Ruang Pergerakan Kiai Kampung

- Jumat, 01 Agustus 2025 | 06:25 WIB
Ruang Pergerakan Kiai Kampung


“Pada hakikatnya Kiai kampung diharapkan tetap utuh perannya, mulai dari kehadirannya sebagai pengayom masyarakat, nuansa dakwahnya warisan Wali Songo, dan selalu menerima semua keluh kesah santri atau warga yang medatanginya, tanpa sedikitpun rasa lelah dan berusaha mencarikan solusinya dengan penuh kesabaran. Untaian nasihat kebangsaannya yang menyejukkan, termasuk nasihat keagamaannya harus terus dilakukan agar eksistensi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap terjaga secara seksama. Ini semua untuk menjawab semua tantangan pergolakan sosial yang sedang mengkhawatirkan dengan adanya penjajahan tradisi dan kebudayaan, terselubungnya ideologi radikalisme, dan munculnya isu-isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan yang dikemudian hari menjadi momok masyarakat”

Pada dasarnya di kalangan masyarakat kampung (desa), seseorang yang sudah disebut Kiai pembawaannya benar-benar menjadi panutan utama masyarakat, memiliki varian model tersendiri dalam membimbing setiap santrinya, dan selalu bisa memberikan keteladanan kebaikan di tengah umat. Termasuk kalau sudah disebut Kiai dan telah terakui oleh masyarakat secara luas tentunya memiliki banyak kelebihan, bukan saja kelebihan pemahaman keilmuan agama semata, melainkan juga ahli  dan bijaksana dalam setiap mencari solusi masalah kehidupan para tamunya yang datang.

Pembawaan sikap Kiai kampung selalu humanis dan ganyeng dengan setiap lawan bicaranya, serta bisa memperlakukan santri dan masyarakatnya seperti keluarganya sendiri. Bahkan menjadi suatu keniscayaan, peran Kiai kampung sebagai penjaga stabilitas bangsa sangatlah besar jasanya. Sebab kehadiran Kiai kampung ini bersentuhan langsung dengan masyarakat dan selalu cekatan dalam setiap mengambil Tindakan. Terutama ketika ada masalah sosial maupun kultural yang menghampirinya. Semuanya ini Kiai kampung lakukan Karana besarnya rasa tanggung jawab yang ia bangun selama ini. Sehingga dari sinilah kita bisa menemukan sebuah fragmen yang dinamakan “dakwah kultural membangun umat.” Termasuk juga pembawaan Kiai kampung tidak serta merta mengajarkan pengetahuan semata melainkan ada tindakan nyata, teladan kebaikan yang langsung bisa dirasakan santri maupun masyarakat secara luas.

Di era 5.0 sekarang ini, yang serba kompleks mulai dari munculnya varian model kejahatan yang terselubung, adanya intimidasi tradisi dan kebudayaan seakan-akan sudah menjadi pandangan yang biasa, mudahnya tersebar informasi yang tidak jelas (berita hoax), banyaknya orang-orang bertopeng atau berkedok baik dan masih banyak yang lainnya.  Disinilah peran Kiai kampung sangat dibutuhkan untuk menepis itu semua demi terciptanya ruang relasi kebaikan bagi santri dan masyarakatnya. Apalagi sekarang ini sudah menjadi pemandangan yang biasa dengan hadirnya masyarakat kampung bergaya sebagaimana masyarakat kota metropolitan. Hal itu disebabkan oleh perkembangan zaman yang serba kompleks, seakan dunia tanpa adanya sekat dan susah untuk dikontrol. Pembawaannya informasi selalu terbuka lebar, sehingga akses kepada hal-hal negatif pun dengan mudahnya menjejali para muda-mudi di kampung. Apalagi disertai dengan semaraknya berita-berita hoax yang punya potensi besar memecah belah antar satu sama lain. Ini bisa terjadi kapan saja, Apabila tidak memiliki filter yang kuat (mendasar) dan figur panutan yang diidolakan di kampung. Dimana kehadirannya ini selalu bisa memberikan asupan nutrisi berupa nasehat dan teladan kebaikan.

Gus Dur pernah menyampaikan ide besar dalam sebuah pertemuan dengan para Kiai kampung, salah satu idenya Gus Dur tersebut adalah berharap Kiai kampung tidak meninggalkan desanya atau pesantrennya, Kiai kampung harus membuat gerakan sosial-keagmaan yang intens untuk mengimbangi tantangan zamannya. Munculnya keprihatinan Gus Dur ini di awali dari banyaknya Kiai kampung turut serta terjun dalam politik praktis. Dimana sebetulnya mereka tidak memiliki kapasitas terkait dengan hal itu. Mereka hanya ikut-ikutan semata. Selaras dengan itu, pernah juga Gus Dur mengutip pernyataan Richard Nixon (mantan Persiden Amerika) dalam tulisannya Hakikat Kiai Kampung, “komunikasi kita sekarang adalah “mayoritas yang diam” (silent majority). Dari sinilah, kita lalu dipaksa menerima kebisuan sebagai alat komunikasi. Hal-hal seperti ini menunjukan kita harus mampu memahami hak ikat segala permasalahan.”

KH. Zainal Arifin Thoha , dalam bukunya yang berjudul “Runtuhnya Singgasana Kiai,” beliau menuliskan hal menarik pada cover depan buku tersebut, “Generasi santri, generasi pesantren, dan para Kiai itu sendiri yang lupa diri dan tenggelam dalam kepentingan sesaat, baik itu kekuasaan ataupun kemewahan, sesungguhnya adalah pertama-tama yang menjadi penyebab runtuhnya singgasana Kiai; penyebab padamnya cahaya pencerahan bagi bumi.”

KH. Said Aqil Siroj, dalam satu kesempatan pernah memberikan suatu pernyataan “Kiai kampung harus terus membangun optimisme pada masyrakat, karena ini penting, sebagai pembangunan karakter bangsa.” Sebab kehadiran Kiai kampung juga memiliki peran sentral untuk memfilter setiap permasalahan yang ia dihadapi, agar masyarakat sendiri tidak terpengaruh oleh hal-hal yang merugikan dan dapat memecah belah persaudaraan nantinya. 

Titik simpulnya, Kiai kampung tetap harus bisa istiqomah dan penuh tanggungjawab dalam merawat masyarakat ini. Dengan menggunakan berbagai varian motode dakwahnya, terutama Ketika berada di arus bawah dengan sigap menggunakan metode dakwah kultural yang menyejukkan dan menyenangkan.  Sebab relasi nilai kesadaran kultural hanya bisa dibangun melalui dakwah kultural yang terus-menerus dan berkelanjutan. Keberadaan masyarakat kampung utamanya butuh selalu diingatkan, butuh keteladanan, termasuk butuh figur panutan. Menjadi suatu pengetahuan mendasar kita bersama, bahwa kelupaan masyarakat akan kesadaran adalah suatu bentuk kewajaran. Oleh karena itu tugas mulia sang Kiai adalah selalu bisa mengingatkan kembali. Bukan malah sebaliknya meninggalkan atau menutup diri rapat-rapat, seakan-akan ditengah masyarakat tidak adanya terjadi apa-apa.

Semoga kiai-kiai kita senantiasa diberi kekuatan, kesehatan, dan terus menyala menjadi lentera kehidupan ditengah kegelapan. Amin

Foto: Ketua Program Studi & Dosen PAI-BSI (Pendidikan Agama Islam-Berbasis Studi Interdisipliner) Pascasarjana IAI Al-Khoziny Buduran Sidoarjo; Dosen PAI-Terapan Politeknik Pelayaran Surabaya; Pengurus LTMNU PCNU Sidoarjo; Ketua LDNU MWCNU Krembung.

Oleh: Dr. Heru Siswanto, M.Pd.I
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan NARASIBARU.COM terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi NARASIBARU.COM akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Komentar