Gaji DPR Disebut Rp3 Juta per Hari, Puan Maharani: Bukan Naik Gaji, Cuma Uang Rumah!

- Senin, 18 Agustus 2025 | 23:30 WIB
Gaji DPR Disebut Rp3 Juta per Hari, Puan Maharani: Bukan Naik Gaji, Cuma Uang Rumah!


NARASIBARU.COM - 
Isu kenaikan gaji anggota DPR kembali jadi sorotan publik.

Media sosial sempat heboh dengan klaim bahwa para wakil rakyat bisa mengantongi hingga Rp3 juta per hari, atau sekitar Rp90 juta per bulan.

Ketua DPR RI, Puan Maharani akhirnya buka suara untuk meluruskan kabar tersebut.

Ia menegaskan tidak ada kenaikan gaji yang diberikan kepada anggota DPR. Yang terjadi hanyalah penggantian fasilitas rumah dinas dengan kompensasi uang tunai.

“Tidak ada kenaikan gaji. Sekarang DPR sudah tidak mendapatkan rumah jabatan lagi, sehingga diberikan kompensasi berupa uang rumah,” ujar Puan usai menghadiri Upacara Penurunan Bendera di Istana Merdeka, Minggu 17 Agustus 2025.

Menurut Puan, fasilitas rumah jabatan yang sebelumnya melekat pada anggota DPR telah dikembalikan kepada pemerintah.

Sebagai gantinya, diberikanlah uang tunjangan rumah agar para anggota dewan bisa mengatur sendiri kebutuhan tempat tinggalnya selama menjabat di Jakarta.

Pernyataan ini muncul setelah ramainya perdebatan publik di jagat maya.

Sebagian warganet mempertanyakan kelayakan jumlah gaji yang diterima wakil rakyat, terutama ketika isu tentang biaya hidup masyarakat semakin tinggi.

Seorang pengguna X menuliskan, “Kalau benar gaji DPR sampai Rp100 juta, pantas saja rakyat merasa jauh dari wakilnya. Harusnya transparan, biar nggak jadi fitnah.”

Komentar-komentar serupa berseliweran, mencerminkan keresahan publik soal transparansi pengelolaan keuangan negara.

Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, ikut memberi klarifikasi. Ia menyebut bahwa total penghasilan anggota DPR memang bisa mencapai angka Rp100 juta per bulan.

Namun, angka tersebut bukan berarti gaji pokok murni, melainkan sudah termasuk berbagai tunjangan, termasuk kompensasi rumah.

“Take home pay anggota DPR berbeda dengan periode sebelumnya. Ada penyesuaian karena fasilitas rumah dinas tidak lagi diberikan,” jelas Hasanuddin.

Secara historis, anggota DPR memang mendapat fasilitas rumah dinas di Kalibata, Jakarta Selatan.

Namun, belakangan pemerintah memutuskan untuk menarik kembali aset tersebut. Keputusan ini menimbulkan perubahan dalam skema penghasilan anggota dewan.

Di sisi lain, isu soal gaji DPR selalu jadi bahan sensitif di mata publik. Banyak yang menilai besarnya penghasilan wakil rakyat tidak sebanding dengan kinerja dan representasi mereka di lapangan.

Apalagi, masih ada kritik bahwa sebagian legislator jarang hadir dalam rapat atau terkesan jauh dari persoalan rakyat.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Ari Wibowo, menyebut bahwa isu ini tidak bisa sekadar dilihat dari nominal.

“Yang lebih penting adalah bagaimana DPR menunjukkan kinerja nyata. Transparansi soal gaji dan tunjangan wajib disampaikan agar publik tidak salah persepsi,” katanya.

Dengan klarifikasi dari Puan, setidaknya publik mendapat penjelasan bahwa tambahan yang dimaksud bukanlah kenaikan gaji murni.

Namun, isu ini kemungkinan besar masih akan terus menjadi perdebatan, mengingat tingginya sensitivitas masyarakat terhadap isu kesejahteraan pejabat negara.

Ke depan, DPR mungkin perlu lebih terbuka soal detail komponen gaji dan tunjangan. Tanpa transparansi, isu seperti ini akan mudah memantik sentimen negatif di ruang publik.***

Komentar