NARASIBARU.COM - Guru Besar Hukum Tata Negara Prof. Mahfud MD menyoroti proyek penulisan ulang (revisi) sejarah Indonesia yang merupakan inisiatif pemerintah, melalui Kementerian Kebudayaan (Kemenbud).
Proyek ini bertujuan untuk menghasilkan buku sejarah resmi yang akan menjadi rujukan utama dalam pendidikan dan pemahaman sejarah bangsa.
Mahfud mengaku memang sempat ada usulan penulisan sejarah ulang saat dia menjabat sebagai Menko Polhukam era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Usulan itu muncul, bahkan masuk rapat kabinet usai dirinya dan Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan non-yudisial menyantuni korban pelanggaran HAM berat.
Saat itu, dia menceritakan, datang tokoh-tokoh dari LIPI, LSM, UGM dan akademisi-akademisi yang meminta untuk penulisan sejarah, terutama untuk peristiwa tahun 65.
Usul itu disetujui oleh Mendikbudristek saat itu, Nadiem Makarim, tapi tidak disetujui Mahfud MD yang menyarankan sejarah tidak ditulis oleh negara.
“Pak Nadiem waktu itu setuju, tapi saya waktu itu tidak setuju, sejarah jangan ditulis oleh Pemerintah, oleh negara, kita sediakan dana untuk menulis sejarah tapi dibagi saja akademisi, kamu nulis, kamu nulis, kan punya metodologi sendiri karena kalau negara yang nulis tiba-tiba salah dibantah orang diubah orang lagi,” kata Mahfud dalam program Kita Bicara di YouTube Mahfud MD Official, dinukil Monitorindonesia.com, Selasa (1/7/2025).
Menurutnya, untuk mengisi buku pelajaran cukup diberikan fakta-fakta peristiwa penting seperti soal kemerdekaan, Undang-Undang Dasar (UUD) dan semacamnya yang tidak menjadi kontroversi. Tapi, jika sudah menyangkut peristiwa-peristiwa politik yang menimbulkan pro-kontra jangan ditulis negara.
Mahfud turut menyampaikan kritik masyarakat tentang tidak masuknya nama KH. Hasyim Asy’ari yang perannya memerangi Belanda begitu besar tapi tidak masuk dalam sejarah yang ditulis Kemendikbud. Karenanya, waktu itu Mahfud tidak setuju usulan itu dan menyarankan sejarah ditulis oleh kampus.
“Saya setuju menyediakan dana sebesar-besarnya kampus yang mau meneliti sejarah menurut metodologi sejarah silakan, itu ada lembaganya. Hasilnya bisa beda, hasil Cornell, hasil UGM, hasil AD, hasil NU, itu angle-nya berbeda, jadi ya mudah-mudahan hati-hati saja kalau kita menulis sejarah,” jelas Mahfud.
Harus ditulis akademisi
Menurut Guru Besar Filsafat Intelijen A.M. Hendropriyono penulisan sejarah seharusnya dilakukan oleh akademisi, bukan politisi.
“Itu orang-orang kampus, jadi orang-orang yang bebas politik, sebetulnya mereka saja suruh tulis, jangan kita, kalau kita sudah banyak pesanan, pesanan politik, pesanan doku, ada macam-macam, dia akademisi biar tulis,” kata Hendropriyono dalam program Kita Bicara di YouTube Mahfud MD Official itu.
Lantas, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) RI itu menyarankan sejarah Indonesia bisa ditulis akademisi-akademisi dari luar Indonesia, seperti dari Belanda.
Dia menilai, langkah itu lebih adil dan tidak perlu dicurigai kalau sejarah akan ditulis kolonialisme karena sebenarnya tanpa peneliti-peneliti dari Belanda banyak sejarah penting Indonesia tidak terungkap.
Misalnya, lanjut Hendro, Candi Borobudur. Dia mengingatkan, tanpa peneliti-peneliti dari Belanda tentu saja masyarakat Indonesia tidak akan pernah tahu sejarah dari Borobudur, tidak pernah tahu kalau Borobudur dibangun pada Dinasti Syailendra, dan hanya mengandalkan cerita-cerita rakyat yang tentu tidak ilmiah.
“Kan tidak ilmiah, Belanda ini ilmiah, bukan saya bangga-banggakan Belanda, orang kampus, karena ini masalah sains, jadi orang kampus tapi jangan dari Indonesia, kalau tulis sejarah Indonesia ya orang luar,” jelas Hendro.
Hendro berpendapat, selama ini, sejarah memang selalu ditulis oleh pihak-pihak yang menang, bukan yang kalah. Karenanya, dia menyarankan, penulisan sejarah ulang yang hendak dilakukan Pemerintah tidak dilakukan oleh pihak-pihak yang menang maupun yang kalah, tapi pihak ketiga yang berasal dari kampus.
“Begini Pak, yang menulis sejarah kan yang menang, yang kalah boro-boro nulis, hidup saja sudah syukur. Jadi, sebenarnya untuk yang memang dan untuk yang kalah tidak boleh telribat dalam penulisan sejarah, jadi harus ada pihak ketiga buat kita kalau mau menulis sejarah Indonesia,” kata Hendro.
Lukai banyak orang!
PDIP mendesak Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon agar menghentikan penulisan ulang (revisi) sejarah resmi Indonesia.
"Kami meminta dengan tegas: setop penulisan (ulang sejarah) ini karena sudah menimbulkan polemik dan melukai banyak orang," kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP, Maria Yohana Esti Wijayati di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (30/6/2025).
Menurut dia, sikap PDIP berubah dari yang sebelumnya hanya meminta pemerintah menunda proyek penulisan sejarah resmi. "Dengan banyak polemik yang muncul, target kami tidak hanya tunda, target kami adalah setop," tegasnya.
Pun, Fraksi PDIP akan mendorong pemerintah menghentikan proyek itu melalui DPR. Komisi X, kata dia, akan segera memanggil Fadli Zon untuk membahas berbagai rencana kerja dan evaluasi Kementerian Kebudayaan, termasuk soal penulisan sejarah.
Lanjut Esti, pemerintah tidak perlu berkeras untuk terus menuliskan sejarah versi Kementerian Kebudayaan. Sebab, kata dia, sudah banyak gejolak yang timbul bahkan sebelum proyek tersebut selesai. Esti juga khawatir penulisan sejarah yang dihasilkan menjadi tidak akurat. "Mungkin tidak akan sesuai dengan fakta sejarah," ungkap Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP itu.
Kekhawatiran itu muncul dari berbagai faktor. Salah satunya terlihat dari mundurnya sejumlah sejarawan dari tim penulisan karena tidak memiliki visi yang sama dengan tim bentukan pemerintah tersebut. Selain itu, kekhawatiran soal penyusunan sejarah yang tidak akurat juga telah disampaikan berbagai pihak dalam rapat dengar pendapat di Komisi X DPR.
Fadli Zon sebelumnya mengatakan pemerintah menargetkan proyek penulisan ulang sejarah rampung pada Agustus nanti. Target penyelesaian itu dirancang agar bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025.
Fadli menyebutkan pemerintah membuka ruang diskusi mengenai penulisan ulang buku sejarah Indonesia. Dia mengatakan forum diskusi perihal draf buku sejarah yang baru dapat dilaksanakan setelah penyusunan rancangan buku sejarah itu rampung atau setidaknya mendekati selesai.
“Ya, tunggu dulu bukunya, atau sampai progres, saya sampaikan tadi mungkin 70 persen, 80 persen. Sekarang sudah di atas 50 persen,” kata politikus Partai Gerindra itu di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).
Menyoal desakan tersebut, Fadli Zon ogah memberi komentar saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Selasa (1/7/2025).
Sumber: monitor
Artikel Terkait
Amien Rais Tuduh Jokowi Biang Kecelakaan Hanafi Rais di Tol Cipali, Ade Armando Beri Sanggahan
Amien Rais Yakin Jokowi Simpan Uang Triliunan Rupiah di Bungker Rumah Solo: Saya Percaya
Amien Rais Yakin Jokowi Simpan Triliunan Rupiah di Bunker Rumah: Uang Haram Tak Mungkin Disimpan di Bank
Amien Rais Tuding Jokowi Dalang Kecelakaan Hanafi Rais di Tol Cipali Tahun 2020, Begini Kesaksian Sopir!