Pasupati diketahui sebagai senjata pemusnah tanpa ampun, namun tidak banyak yang mengetahui bahwa Pasupati bukan sekadar alat pemusnah tapi kekuatan spiritual tertinggi yang digunakan untuk mengembalikan keseimbangan dan keteraturan semesta. Senjata itu hanya dapat digunakan oleh mereka yang telah menaklukkan ego, amarah, dan ambisi pribadi.
Esensi Pasupati itu terasa nyata dalam sosok Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad. Dalam suasana politik yang sering kali gaduh dan penuh kompetisi, Dasco selalu tampil senyap seperti Pasupati yang tenang, presisi, dan bekerja dalam keheningan, namun memberikan dampak besar terhadap stabilitas politik nasional.
Hari ini kita lihat dua orang pejuang Guru SMA Negeri 1 Luwu Timur, Sulawesi Selatan, yakni Rasnal dan Abdul Muis dapat merasakan keadilan dinegeri ini. Keadilan tanpa proses pengadilan, keadilan tanpa proses kepolisian, tapi keadilan melalui tangan dingin Sufmi Dasco Ahmad hingga Presiden memberikan hak rehabilitasi kepada dua pejuang itu.
Ini adalah bagian kecil dari banyaknya penyelesaian masalah bangsa yang dilakukan Dasco tanpa membangun retorika, tanpa hiruk-pikuk media, dan solusi yang diambil kerap menyejukan dan menenangkan semua pihak.
Kontradiksi Legislatif Dan Eksekutif Dalam Perspektif Trias Politica
Sebagai Wakil Ketua DPR, Dasco memainkan peran strategis dalam menjaga keseimbangan antara legislatif dan eksekutif, terutama di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Dalam konstelasi politik besar yang sarat dengan tarik-menarik kepentingan, kehadiran Dasco menjadi perekat antarporos kekuasaan. Ia mampu menjaga agar dinamika koalisi tidak bergeser menjadi friksi, serta memastikan fungsi parlemen berjalan selaras dengan arah kebijakan pemerintah.
Filosofi dasar dari Trias Politika mengajarkan bahwa kekuasaan harus dibagi menjadi tiga pilar; legislatif, eksekutif, dan yudikatif, agar tercipta keseimbangan. Namun pembagian itu bukan berarti pemisahan mutlak, melainkan hubungan fungsional yang saling mengawasi dan menguatkan. Legislatif berperan melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah, tetapi dalam semangat kemitraan yang konstruktif, bukan konfrontasi.
Dalam kerangka ini, Dasco menampilkan cara pandang legislatif yang dewasa. Ia memahami bahwa pengawasan bukan untuk menentang, tetapi untuk memastikan pemerintah tetap berada pada rel konstitusional dan berpihak pada rakyat. Dengan gaya komunikasi yang tenang, ia membangun jembatan antarpartai dan menjaga agar parlemen tetap menjadi mitra strategis eksekutif.
Pendekatan seperti ini menandakan tingkat kematangan politik yang tinggi. Parlemen tidak hanya menjadi ruang adu argumen, tetapi menjadi wadah pencari solusi permasalahan bangsa. Dengan keseimbangan seperti itu, pemerintahan dapat berjalan efektif tanpa kehilangan mekanisme kontrol.
Apakah mekanisme ini akan melemahkan fungsi pengawasan DPR kepada Pemerintah? Tentu tidak. Dapat kita lihat bagaimana para politisi Partai Gerindra kerap sangat keras dan sangat tajam ketika melakukan rapat dengar pendapat dengan mitra dari pemerintah, sebut saja Habiburokhman, Kawendra, Bimantoro yang tercatat sering keras mengevaluasi kinerja pemerintah.
Bahkan Rahayu Saraswaty atau Sara yang dengan ksatria mengundurkan diri dari DPR karena ada pernyataannya yang dipotong oleh netizen lalu disebar di media sosial, padahal secara dejure dan defacto tidak pernah ada kesalahan yang dilakukannya.
Ini sebagian potret yang menunjukan bahwa politisi Partai Gerindra tidak semau gue dalam menjalankan porsinya dalam bernegara walaupun presidennya adalah ketua umum Partai Gerindra.
Tentunya semua ini tidak terlepas dari orkestrasi Dasco yang juga menjabat Ketua Harian DPP Partai Gerindra yang menjaga stabilisasi internal partai agar tidak semau gue serta menjadi jembatan kokoh penyeimbang komunikasi antar partai.
Pasupati Kekuatan Dalam Keheningan
Layaknya kesenyapan yang diperlihatkan senjata pasupati ketika digunakan, politik yang dijalankan Dasco bukan politik pencitraan. Ia tidak mencari sorotan, melainkan mengutamakan hasil nyata.
Dalam berbagai dinamika politik, langkah-langkahnya sering berlangsung di balik layar: memediasi kepentingan, meredam konflik, dan memastikan keputusan besar diambil secara terukur. Kekuatan semacam ini bukan kekuatan yang tampak, tetapi kekuatan yang dirasakan persis seperti Pasupati yang dilepaskan tanpa suara, namun mengakhiri kekacauan.
Pendekatan ini memperlihatkan karakter kepemimpinan yang jarang ditemukan di tengah budaya politik yang gemar tampil dan bersuara keras tanpa hasil atau yang sering disebut pencitraan semu aktor politik.
Dalam kajian dramaturgi Erving Gofman, Dasco memperlihatkan efektifitas optimalisasi panggung belakang bahwa politik tidak selalu harus gaduh untuk efektif. Justru dalam ketenangan, keputusan strategis dapat diambil dengan lebih jernih, dan kepercayaan dapat dibangun tanpa perlu pertunjukan.
Ini tentu menjadi babak politik baru bagi Indonesia, dan menjadi contoh bagi kalangan Gen-Z ditengah antipati yang tinggi terhadap politik saat ini.
Dalam konteks pemerintahan Prabowo Subianto yang membutuhkan konsolidasi nasional dan sinergi lintas partai, peran perekat seperti Dasco menjadi vital.
Ia menunjukkan bahwa loyalitas politik tidak harus menghapus independensi lembaga, dan bahwa kerja sama antara legislatif dan eksekutif dapat berjalan tanpa menanggalkan prinsip pengawasan.
Sikapnya yang tidak mudah terprovokasi, konsisten, dan terukur menjadikan Dasco figur yang menjaga keseimbangan antara kekuasaan dan tanggung jawab. Ia hadir bukan sebagai penguasa yang menekan, tetapi sebagai penyeimbang yang menenangkan.
Dalam bahasa politik modern, ia adalah stabilisator sistem kekuasaan, figur yang memastikan setiap unsur pemerintahan bekerja dalam orbit yang selaras. (*)
Artikel Terkait
Sekelompok Ibu-ibu Kawal Roy Suryo ke Polda Metro, Serukan “Mana Ijazahmu?”
Polisi, Hakim, Advokat, Kejaksaan, KPK; Ini Bermasalah Semua
Dikecam Gegara Video Cium Anak, Gus Elham Tutup Kolom Komentar dan Kunci Instagram
Tegas, Menteri PPA Tak Terima Gus Elham Cium Anak Perempuan: Itu Child Grooming!