Makan Bergizi Gratis Berujung Petaka, 342 Siswa SMP Bandung Keracunan

- Kamis, 01 Mei 2025 | 21:50 WIB
Makan Bergizi Gratis Berujung Petaka, 342 Siswa SMP Bandung Keracunan


Kasus dugaan keracunan massal yang menimpa ratusan siswa SMP Negeri 35 Kota Bandung membuka tabir krusial tentang tantangan di balik implementasi program sosial Makan Bergizi Gratis (MBG).

Sebanyak 342 siswa dilaporkan mengalami gejala keracunan usai mengonsumsi makanan dalam program MBG pada Selasa 29 April 2025 lalu.

Insiden ini menjadi alarm bagi Pemerintah Kota Bandung untuk mengevaluasi ulang pelaksanaan program yang semula dirancang untuk meningkatkan gizi anak sekolah.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Anhar Hadian, menjelaskan bahwa gejala yang dialami para siswa berupa diare, nyeri perut, muntah, pusing, hingga demam.

Gejala muncul dalam rentang waktu 30 menit hingga delapan jam setelah makanan dikonsumsi.

“Sementara data yang saya dapat kemarin sore itu ada 342 orang. Pihak wali kelas masih mendata dan mencari informasi tambahan,” ujar Anhar dikutip dari ANTARA Kamis 1 Mei 2025.

Anhar memastikan bahwa seluruh siswa saat ini sudah pulang ke rumah masing-masing dan masih dalam pengawasan intensif oleh puskesmas setempat. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada siswa yang sampai dirawat di rumah sakit.

“Alhamdulillah, tidak ada yang dirawat. Tapi kami terus pantau, baik dari sekolah maupun puskesmas. Semua kami tangani secara sistematis,” katanya.

Dinkes pun langsung mengambil langkah investigatif, termasuk pengambilan sampel makanan untuk diuji di laboratorium. Selain itu, dapur penyedia makanan MBG untuk sekolah tersebut dihentikan sementara aktivitas produksinya untuk dilakukan pemeriksaan menyeluruh.

“Kami sudah lakukan inspeksi kesehatan lingkungan terhadap dapur penyalur MBG, baik dari sisi higienitas makanan maupun sanitasi dapur. Kami juga akan memberikan pembinaan kepada seluruh pegawai dapur,” ungkap Anhar.

Namun, insiden ini menimbulkan pertanyaan besar: seberapa siap sistem distribusi makanan gratis di sekolah dijalankan dalam skala besar, dan apakah ada pengawasan ketat dalam rantai produksinya?

Program MBG adalah inisiatif pemerintah yang patut diapresiasi karena bertujuan memberikan asupan bergizi bagi peserta didik dari keluarga kurang mampu. Namun, pelaksanaannya harus mengedepankan prinsip kehati-hatian, terutama dalam aspek sanitasi, logistik, dan mutu bahan makanan.

Sejak digulirkan secara masif pasca-Lebaran, jumlah sekolah penerima MBG di Kota Bandung meningkat. Hal ini turut meningkatkan beban pada dapur penyedia makanan. Sayangnya, peningkatan kuantitas ini belum tentu diimbangi oleh peningkatan kualitas pengawasan.

“Saya sudah meminta seluruh puskesmas untuk turun kembali dan memeriksa seluruh dapur MBG, karena ternyata setelah Lebaran jumlahnya bertambah,” kata Anhar.

Kejadian di SMP Negeri 35 Bandung harus dijadikan pelajaran bersama agar tidak terulang di sekolah lain. Ini bukan hanya tentang pengawasan teknis, tapi juga soal integritas seluruh pihak dalam menjalankan program yang menyangkut keselamatan anak-anak.

Diperlukan audit menyeluruh, baik dari sisi kelayakan dapur produksi, sistem distribusi, hingga manajemen risiko jika terjadi insiden serupa di kemudian hari.

Pemerintah Kota Bandung perlu lebih transparan dalam menyampaikan hasil investigasi kepada publik, termasuk siapa pihak penyalur makanan, hasil uji laboratorium, dan langkah-langkah mitigasi yang akan diambil ke depan.

Di sisi lain, orang tua siswa juga berhak mendapat informasi yang jelas dan akurat terkait kondisi anak mereka. Koordinasi antara pihak sekolah, dinas kesehatan, dan dinas pendidikan menjadi sangat vital dalam situasi seperti ini.

Kasus ini bukan sekadar keracunan makanan, tetapi menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah. Untuk menjaga kredibilitas, Pemkot Bandung perlu menunjukkan komitmen nyata dalam memperbaiki sistem, bukan sekadar menjanjikan evaluasi tanpa aksi.

Sumber: suara
Foto: Pemberian Makan Bergizi Gratis kepada para siswa sekolah dasar di Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (7/1/2025). [ANTARA/Rubby Jovan]

Komentar