NARASIBARU.COM - Mantan Pimpinan KPK, Bambang Widjojanto, melontarkan dugaan mengejutkan mengenai kematian diplomat muda Arya Daru Pangayunan.
Arya Daru Pengayunan ditemukan tewas dalam kondisi wajah terbungkus lakban di kamar indekosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Penyebab kematian Arya masih misteri. Pernyataan polisi mengarah pada dugaan bunuh diri. Sebab hasil visum menyatakan tidak ditemukan tanda kekerasan di tubuh Arya.
Dalam siniar yang tayang di akun Youtube pribadinya pada Kamis (10/7/2025), BW, sapaan akrab Bambang, mengaku tidak percaya Arya mati bunuh diri.
"Saya enggak percaya dia bunuh diri nih. Terus terang aja, makanya saya bilang nih dia dibunuh nih," ujar Bambang Widjojanto.
Dia menyebut pola kematian Arya sebagai locked room mystery atau misteri ruang terkunci.
"Jadi si pelaku itu sedang mengirim pesan simbolik, locked room mystery itu," beber BW.
Soal misteri di balik lakban yang melilit wajah korban, BW juga menyebut jika ada dugaan pelakunya ingin menyebarkan teror kepada orang lain untuk bungkam.
"Nah, ini bagi kalangan kriminolog disebut sebagai simbol pembungkaman. Oh, lagi dibungkam nih. Dan pesannya kepada orang lain ya melalui korban itu yang bicara dan membocorkan informasi nih kayak gini nih. Semacam warning. Pasti diplomat tahulah," ungkap Bambang.
"Jadi ini keahlian profesional dari pelakunya yang tidak meninggalkan jejak. Dia kan ingin membuat skenario, fake skenario. Seolah-olah ini pasti bunuh diri," ujar BW.
Apa itu Locked Room Mistery?
Istilah "Locked-Room Mystery" atau "Misteri Kamar Terkunci" mungkin terdengar seperti judul novel detektif karya Agatha Christie atau Sir Arthur Conan Doyle.
Dalam dunia fiksi, konsep ini adalah sebuah teka-teki intelektual yang memikat: bagaimana sebuah kejahatan, biasanya pembunuhan, dapat terjadi di dalam sebuah ruangan yang terkunci dari dalam, tanpa ada jejak keluar-masuk bagi si pelaku?
Namun, ketika istilah ini ditarik ke dalam ranah kriminologi, maknanya menjadi lebih gelap, praktis, dan sangat relevan dalam investigasi kejahatan di dunia nyata.
Dalam kriminologi, Locked-Room Mystery bukanlah tentang trik sulap atau mekanisme mustahil, melainkan sebuah bentuk rekayasa TKP (Tempat Kejadian Perkara) atau crime scene staging yang paling canggih.
Tujuannya hanya satu: menciptakan ilusi bahwa kejahatan tersebut tidak mungkin dilakukan oleh orang lain, sehingga mengarahkan penyelidik pada kesimpulan yang salah.
Kesimpulan yang paling umum dituju oleh pelaku adalah bunuh diri (suicide), kecelakaan (accident), kematian karena sebab alami (Natural Causes).
Karakteristik Kunci 'Locked-Room Mystery' dalam Kriminologi
Untuk memahami konsep ini lebih dalam, berikut adalah elemen-elemen utamanya:
1. Penciptaan Skenario Palsu (Fake Scenario)
Ini adalah inti dari locked-room mystery.
Pelaku tidak hanya membunuh korban, tetapi ia juga bertindak sebagai "sutradara" yang membangun sebuah narasi palsu di TKP.
Misalnya, meletakkan pistol di tangan korban, menulis surat bunuh diri palsu, atau menyusun botol-botol obat di samping tempat tidur untuk memberi kesan overdosis.
Semua dilakukan untuk menutupi jejak pembunuhan.
2. Tujuannya Adalah Pengelabuan, Bukan Teka-Teki
Berbeda dengan di fiksi yang bertujuan menghibur pembaca, di dunia nyata tujuannya adalah mengelabui polisi, tim forensik, dan jaksa.
Pelaku berharap kasusnya akan cepat ditutup sebagai "bunuh diri" atau "kecelakaan", sehingga investigasi untuk mencari pelaku tidak akan pernah dimulai.
Ini adalah strategi untuk lolos dari jerat hukum.
3. Menunjukkan Pelaku yang Terencana dan Tenang
Tindakan merekayasa TKP membutuhkan tingkat ketenangan dan perencanaan yang tinggi.
Ini bukanlah ciri-ciri kejahatan yang dilakukan karena emosi sesaat (crime of passion).
Pelaku yang mampu menciptakan locked-room mystery biasanya memiliki karakteristik:
Terencana: Niat untuk membunuh dan mengelabui sudah ada sebelum eksekusi.
Sangat Hati-hati: Mereka berusaha keras untuk tidak meninggalkan jejak (sidik jari, DNA, dll).
Mengenal Korban atau TKP: Seringkali pelaku memiliki pengetahuan tentang kebiasaan korban atau tata letak lokasi, yang memudahkannya melakukan rekayasa.
4. Pesan Simbolik yang Tersembunyi
Seperti dalam kasus yang dianalisa oleh Bambang Widjojanto, cara TKP direkayasa seringkali mengandung pesan simbolik. Lakban di wajah adalah contoh sempurna.
Meskipun tujuannya adalah mengarahkan pada kesimpulan bunuh diri yang "aneh", pemilihan lakban itu sendiri adalah sebuah pesan—sebuah statement tentang pembungkaman.
Ini adalah lapisan komunikasi kedua yang ditujukan kepada lingkaran korban atau pihak lain yang dianggap "perlu" menerima pesan tersebut.
Bagaimana Investigasi Membongkarnya?
Kriminolog dan investigator yang berpengalaman dilatih untuk bersikap skeptis.
Mereka menggunakan prinsip "Kontradiksi Forensik" untuk membongkar skenario palsu ini.
Beberapa hal yang mereka cari adalah:
Luka yang Tidak Sesuai: Apakah luka di tubuh korban konsisten dengan skenario bunuh diri? Misalnya, luka tembak di punggung tidak mungkin dilakukan sendiri.
Luka lebam karena perlawanan (luka defensif) di tangan korban akan membantah narasi bunuh diri yang tenang.
Posisi Benda yang Janggal: Apakah posisi senjata atau alat yang digunakan masuk akal?
Misalnya, jika seseorang gantung diri, apakah kursi yang digunakan untuk naik berada di posisi yang logis?
Bukti Mikroskopis: Jejak serat kain dari pakaian pelaku, jejak sepatu yang samar, atau DNA asing yang tertinggal di bawah kuku korban bisa membongkar kebohongan di TKP.
Analisis Psikologis (Psychological Autopsy): Penyelidik akan mewawancarai keluarga dan teman untuk memahami kondisi mental korban sebelum meninggal.
Jika korban tidak menunjukkan tanda-tanda depresi atau niat bunuh diri, maka skenario tersebut menjadi sangat mencurigakan.
Kesimpulan
Jadi, ketika seorang kriminolog menyebut sebuah kasus sebagai "Locked-Room Mystery", ia tidak sedang berbicara tentang keajaiban.
Ia sedang menyatakan bahwa pelaku adalah individu yang cerdas, licik, dan terencana, yang telah berusaha sekuat tenaga untuk menjadikan TKP sebagai kebohongan terbesar dalam kasus tersebut.
Tugas investigator adalah menjadi lebih cerdas dari pelaku dan mampu membaca "kebenaran" di antara kebohongan yang telah disusun rapi.
[VIDEO]
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Kok KPK Lambat Menangkap Malingnya?
Viral Pemotor Bonceng Jenazah di Donggala, Potret Mirisnya Infrastruktur
Pernyataan Presiden Brasil Soal BRICS Adalah Warisan dari Indonesia, Membuat Nama Lord Rangga Kembali Menggema!
Kapal Dagangnya Diserang, AS Ngamuk Kirim 300 Tentara Serbu Aceh