Terkonfirmasi: Kang Dedi Mulyadi Akan Jadi 'Boneka Oligarki' Seperti Jokowi!
Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Analis Politik Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
Demikianlah. Hal itu tercermin dari kebersamaan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dengan pengusaha Tommy Winata di Cianjur Selatan, Jabar, Senin (16/6/2025) lalu.
Dalam kesempatan itu, Kang Dedi memperkenalkan TW, panggilan akrab satu dari Sembilan Naga itu kepada masyarakat setempat sambil duduk lesehan.
Bantuan pun langsung diberikan TW sebesar lima miliar rupiah untuk pembangunan infrastruktur jalan.
Kang Dedi kemudian mengajak TW berinvestasi di wilayah Jabar bagian selatan seperti Cianjur, Garut dan Sukabumi, terutama di sektor perkebunan dan kehutanan.
“Pak Tommy Winata ‘kan terkenal sebagai Sembilan Naga. Kita ajak Pak Tommy yang asetnya banyak untuk investasi di Jawa Barat. Investasinya saya inginnya di perkebunan,” kata Kang Dedi seperti dilansir sejumlah media.
Kang Dedi ternyata mengakui TW bagian dari Sembilan Naga. Sembilan Naga inilah yang menjadi oligarki di Indonesia.
Bahkan Joko Widodo, Presiden ke-7 RI pun terlanjur dikonotasikan sebagai boneka oligarki. Begitu pun Presiden Prabowo Subianto.
Seperti Jokowi dan Prabowo, Kang Dedi pun diyakini akan menjadi boneka oligarki jika kelak terpilih menjadi Presiden RI.
Diketahui, Kang Dedi kini sedang gencar-gencarnya melaksanakan program-program populis atau pro-rakyat.
Bekas Bupati Purwakarta ini juga rajin blusukan ke lapangan seperti Jokowi.
Gaya bicara Kang Dedi memang lebih blak-blakan ketimbang Jokowi. Juga suka marah-marah.
Mirip Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Tapi pencitraannya lekat dengan gaya Jokowi.
Sebab itu, Kang Dedi diasumsikan publik sedang membangun popularitas untuk kemudian maju sebagai capres di Pemilu 2029.
Ia meniru gaya Jokowi. Menapak jejak Jokowi. Dan itu sah-sah saja.
Simbiose Mutualisme
Kang Dedi mungkin menyadari bahwa political cost atau biaya politik di Indonesia sangatlah tinggi atau high cost politics.
Selain untuk biaya kampanye, juga untuk money politics (politik uang). Apalagi dalam pemilihan presiden langsung yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.
Sebab itulah, ia mulai membangun relasi dengan konglomerat. Dimulai dari TW. Selanjutnya dengan delapan naga lainnya.
Sebaliknya, Kang Dedi berkomitmen siap memberikan konsesi kepada Sembilan Naga. Ada take and give di sana. Terjadi simbiose mutualisme atau hubungan saling menguntungkan.
Sebagai konsekuensi dan keniscayaan sistem politik liberal seperti yang terjadi di Indonesia, siapa pun yang hendak menjadi presiden harus membangun hubungan baik dengan para pengusaha. Pengusaha pun akan membantu.
Siapa pun capresnya akan mereka bantu. Bantuan paling banyak akan diberikan kepada yang potensi menangnya paling besar. Pengusaha selalu cari aman.
Jokowi dan Prabowo kalau tidak dibantu pengusaha pun nyaris tak mungkin akan menang. Begitu pun Kang Dedi nanti.
Nah, ketika kelak Kang Dedi terpilih menjadi presiden, saat itulah para pengusaha mulai menagih janji.
Para pengusaha membentuk oligarki. Konsekuensinya, Kang Dedi pun akan menjadi boneka oligarki.
Alhasil, melihat kedekatan Kang Dedi dengan TW, jangan terlalu percaya bahwa program-program populis yang dia lancarkan untuk semata-mata meningkagkan kesejahteraan rakyat.
Ada udang di balik batu. Di balik program populis dan gaya yang merakyat, ada unsur pencitraan.
Kalau sudah terpilih, seperti Jokowi, Kang Dedi pun akan berubah 180 derajat. Itulah! ***
Artikel Terkait
Kehilangan Ibu dan Kakak Imbas Kasus Pembunuhan di Padang Pariaman, Ibnu: Saya Tak Akan Maafkan SJ
Waduh! Presiden Timor Leste Xanana Gusmao Bentak Rocky Gerung di Depan Umum, Ada Apa?
SBY soal Iran-Israel: Dunia di Ujung Tanduk, Perang Dunia III Mengintai
Rudal Iran Menghantam Fasilitas Medis Israel, Rumah Sakit Soroka Luluh Lantak usai Serangan Balasan