Jokowi Gencar Bangun Ini Itu, RI Tetap Sulit Jadi Negara Maju!

- Rabu, 10 Mei 2023 | 16:20 WIB
Jokowi Gencar Bangun Ini Itu, RI Tetap Sulit Jadi Negara Maju!


Selanjutnya, Bhima melihat utang pemerintah mulai agresif di era SBY sejak porsi SBN meningkat dibanding pinjaman.


"Porsi SBN yang naik punya konsekuensi terhadap bunga pinjaman lebih mahal. Dan era jokowi utang semakin jadi beban bagi APBN, akhirnya menghambat pertumbuhan atau debt overhang (keberatan utang)," kata Bhima.


Terakhir, pemerintahan Jokowi mengalami krisis pandemi. Krisis ini diibaratkan seperti reset ulang program ekonomi. 


Meski bukan satu-satunya faktor tapi pandemi berdampak terhadap gangguan pada kenaikan PDB per kapita.


"Indonesia kan sempat naik kelas jadi upper middle income country sebelum pandemi lalu merosot lagi jadi lower middle income," ujarnya.


Middle Income


Mengutip data Kementerian PPN/Bappenas, Indonesia sudah menjadi bagian dari negara berpendapatan menengah atau middle income sejak 1982-1983. Hingga saat ini, Indonesia diketahui belum juga lulus dari status tersebut.


Ekonom Senior Faisal Basri mengungkapkan bahwa kegagalan keluar dari jebakan middle income trap dikarenakan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang gagal mencapai 6-7%.


Menurutnya, selama periode Presiden Joko Widodo, pertumbuhan ekonomi hanya berkisar 5%. Padahal, targetnya 7% pada periode pertama dan 6% pada periode kedua.


"Oke tumbuh, angka pengangguran turun ada penciptaan lapangan kerja tapi makin tidak bermutu karena yang meningkat penyerapan di sektor informal," jelas Faisal, dalam program Your Money Your Vote di CNBC Indonesia, dikutip Rabu (10/5/2023).


Dia menuturkan, tingginya pekerja di sektor informal adalah masalah besar karena jauh dari kontrol pemerintah. Baik meliputi gaji, lembur serta hak-hak lain yang seharusnya diterima.


"Pekerja informal kita naik terus. Data Februari sudah 60% lebih itu kan mereka tidak dapat gaji teratur, lembur, macam-macam kualitas rendah artinya mereka rentan," tegasnya.


Faisal menilai pertumbuhan pekerja informal ini dipicu oleh deindustrialisasi. Sumbangan sektor industri atau manufaktur terhadap perekonomian atau produk domestik bruto terus tergerus. 


Berdasarkan data BPS andil sektor industri terhadap perekonomian hingga kuartal I 2023 tinggal 18,57% padahal pada awal 2020 masih di kisaran 19,87%.


"Jadi tinggal 18% padahal industri manufaktur penyumbang sepertiga penerimaan pajak, jadi penerimaan pajak turun, pengeluaran naik, defisit naik, dan arus utang naik," tegas Faisal.


Industri, lanjut Faisal, akan menjadi optimal mendorong perekonomian berkelanjutan ketika diiringi peningkatan tekonologi.


"Dari tahun 1970 sampai 2020 pertumbuhan teknologi itu, istilah kasarnya total factor productivity pertumbuhannya minus lebih banyak berbasis otot dan keringat ketimbang otak," paparnya.


"Oleh karena itu riset dan inovasi harus jalan. Tapi bukan substansi risetnya malah organisasi BRIN-nya yang diacak jadi makin banyak salah arah. Oleh karena itu perlu transformasi," ungkap Faisal. [IndonesiaToday/cnbc]

Sumber: cnbcindonesia.com


Halaman:

Komentar