Pertanyaan besar masih menghantui proyek kereta cepat Jakarta-Bandung Whoosh yang kini meninggalkan utang menggunung terhadap China. Benarkan proyek ini semata-mata demi rakyat?
Wakil Rektor Bidang Pengelolaan Sumber Daya Universitas Paramadina, Dr Handi Rizsa Idris mempertanyakan kenapa pemerintah era Presiden Joko Widodo sangat berambisi membangun kereta cepat hingga meninggalkan utang menggunung di era Presiden Prabowo Subianto seperti saat ini.
"Sebenarnya ada satu pertanyaan mendasar, proyek itu buat kepentingan siapa, apakah untuk kepentingan masyarakat?" kata Handi Rizsa dalam siaran pers Indef dikutip Sabtu, 25 Oktober 2025.
Bila melihat jarak tempuh dan lokasi stasiun Whoosh, Handi mencermati masyarakat masih dihadapkan banyak pilihan transportasi bahkan lebih murah dari Whoosh.
"Jarak 150 km Jakarta-Bandung bagi masyarakat masih nyaman menggunakan moda transportasi bus atau kereta. Karena (Whoosh) belum menunjukkan tingkat urgensi," jelas Handi.
Selain peruntukan yang masih tanda tanya, proses pengerjaan proyek juga ternyata cukup memberatkan Indonesia.
Joko Widodo yang kala itu menjabat Presiden Indonesia menerbitkan Perpres tahun 2015 menyetujui proposal kereta cepat dari China, bukan Jepang. Saat itu, komposisi saham dimiliki konsorsium BUMN dengan skema business to business.
Saat itu, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menentang kereta cepat karena alasan tidak visible dan tidak menguntungkan. Namun pada 2016 justru dilakukan groundbreaking dan disepakati anggaran 6,071 miliar Dolar AS.
Dalam perjalanannya, terjadi perubahan-perubahan karena nilai kurs akibat pembiayaan overrun, terjadi selisih Rp21,4 triliun.
"Ini jelas menyulitkan PT KAI dan ketua konsorsium menanggung beban. Konsorsium akhirnya berbagi beban 25 persen, 2,3 triliun, 2,1 triliun sisanya pinjaman China Development Bank 16 triliun. Jebakan utang membuat akumulasi utang menjadi besar," kritiknya.
Beban APBN tak terelakkan karena China meminta mendapatkan jaminan dari APBN, seolah-olah PT KAI gagal bayar dan mendapatkan PMN dari pemerintah 9,5 miliar Dolar AS.
"Jadi ini menunjukkan bagaimana proses transaksi didesain sedemikian rupa 'memaksa dengan skema negara'. Tentu saja sebagai kreditur dibebankan pada PT KAI," tutupnya.
Sumber: rmol
Foto: Luhut Binsar Pandjaitan dan mantan Presiden Joko Widodo saat meninjau kereta cepat Jakarta-Bandung. (Foto: KAI)
Artikel Terkait
Suami Wardatina Mawa Akui Sudah Menikah dengan Inara Rusli, Tunjukkan Bukti: Maskawin-Saksi Nikah
Menhan Sjafrie Warning Bahaya! Ada Negara dalam Negara, TNI Langsung Disiagakan Amankan Bandara IMIP
Isu Bandara Ilegal PT IMIP Diungkap, Said Didu: Pintu Masuk Skandal Tambang Era Jokowi?
Cara Download Snack Video Tanpa Watermark Tercepat dan Paling Mudah 2026