Makan Bergizi Gratis Prabowo: Antara Janji Kampanye dan Ancaman Pemburu Rente

- Kamis, 13 Februari 2025 | 13:30 WIB
Makan Bergizi Gratis Prabowo: Antara Janji Kampanye dan Ancaman Pemburu Rente


Makan Bergizi Gratis Prabowo: 'Antara Janji Kampanye dan Ancaman Pemburu Rente'


Rektor Universitas Paramadina Prof. Dr Didik J. Rachbini turut menyoroti berbagai macam tantangan dalam implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG). 


Meski persoalan terkait MBG cukup banyak, tetapi harus tetap dilaksanakan karena merupakan janji kampanye dari Presiden Prabowo Subianto.


"Tapi karena hal itu adalah janji kampanye, maka harus ditunaikan segera. Meskipun dimensi masalahnya banyak, antara lain rantai pasokan dipertanyakan, karena melibatkan puluhan juta anak yang harus dilayani," ujar Didik dalam diskusi publik, di Jakarta, Kamis (13/2/2025).


"Termasuk kualitas gizi dan pengawasannya dan lain-lain. Masuk pula sola sosial budaya setempat," tambahnya.


Didik menjelaskan, yang menjadi inti persoalan secara ekonomi negara menggeluarkan anggaran adalah konsumsi pemerintah.


"Konsumsi pemerintah akan menaikkan PDB (Produk Domestic Bruto)-meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal itupun kini tidak dilaksanakan," kata Didik.


Menurut Didik, saat ini program MBG mempunyai kapasitas besar sehingga menimbulkan ironi, yang dapat menjadi sasaran para pemburu rente.


Pemburu rente adalah pelaku yang berusaha mendapatkan keuntungan ekonomi dengan cara memanipulasi otoritas atau kebijakan publik.


"Ironisnya jadi sasaran para pemburu rente. Hal itu satu pokok soal yang harus jadi fokus," ucap Didik.


Terakhir, Didik menyarankan, agar fokus MBG disasarkan ke daerah dengan tingkat gizi rendah dan stunting tinggi. 


Selain itu, penting juga untuk melibatkan warung makan kecil agar dampak ekonomi lebih merata.


Sementara itu, Wakil Rektor Universitas Paramadina, Fatchiah Kertamuda juga menyoroti dampak program MBG, khususnya terhadap tumbuh kembang anak.


Fatchiah menekankan, pasti terdapat perbedaan asupan kalori dan nutrisi antara anak SD, SMP, sampai SMA.


"Semua hal di atas akan berpengaruh pada proses tumbuh kembang psikologi-terutama kesehatan mental anak. Istilah bergizi dan bernutrisi itu diharapkan bisa berpengaruh pada perkembangan fisik anak, emosional, dan banyak hal," ujar dia.


"Makanan anak harus sesuai porsi dan angka kecukupan gizi untuk masing-masing level pendidikan," imbuhnya.


Aspek Fiskal Program MBG


Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin turut menyoroti aspek fiskal dari program MBG.


Wijayanto menilai program MBG, merupakan program yang sangat strategis karena dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan bagi Indonesia dan tentunya pemerintahan Presiden Prabowo.


"Program MBG memang sangat strategis 'made or break' bagi Indonesia dan pemerintahan Prabowo Subianto. Dari sisi fiskal menyedot begitu banyak resources. Hampir 500 triliun dana akan digunakan per tahun untuk MBG, di saat fiskal kita sedang kesulitan," beber dia.


Soal alokasi anggaran MBG, Wijayanto mengungkapkan, awalnya Rp 71 triliun tetapi kini meningkat menjadi Rp 171 triliun.


"Hal itu bisa dilihat dari anggaran MBG yang semual 71 T lalu ditambah 100 T lagi menjadi 171 T, karena ada banyak space anggaran lain yang dikurangi untuk menutupi kecukupan anggaran MBG," katanya.


Wijayanto mengimbau kepada pemerintahan Prabowo, agar waspada karena bisa saja masyarakat akan berpikir kritis karena hak-hak mereka di sektor lain berkurang demi untuk pendanaan program MBG.


"Itulah kenapa di masa-masa awal penerapan MBG ini pemerintahan Prabowo perlu betul-betul hati-hati. karena ketika diluncurkan, maka MBG tidak bisa dihentikan lagi," tambah dia.


Secara keseluruhan, meskipun MBG dianggap strategis dan memiliki potensi meningkatkan ekonomi, pemerintah perlu memperhatikan efektivitas, pengawasan, dan keberlanjutan fiskalnya agar program ini tidak menjadi beban keuangan negara atau sumber polemik di masyarakat. 


Sumber: Suara

Komentar

Artikel Terkait

Rekomendasi

JOKO Widodo alias Jokowi sudah lengser. Tak lagi punya kekuasaan. Presiden bukan, ketua partai juga bukan. Di PDIP, Jokowi pun dipecat. Jokowi dipecat bersama anak dan menantunya, yaitu Gibran Rakabuming Raka dan Bobbby Nasution. Satu paket. Anak bungsu Jokowi punya partai, tapi partainya kecil. Yaitu Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai gurem ini tidak punya anggota di DPR RI. Di Pemilu 2024, partai yang dipimpin Kaesang ini memperoleh suara kurang dari empat persen. Pada posisi seperti ini, apakah Jokowi lemah? Jangan buru-buru menilai bahwa Jokowi lemah. Lalu anda yakin bisa penjarakan Jokowi? Sabar! Semua ada penjelasan ilmiahnya. Semua ada hitung-hitungan politiknya. Manusia satu ini unik. Lain dari yang lain. Langkah politiknya selalu misterius. Tak mudah ditebak. Publik selalu terkecoh dengan manuvernya. Anda tak pernah menyangka Gibran jadi walikota, lalu jadi wakil presiden sebelum tugasnya sebagai walikota selesai. Anda tak pernah menyangka Kaesang jadi ketum PSI. Prosesnya begitu cepat. Tak ada yang prediksi Airlangga Hartarto mundur mendadak dari ketum Golkar. Anda juga tak pernah menyangka suara PDIP dan Ganjar Pranowo dibuat seragam yaitu 16 persen di Pemilu 2024. Persis sesuai yang diinginkan Jokowi. Anda nggak pernah sangka UU KPK direvisi. UU Minerba diubah. Desentralisasi izin tambang diganti jadi sentralisasi lagi. Omnibus Law lahir. IKN dibangun. PIK 2 jadi PSN. Bahkan rektor universitas dipilih oleh menteri. Ini out of the box. Nggak pernah ada di pikiran rakyat. Tapi, semua dengan begitu mudah dibuat. Mungkin anda nggak pernah berpikir mobil Esemka itu bodong. Anda juga nggak pernah menyangka ketua FPI dikejar dan akan dieksekusi oleh aparat di jalanan. Juga nggak pernah terlintas di pikiran ada Panglima TNI dicopot di tengah jalan. Ini semua adalah langkah out of the box. Tak pernah terlintas di kepala anda. Di kepala siapa pun. Ketika anda berpikir Jokowi melemah pasca lengser, ternyata orang-orang Jokowi masuk kabinet. Jumlahnya masih cukup banyak dan signifikan. Ketua KPK, Jaksa Agung dan Kapolri sekarang adalah orang-orang yang dipilih di era Jokowi. Ketika anda tulis Adili Jokowi di berbagai tempat, Kaesang, anak Jokowi justru pakai kaos putih bertuliskan Adili Jokowi. Pernahkah Anda menyangka ini akan terjadi? Teriakan Adili Jokowi kalah kuat gaungnya dengan teriakan Hidup Jokowi. Ini tanda apa? Jelas: Jokowi masih kuat dan masih punya kesaktian. Semoga pemimpin zalim seperti Jokowi Allah hancurkan. inilah doa sejumlah ustaz yang seringkali kita dengar. Apakah Jokowi hancur? Tidak! Setidaknya hingga saat ini. Esok? Nggak ada yang tahu. Dan kita bukan juru ramal yang pandai menebak masa depan nasib orang. Kalau cuma 1.000 sampai 2.000 massa yang turun ke jalan untuk adili Jokowi, nggak ngaruh. Ngaruh secara moral, tapi gak ngaruh secara politik. Beda kalau satu-dua juta mahasiswa duduki KPK, itu baru berimbang. Emang, selain 1998, pernah ada satu-dua juta mahasiswa turun ke jalan? Belum pernah! Massa mahasiswa, buruh dan aktivis saat ini belum menemukan isu bersama. Isu Adili Jokowi tidak terlalu kuat untuk mampu menghadirkan satu-dua juta massa. Kecuali ada isu lain yang menjadi triggernya. Contoh? Gibran ngebet jadi presiden dan bermanuver untuk menggantikan Prabowo di tengah jalan, misalnya. Ini bisa memantik kemarahan massa untuk terkonsentrasi kembali pada satu isu. Contoh lain: ditemukan bukti yang secara meyakinkan mengungkap kejahatan dan korupsi Jokowi, misalnya. Ini bisa jadi trigger isu. Ini baru out of the box vs out of the box. Tagar Adili Jokowi bisa leading. Kalau cuma omon-omon, ya cukup dihadapi oleh Kaesang yang pakai kaos Adili Jokowi. Demo Adili Jokowi lawannya cukup Kaesang saja. Jokowi terlalu tinggi untuk ikut turun dan menghadapinya. Sampai detik ini, Jokowi masih terlalu perkasa untuk dihadapi oleh 1.000-2.000 massa yang menuntutnya diadili. rmol.id *Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Terkini