Thomas Alva Edi Sound Jadi Legenda Urban yang Sedang Viral, Siapa Dia?

- Jumat, 25 Juli 2025 | 21:10 WIB
Thomas Alva Edi Sound Jadi Legenda Urban yang Sedang Viral, Siapa Dia?


Sebuah fenomena budaya baru yang menggelegar dari Jawa Timur telah mengguncang jagat media sosial Indonesia. Di tengah dentuman bass sound horeg yang mampu menggetarkan dada, muncullah satu nama yang kini menjadi legenda urban: Tomas Alva Edi Sound.

Viral di platform seperti TikTok, Facebook, dan X, pria ini dinobatkan oleh netizen dengan gelar kehormatan nan jenaka, 'Thomas Alva Edi Sound Horeg'.

Tentu saja, itu adalah sebuah plesetan dari nama penemu legendaris Thomas Alva Edison.

Julukan ini bukan tanpa alasan.

Publik maya menganggap Edi Sound sebagai pelopor atau "penemu" dari tren sound horeg, sebuah sistem audio rakitan berkekuatan masif yang menjadi primadona baru di berbagai acara komunitas.

Foto-fotonya yang tersebar luas menampilkan sosok pria dengan wajah lelah, mata sembab yang ikonik seolah kurang tidur, dan rambut keriting yang sedikit berantakan.

Citra ini, alih-alih negatif, justru memperkuat auranya sebagai seorang maestro yang mendedikasikan hidupnya untuk meracik suara.

Hingga kini, identitas asli Thomas Alva Edi Sound masih simpang siur.

Namun, lewat akun TikTok-nya, @memed_potensio, ia memperkenalkan diri sebagai SAMmemed.

"SAM" sendiri merupakan sapaan khas Malang-an untuk "Mas", sehingga ia akrab disapa Mas Memed.

Dalam berbagai video, Edi alias Mas Memed kerap terlihat khusyuk mengoperasikan mixer dan panel kontrol audio, sebuah ritual yang melahirkan dentuman "horeg" yang fenomenal.

Dari Karnaval Kemerdekaan Menjadi Polemik Nasional

Sound horeg, yang secara harfiah berarti "sound yang membuat bergoyang" dalam bahasa Jawa, sejatinya bukanlah hal baru.

Fenomena ini berakar dari tradisi penggunaan pengeras suara dalam acara hajatan atau selawatan.

Berkembang pesat di Malang, Jawa Timur, sejak awal tahun 2000-an, sound system yang ditumpuk tinggi di atas bak truk awalnya menjadi pemandangan tahunan saat karnaval memperingati Hari Kemerdekaan RI di bulan Agustus.

Istilah "horeg" sendiri diberikan oleh masyarakat untuk menggambarkan efek getaran dahsyat yang dihasilkan, yang mampu membuat benda-benda di sekitarnya ikut bergoyang.

Namun, popularitasnya meledak pasca-pandemi, berevolusi dari acara tahunan menjadi hiburan yang lebih sering dipesan warga untuk berbagai perhelatan.

Suara yang dihasilkan bisa mencapai lebih dari 130 desibel, setara dengan suara mesin jet, dan terdengar hingga radius beberapa kilometer.

Di balik kemeriahannya, gemuruh sound horeg mulai menimbulkan keresahan. Suaranya yang terlampau keras dinilai mengganggu ketertiban umum, terutama bagi warga yang sedang sakit atau beribadah.

Laporan kerusakan properti seperti kaca pecah dan genteng berjatuhan pun mulai bermunculan.

Puncaknya, kontroversi ini sampai ke meja Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur. Setelah melalui kajian, MUI Jatim secara resmi menerbitkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 yang mengharamkan penggunaan sound horeg.

Fatwa tersebut menyatakan bahwa penggunaan sound horeg yang menimbulkan gangguan, kerusakan, kebisingan ekstrem, hingga diiringi unsur maksiat seperti jogetan erotis dan campur baur pria-wanita yang membuka aurat, bertentangan dengan syariat Islam.

“Ketika penggunaan sound horeg sudah berlebihan, merusak fasilitas umum, mempertontonkan tarian erotis, dan memicu keributan, maka wajar jika MUI mengeluarkan fatwa haram. Ini sejalan dengan keresahan yang dirasakan mayoritas masyarakat,” ujar Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Puguh Wiji Pamungkas, mendukung langkah MUI.

Respons Pemerintah dan Dilema Budaya vs Ketertiban

Fatwa haram ini memicu beragam reaksi.

Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Soleh, menjelaskan bahwa keputusan ini didasari oleh laporan keresahan masyarakat dan potensi pelanggaran syariat yang merugikan kemaslahatan publik.

Di sisi lain, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengambil sikap lebih hati-hati.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Adhy Karyono, menyatakan bahwa pemerintah sedang membahas regulasi khusus, bukan larangan mutlak.

"Kami akan mengatur supaya tidak mengganggu, gitu saja," ujar Adhy, yang juga mempertimbangkan dampak ekonomi dari industri sound horeg bagi masyarakat.

Langkah lebih tegas diambil oleh aparat kepolisian di beberapa daerah.

Polresta Malang Kota, misalnya, telah secara resmi melarang kegiatan yang menggunakan sound horeg di wilayahnya karena dianggap mengganggu kenyamanan.

Kini, fenomena yang melambungkan nama Thomas Alva Edi Sound itu berada di persimpangan jalan, antara menjadi ikon hiburan rakyat yang kreatif atau gangguan massal yang harus segera ditertibkan.

Sumber: suara
Foto: Thomas Alva Edi Sound, sosok yang sedang viral karena disebut-sebut sebagai penemu sound horeg. [Suara.com]

Komentar