Di samudera politik Indonesia, badai kekuasaan telah menciptakan gelombang dinasti yang menelan konstitusi dan hukum. Dalam pusaran itu, Hasto Kristiyanto kembali memegang kemudi sebagai Sekjen PDI Perjuangan. Seperti Luffy di One Piece, ia bukan sekadar pemimpin kapal—ia kapten yang berani melawan Angkatan Laut kekuasaan, mempertahankan prinsip di tengah terjangan armada besar istana.
Samudera Politik yang Bising
Era Joko Widodo adalah lautan penuh karang tajam dan pusaran arus berbahaya. Konstitusi yang seharusnya menjadi peta perjalanan bangsa kini dilipat, direvisi, bahkan dibakar demi melapangkan jalur dinasti. Undang-undang dibuat seperti peluru meriam: cepat, keras, dan diarahkan untuk menjaga kapal keluarga berlayar tanpa gangguan.
Badai paling besar datang ketika Mahkamah Konstitusi—menjadi semacam Marine Headquarters—mengubah syarat usia capres demi membuka jalan bagi pewaris politik sang presiden. Hukum bukan lagi pelindung pelaut, melainkan jaring yang dilemparkan untuk menangkap mereka yang berani melawan arus.
Hasto, Kapten yang Tak Menurunkan Bendera
Di tengah peta politik yang sudah dikuasai “armada kekuasaan” Jokowi, Hasto memilih jalur perlawanan. Ia bukan bajak laut dalam arti harfiah, tetapi dalam bahasa politik ia mengibarkan bendera merah partai layaknya Jolly Roger: tanda bahwa kapal ini tidak akan tunduk pada armada istana.
Kembalinya Hasto sebagai Sekjen pasca-kongres adalah deklarasi perang senyap. Ia mengatur kru partai untuk tetap berlayar pada kompas ideologi, bukan sekadar mengikuti arus angin kekuasaan. Seperti Luffy yang selalu memegang teguh mimpinya meski dihadang kapal perang raksasa, Hasto memegang teguh bahwa partai politik harus menjaga jarak dari cengkeraman dinasti.
Armada Istana vs Armada Merah
Kekuatan istana bekerja seperti World Government dalam One Piece: punya sumber daya tak terbatas, mampu mengendalikan media, hukum, bahkan sebagian pelabuhan politik. Di hadapan itu, Hasto dan armada merahnya terlihat kecil. Tapi sejarah selalu berpihak pada mereka yang berani berlayar melawan badai.
Perlawanan ini bukan tentang memenangi pertempuran esok hari, melainkan menjaga agar kapal tidak berlabuh di pelabuhan yang sudah dibeli kekuasaan. Hasto mengerti bahwa jika bendera partai diturunkan, maka tak ada lagi armada yang bisa menantang monopoli jalur laut politik.
Peta Pertarungan ke Depan
Seperti kru Topi Jerami yang membidik Grand Line, Hasto dan PDI Perjuangan kini punya peta pertarungan baru:
Pemilu 2029 sebagai final arc, di mana pertarungan melawan politik dinasti mencapai klimaks.
Reformasi UU Pemilu dan MK untuk mengembalikan lautan hukum agar bisa dilayari semua kapal, bukan hanya armada keluarga.
Rebut kembali opini publik agar rakyat sadar bahwa badai dinasti mengancam semua pelaut, bukan hanya satu partai.
Epilog: Badai Tak Pernah Padam
Di dunia One Piece, kapal kecil bisa menumbangkan armada besar jika punya kru yang setia, kompas moral, dan tekad yang tak bisa dibeli. Di samudera politik Indonesia, Hasto memegang kemudi itu. Kemenangannya sebagai Sekjen bukan sekadar formalitas partai—ia adalah sinyal bahwa masih ada kapal yang berlayar dengan bendera perlawanan, meski di laut ini badai dan meriam kekuasaan tak pernah berhenti menggelegar.
Oleh: Firman Tendry Masengi, SH
Advokat/Aktivis ProDem
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan NARASIBARU.COM terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi NARASIBARU.COM akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Artikel Terkait
Dear Sri Mulyani: Jangan Salah Paham, Ini Lho Beda Pajak dan Zakat
Terungkap! Oknum di Kemenag Terima Rp 42 Juta-Rp 113 juta per Kuota Haji dari Agen Travel
Mendagri Bela Bupati Pati Pilihan Rakyat Jangan Dimakzulkan, Netizen: Rakyat yang Suruh Mundur!
Agar Izin Terbit, Dirut PT Inhutani V Dibelikan Rubicon Seharga Rp 2,3 M oleh Direktur PT PML