NARASIBARU.COM - Rumor pergantian Kapolri masih terus berhembus meski Istana sudah membantah.
Istana menyebut tidak ada surat presiden (surpres) yang dikirimkan Presiden Prabowo Subianto terkait pergantian Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri.
Hal tersebut disampaikan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi.
"Berkenaan dengan surpers pergantian Kapolri ke DPR bahwa itu tidak benar," ujar Prasetyo di Istana Negara, Jakarta, Sabtu (13/9/2025), dikutip dari Tribunnews.
Tak hanya Istana, DPR pun membantah isu pergantian Kapolri tersebut.
Bantahan disampaikan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Dasco menegaskan belum menerima surpres pergantian Kapolri.
"Belum ada (surpres pergantian Kapolri)," ujar Dasco.
Di tengah rumor yang masih menguat, empat nama petinggi polisi ini justru disebut-sebut masuk bursa calon Kapolri.
Keempat jenderal ini memiliki rekam jejak yang mentereng dan keahlian di bidangnya masing-masing dan berpeluang menggantikan posisi Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Berikut profil singkat keempatnya, dikutip pada Minggu (14/9/2025).
1. Komjen Dedi Prasetyo: Juru Bicara Humas Berpengalaman
Komjen Dedi Prasetyo saat ini menjabat sebagai Wakapolri.
Pria kelahiran Madiun, Jawa Timur, ini adalah lulusan Akpol tahun 1988.
Sebelum menjabat Wakapolri, namanya dikenal publik saat menjabat Kepala Divisi Humas Polri.
Pengalamannya sebagai juru bicara kepolisian membuatnya fasih dalam komunikasi publik dan menghadapi berbagai isu sensitif.
Dia juga pernah menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Tengah dan Kapolda Kalimantan Selatan, membuktikan kemampuannya dalam memimpin satuan kewilayahan.
2. Komjen Suyudi Ario Seto: Ahli Intelijen dan Reserse
Komjen Suyudi Ario Seto adalah Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).
Lulusan Akpol 1991 ini dikenal sebagai sosok yang memiliki pengalaman luas di bidang intelijen dan reserse.
Dia pernah menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya dan Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.
Pengalamannya dalam menangani kasus-kasus besar, termasuk tindak pidana korupsi, membuatnya dipertimbangkan sebagai kandidat kuat.
3. Komjen Syahardiantono: Bintang Bersinar dari Bareskrim
Komjen Syahardiantono kini memimpin Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Jenderal kelahiran Blora, Jawa Tengah, ini merupakan lulusan Akpol 1991.
Dia dikenal dengan prestasinya dalam mengungkap berbagai kasus kriminal dan menjadi salah satu perwira bintang tiga termuda saat itu.
Kariernya banyak dihabiskan di reserse, menjadikannya figur yang kuat di bidang penegakan hukum.
4. Komjen Rudy Heriyanto Adi Nugroho: Akademisi dan Pakar Hukum
Komjen Rudy Heriyanto Adi Nugroho adalah sosok yang unik di antara para kandidat.
Saat ini ia mendapat penugasan non-struktural sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Lulusan Akpol 1988 ini memiliki latar belakang akademis yang kuat, dengan gelar doktor di bidang hukum.
Dia dikenal sebagai akademisi dan pakar hukum, yang membuatnya sering dipercaya untuk memegang posisi-posisi strategis, seperti Kadiv Propam Polri dan Kapolda Banten.
Pengalamannya di luar struktur Polri juga memberinya perspektif yang berbeda.
Desakan Kapolri Mundur, Ini Kata Pengamat
Untuk diketahui, desakan agar Kapolri mundur atau diganti makin kuat, khususnya pasca aksi unjuk rasa yang berujung ricuh di penghujung Agustus 2025 lalu.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai Reformasi Polri harus dipahami sebagai sebuah proses, bukan sekadar tujuan.
ISESS merupakan lembaga kajian independen yang fokus pada isu keamanan dan strategi, terutama terkait pertahanan, militer, dan kebijakan publik di Indonesia.
"Jadi, kalau pembentukan Tim Reformasi Polri hanya untuk mempercepat pergantian Kapolri tanpa menyentuh problem yang lebih substansial tentang organisasi Polri, hal itu tak lebih dari angin surga," ujar Bambang, Jumat (12/9/2025).
Menurutnya, tindakan represif kepolisian dalam menangani aksi unjuk rasa tidak akan pernah bisa diselesaikan hanya oleh satuan internal.
Bambang menekankan, pergantian Kapolri pada dasarnya hanya persoalan hak prerogatif Presiden.
"Tetapi bila menginginkan perbaikan pada institusi Polri, ada hal-hal yang lebih substantif dan mendasar.
"Dimulai dari mengubah struktur dan sistem tata kelola kepolisian dengan melakukan revisi UU Polri," tegasnya.
Kata Anggota DPR RI
Meski kabar tersebut beredar luas, pimpinan DPR RI menegaskan hingga kini belum ada surat resmi dari Istana terkait pergantian Kapolri.
“Pimpinan DPR sampai hari ini belum terima surat Presiden mengenai pergantian Kapolri,” ujar Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, Jumat (12/9/2025), dikutip dari Warta Kota.
Pernyataan serupa juga disampaikan Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Nasir Djamil.
Ia menegaskan belum ada informasi resmi mengenai surpres tersebut.
“Iya, kita kan belum tahu kebenarannya, kami sendiri belum dapat kabar terkait adanya suppres ke DPR dalam hal pergantian Kapolri.
"Kalaupun ada ya pasti memang itu sudah kewenangan presiden,” kata Nasir.
Menurut Nasir, mekanisme pengangkatan maupun pemberhentian Kapolri sudah jelas diatur undang-undang, yakni merupakan hak prerogatif presiden dengan persetujuan DPR.
“Dari undang-undang kan menyebutkan penunjukan dan pemberhentian atau pengangkatan dan pemberhentian Kapolri itu kan oleh presiden dengan persetujuan DPR.
"Jadi, kalaupun ada surat itu ya itu sesuai dengan undang-undang,” jelasnya.
Terkait isu sejumlah nama yang disebut-sebut bakal menggantikan Kapolri, Nasir juga memberi tanggapan.
“Begitu juga nama-nama yang menyebar. Katanya ada inisial D, ada inisial S. Kita nggak ngerti juga itu siapa kan. Jadi, apakah memang itu Wakapolri sekarang? Atau S itu Suyudi, Kepala BNN sekarang? Kita nggak ngerti,” ucapnya.
Ia menekankan, hingga kini DPR belum memperoleh validasi resmi mengenai hal tersebut.
“Jadi, intinya kita belum dapat validasi soal ini. Tapi sekali lagi itu kewenangannya presiden,” tegas Nasir.
Sumber: Tribun
Artikel Terkait
5 Kontroversi Zita Anjani, Unggah Produk Pro Zionis Hingga Pembatalan Seminar
Kemendikdasmen Minta Tambahan Rp 52,9 Triliun, DPR Cuma Setujui Rp 400 Miliar
Pigai: Rakyat Harus Disediakan Lapangan Unjuk Rasa di DPR
Hadapi Gugatan Rp 125 Triliun, Gibran Tunjuk 3 Pengacara