamah Konstitusi yang dinilai sarat kepentingan.
Lebih dari itu, Forum menyerukan agar Undang-Undang Dasar 1945 dikembalikan ke bentuk aslinya sebelum serangkaian amandemen, yang menurut mereka menjadi pangkal ketimpangan hukum dan demokrasi saat ini.
Namun tidak semua pihak sepakat dengan desakan pemecatan tersebut.
Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Golkar, Mukhamad Misbakhun, menegaskan bahwa pencalonan dan pemilihan Gibran telah berjalan sesuai mekanisme hukum yang sah.
“Gibran dan Prabowo dipilih melalui pemilu yang terbuka, adil, dan demokratis. Tidak ada pelanggaran konstitusi dalam proses itu,” kata Misbakhun.
Ia menilai narasi pemakzulan lebih sebagai ekspresi pendapat politik yang sah di negara demokrasi.
Pandangan berbeda datang dari Komarudin Watubun, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Kehormatan.
Ia menyebut bahwa usulan yang datang dari kalangan purnawirawan tidak bisa dianggap remeh, apalagi bila disampaikan oleh tokoh-tokoh besar seperti Try Sutrisno.
“Kalau itu hanya suara dari relawan, Presiden bisa cukup menyikapinya dengan kajian terbatas. Tapi kalau dari para purnawirawan, apalagi mantan wakil presiden, tentu harus ditanggapi lebih serius,” ujar Watubun.
Sementara itu, aktivis gerakan reformasi 1998, Syahganda Nainggolan, secara terbuka mengkritik keberadaan Gibran dalam lingkaran kekuasaan sebagai bentuk kemunduran akal sehat bangsa.
“Gibran menjadi simbol distorsi logika demokrasi. Ini adalah catatan kelam bagi bangsa yang sehat secara moral,” tegasnya dalam sebuah tayangan siniar.
Perdebatan ini belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Di satu sisi, desakan dari kelompok veteran negara memberikan tekanan politik serius kepada pemerintahan Prabowo.
Di sisi lain, pembelaan terhadap proses pemilu menegaskan bahwa perubahan kekuasaan tak bisa didorong hanya dengan tekanan opini.
Sumber: Sawitku
Artikel Terkait
Singgung Lingkaran Setan, Terungkap Alasan Gus Nur Tak Mau Lagi Bahas Dugaan Ijazah Palsu Jokowi
Harusnya Jokowi Melawan Secara Akademis, Bersama UGM Bisa Tampilkan Keaslian Ijazahnya ke Publik!
Bongkar Judi Online! Bareskrim Sita Uang Rp75 Miliar, Otaknya WNA China
Blak-Blakan! Connie Rahakundini Ungkap Pertemuan Dengan Try Sutrisno: Bukan Kudeta, Tapi Menyelamatkan Konstitusi & Demokrasi