Profil Dharma Oratmangun yang Kini juga Berlakukan Royalti Musik Suara Alam

- Selasa, 05 Agustus 2025 | 09:51 WIB
Profil Dharma Oratmangun yang Kini juga Berlakukan Royalti Musik Suara Alam



NARASIBARU.COM  - Ramai diperbincangkan memperdengarkan suara alam seperti kicau burung, air gemericik juga harus tetap membayar royalti.

Hal itu dikatakan Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Dharma Oratmangun.

Siapakah sosok Dharma Oratmangun ini ? 

Ini terjadi karena pernyataannya soal rekaman suara burung pun bisa kena royalti.


Sejak aturan terkait royalti musik semakin diperketat, sejumlah pemilik usaha ada yang memutar suara-suara alam ataupun kicauan burung.

Meski begitu, sikap tersebut tidak serta merta bikin pelaku usaha tidak diwajibkan membayar royalti.

Menurut Ketua LMKN, Dharma Oratmangun, membayar royalti merupakan solusi paling adil dan sesuai hukum.

Dharma menegaskan, membayar royalti tidak akan membuat usaha menjadi bangkrut.

Apalagi, tarif royalti di Indonesia tergolong sangat rendah dibandingkan dengan negara lain.

"Kenapa sih takut bayar royalti? Bayar royalti tidak akan membuat usaha bangkrut,” ujar Dharma. 


 “Tarif royalti kita paling rendah di dunia. Jadi, bayar royalti itu artinya patuh hukum. Kalau mau berkelit, nanti kena hukum. Itu saja jawabannya,” lanjut Dharma. 

Ia menambahkan bahwa LMKN juga mempertimbangkan kondisi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam penetapan tarif. 


“Kami pun memperhitungkan UMKM, dan tidak menghitung tarif berdasarkan 365 hari penuh karena kami paham ada bulan puasa,” jelas Dharma.

Menggunakan suara alam atau kicauan burung juga tidak bisa menghindari pembayaran royalti musik. 


Menurut Dharma, pelaku usaha perlu memahami bahwa rekaman suara alam atau burung tetap mengandung hak terkait, khususnya milik produser rekaman yang merekam suara tersebut.

“Putar lagu rekaman suara burung, suara apa pun, produser yang merekam itu punya hak terhadap rekaman fonogram tersebut, jadi tetap harus dibayar,” kata Dharma saat dihubungi Kompas.com via telepon, Senin (4/7/2025). 

“Ada hak terkait di situ, ada produser yang merekam,” lanjut Dharma. 

Dharma juga mengingatkan bahwa restoran yang memutar lagu-lagu internasional pun tetap wajib membayar royalti. 

Sebab, LMKN dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) telah menjalin kerja sama dengan pihak luar negeri terkait hal ini. 

“Harus bayar juga kalau pakai lagu luar negeri. Kita terikat perjanjian internasional. Kita punya kerja sama dengan luar negeri dan kita juga membayar ke sana,” ucap Dharma.

Tarif royalti musik bagi restoran dan kafe diatur dalam SK Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu Kategori Restoran. 

Berdasarkan aturan tersebut, pelaku usaha wajib membayar Royalti Pencipta: Rp60.000 per kursi per tahun dan Royalti Hak Terkait: Rp60.000 per kursi per tahun.

Profil Dharma Oratmangun

Nama Dharma Oratmangun bukanlah sosok asing di belantika musik Indonesia.

Lahir pada 30 April 1959, ia dikenal sebagai penyanyi, pencipta lagu, sekaligus produser musik yang telah berkiprah puluhan tahun dalam industri musik Tanah Air.

Karier Dharma di dunia musik melesat sejak ia meraih Juara I Festival Musik Pop Indonesia, yang menjadi tonggak awal kiprahnya di industri rekaman.

Tak hanya tampil sebagai penyanyi, ia juga aktif menciptakan lagu dan memproduseri berbagai proyek musik penting.

Salah satu momen bersejarah dalam kariernya adalah pada Oktober 2007, ketika Dharma dipercaya menjadi produser sekaligus penyanyi dalam album perdana Presiden Republik Indonesia (RI) ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Dharma juga memiliki kontribusi besar dalam memperjuangkan hak-hak seniman.

Ia dua kali menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Artis Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI), termasuk pada periode 2007–2011.

Komitmennya terhadap perlindungan hak cipta berlanjut saat ia dipercaya memimpin Lembaga Manajemen Kolektif Karya Cipta Indonesia (KCI) sejak tahun 2012.

Di bawah kepemimpinannya, KCI terus berupaya meningkatkan kesadaran dan perlindungan terhadap hak cipta lagu dan musik di Indonesia.

Sumber: Wartakota 

Komentar