NARASIBARU.COM - Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, bicara soal pengerahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk menjaga kantor kejaksaan di seluruh Indonesia.
Perintah untuk mengamankan kantor kejaksaan di seluruh Indonesia, mulai dari kejaksaan tinggi (kejati) hingga kejaksaan negeri (kejari), dikeluarkan oleh Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.
Melalui telegram pada 6 Mei 2025, Panglima TNI mengerahkan personel dan alat perlengkapan dalam rangka dukungan pengamanan kejati dan kejari di seluruh Indonesia.
"Iya benar, ada pengamanan yang dilakukan oleh TNI terhadap Kejaksaan hingga ke daerah (di daerah sedang berproses), pengamanan itu bentuk kerja sama antara TNI dengan Kejaksaan," kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat dikonfirmasi, Minggu (11/5/2025).
Berkaitan dengan perintah tersebut, Mahfud mengatakan sangat tidak normal dan tidak sesuai hukum yang berlaku apabila TNI diminta menjaga kejaksaan meski dengan tujuan menjaga keamanan.
Ada Perintah Prabowo?
Mahfud meyakini pengerahan TNI untuk menjaga kantor kejaksaan di seluruh Indonesia atas sepengetahuan dan izin dari Presiden RI Prabowo Subianto.
Kata Mahfud, dalam Undang-Undang TNI ataupun Kejaksaan tidak memperkenankan langkah pengamanan bangunan tersebut.
Sementara kantor kejaksaan juga bukan termasuk obyek vital nasional yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pada Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional.
"Seharusnya iya (diketahui Prabowo) dalam pikiran saya, karena sudah jelas menurut Undang-Undang TNI, tidak boleh, menurut Undang Kejaksaan tidak boleh. Itu urusan polisi. Tapi karena ada kata obyek vital nasional. Nah, obyek vital nasional itu apa? Itu ada kepresnya. Keppres 63 tahun 2004 dan di situ kejaksaan tidak masuk," ujar Mahfud dikutip dari siaran program ROSI Kompas TV, Jumat (16/5/2025).
Menurut Mahfud, peluang TNI untuk membantu pengamanan kantor kejaksaan hanya bisa terbuka apabila Prabowo mengeluarkan Keppres baru atau merevisi Keppres Nomor 63 Tahun 2004.
"Nah, kalau (Kejaksaan) masuk (Objek Vital Nasional) seperti apa? Harus dengan kepres lain. Sehingga, saya pikir Presiden mungkin sudah membuat keppres," kata Mahfud.
"Atau sekurang-kurangnya kalau dianggap keputusan Presiden bisa memo, bisa perintah langsung kan bisa saja. Ini kebijakan Presiden bahwa kejaksaan itu obyek vital nasional," sambungnya.
Mahfud berpandangan, Panglima TNI tidak akan berani asal memerintahkan prajuritnya menjaga kantor kejaksaan di seluruh Indonesia tanpa izin presiden.
Pergolakan Politik
Mahfud menduga ada dinamika politik yang terjadi di internal lembaga hukum sehingga diputuskan perintah TNI menjaga kejaksaan.
"Ada telegram Panglima, yang menurut saya tidak normal. Mungkin ada sesuatu, apa namanya, pergolakan ya, politik di internal, atau pergolakan di internal kejaksaan maupun di TNI barangkali," ujar Mahfud, dikutip dari program ROSI, di Kompas TV, Jumat (16/5/2025).
Mahfud mengutip bunyi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Pasal 8A yang mengatur hak jaksa dan keluarganya untuk meminta serta mendapatkan perlindungan khusus dari ancaman keselamatan.
Mahfud mengatakan, hak untuk minta perlindungan atas ancaman keselamatan diminta ke kepolisian disebut eksplisit di pasal tersebut, bukan ke TNI.
"Di dalam UU yang saya sebut tadi, UU Kejaksaan Agung itu, disebutkan bahwa dalam meminta haknya untuk meminta perlindungan itu harus ke Polri, bukan ke TNI. Kenapa sekarang harus ke TNI?" kata dia.
Ketidakharmonisan Polri dan Kejaksaan
Dia pun menduga bahwa hal ini juga ada kaitannya dengan ketidakharmonisan hubungan antara Kejaksaan dengan Polri yang telah terjadi cukup lama.
Bahkan, dalam beberapa agenda untuk koordinasi, kata Mahfud, Kapolri dan Kejagung enggan hadir dalam forum yang sama.
"Di dalam kerja-kerjanya tidak saling bersinergi. Rupanya saling berkompetisi, bukan saling bersinergi. Dan itu tidak baik bagi pendidikan hukum," ungkap Mahfud.
Situasi ini lah yang menurut Mahfud perlu segera dibenahi agar tidak merusak sistem ketatanegaraan dan kepercayaan publik terhadap institusi hukum.
"Menurut saya memang harus ada langkah untuk memperbaiki ini. Karena ini bangsa yang dipertaruhkan. Ketatanegaraan kita yang menjamin kelangsungan kita berbangsa dan bernegara secara tertib," imbuhnya.
Bukan karena Revisi UU TNI
Menurut Mahfud MD, tidak ada substansi baru dalam RUU TNI yang memberikan wewenang tambahan bagi prajurit aktif untuk masuk ke ranah jabatan sipil.
"Bukan buah (dari RUU TNI) menurut saya, karena sebenarnya di Undang-Undang TNI yang baru itu tidak ada materi baru," ujarnya.
Mahfud menerangkan bahwa pasal yang ramai ditolak dalam pembahasan RUU TNI sebelumnya adalah soal kewenangan Presiden menempatkan prajurit aktif di jabatan sipil mana pun.
Namun, pasal kontroversial itu akhirnya dihapus dan tidak masuk RUU yang disahkan setelah mendapatkan penolakan keras dari masyarakat.
"Itu yang diprotes oleh masyarakat sipil pada waktu itu. Kita protes semua dan itu sekarang tidak masuk. Jadi tidak ada yang baru dari waktunya," imbuh dia.
Sebab itu Mahfud berpendapat bahwa polemik soal pengerahan TNI untuk menjaga kantor kejaksaan tidak terkait sama sekali dengan revisi UU TNI.
"Jangan disalahkan Undang-Undang TNI, itu sudah bagus menurut saya. Tidak ada yang baru dari yang lama," kata Mahfud.
👇👇
Mantan menteri polhukuam @mohmahfudmd beberkan alasan kemungkinan mengapa TNI jaga kejaksaan ..??
— ilham wahyu s (@ilhampid) May 17, 2025
Karena polisi dlm kepres soal terorisme aja gak mau tanda tangan
Dan Polri dan Jaksa itu tidak singkron pic.twitter.com/8Bjt7k9WTC
Sumber: Kompas
Artikel Terkait
Budi Arie Disebut Terima Duit Sogokan Kasus Judol, Projo: Stop Framing Jahat!
Nama Budi Arie Terseret di Kasus Judol, Projo Gerah: Ini Framing Negatif!
Polri Harus Segera Tetapkan Tersangka Budi Arie di Kasus Judol
Polri Harus Segera Tetapkan Tersangka Budi Arie di Kasus Judol