Riza Chalid Sang Raja Tanpa Mahkota: 4 Dekade Bercokol di Jaringan Elite!

- Minggu, 07 September 2025 | 14:40 WIB
Riza Chalid Sang Raja Tanpa Mahkota: 4 Dekade Bercokol di Jaringan Elite!




NARASIBARU.COM - Nama Riza Chalid selalu beredar di balik isu-isu besar negeri ini, namun sosoknya seolah tak pernah benar-benar tersentuh hukum.


Dari panggung migas hingga politik, ia kerap digambarkan sebagai “raja tanpa mahkota” yang bisa masuk ke ruang-ruang elit tanpa banyak diketahui publik.


Julukan seorang netizen yang menyebut Riza Chalid lebih licin dari ular di Taman Eden bukan sekadar kiasan.


Riza berhasil mengelak dari sorotan aparat, sekalipun namanya terseret dalam kasus besar seperti skandal “Papa Minta Saham” yang mengguncang politik Indonesia.


Banyak tokoh jatuh karena kasus serupa, tapi Riza seakan memiliki jalan keluar yang selalu terbuka.


Bagi pengamat politik, kemampuan Riza membangun jejaring di berbagai lini—dari bisnis energi hingga lingkaran partai besar—menjadi kunci kekuatannya.


Ia tidak selalu tampil di depan layar, justru bekerja dalam senyap, namun punya pengaruh besar dalam percaturan kekuasaan.


Publik bertanya-tanya: bagaimana mungkin seorang pengusaha yang namanya sering muncul dalam kontroversi bisa tetap aman?


Pertanyaan ini yang menegaskan bahwa Riza Chalid memang sosok “tak tersentuh”—lebih licin daripada ular yang berhasil menggoda Hawa di Taman Eden.


Jika benar Indonesia serius membangun tata kelola yang bersih, maka sosok seperti Riza Chalid seharusnya tidak lagi diberi ruang untuk bermain dalam bayangan.


Transparansi dan keberanian politik mutlak diperlukan agar publik tak terus merasa dikhianati oleh permainan licin segelintir elit.


Riza Chalid sejak empat dekade lalu dikenal dekat dengan pentolan Cendana, Bambang Trihadmodjo.


Selama bertahun-tahun dia mengendalikan Pertamina Energy Trading Ltd (PETRAL), anak usaha PT Pertamina.


Riza menjadi besar dan mendominasi bisnis itu, diapun disebut-sebut sebagai "penguasa abadi bisnis minyak" di Indonesia.


Setelah kekuasaan rezim Suharto dan Orde Baru berakhir, dia mendekat ke Cikeas dan kubu Yudhoyono dan bermitra dengan Hatta Rajasa, orang penting dari Partai Amanat Nasional (PAN).


Menurut catatan Goerge Junus Aditjondro dalam "Gurita Bisnis Cikeas", Riza Chalid harus membayar premi kepada keluarga Cikeas sebesar 50 sen Dolar per barrel minyak.


Ini sempat membuat Dirut Pertamina saat itu, Karen Agustiawan gerah, dan akhirnya mundur teratur dari jabatannya.


Nama besar Riza Chalid juga terdengar sampai ke luar negeri. 


Dia sangat disegani di Singapura, karena kehebatannya memenangkan tender-tender besar bisnis minyak lewat perusahaannya, Global Energy Resources.


Global Energy Resources merupakan pemasok terbesar minyak mentah ke Pertamina Energy Services Ltd.


Setelah ada aturan yang lebih ketat, Global Energy memang menghilang dari Pertamina, digantikan perusahaan lain, Gold Manor, yang juga dikuasai Riza Chalid.


Pada masa kepresidenan SBY, nama Riza Chalid bahkan tidak berani disebut secara terbuka.


Banyak orang yang hanya menyebutnya Tuan "R". Berulangkali bisnis PETRAL dikritik, namun pemerintah tidak mampu menghentikan bisnis minyak dengan Global Energy itu.


Pada pemilihan presiden yang lalu, Riza Chalid mendukung kubu Prabowo dan Golkar, yang bersatu untuk menghentikan lajunya popularitas Jokowi.


Pria yang jarang tampil di publik ini disebut-sebut mendanai berbagai media untuk mendiskreditkan duet Jokowi-JK. Antara lain lewat penerbitan Tabloid Obor Rakyat.


Riza Chalid jugalah yang mengeluarkan uang miliaran untuk membeli Rumah Polonia di Jakarta Timur, yang kemudian menjadi markas tim pemenangan Prabowo-Hatta.


Tapi dalam rekaman pembicaraan kasus Papa Minta Saham, Riza menyebutkan dia juga menggelontorkan uang untuk kubu Jokowi-JK, karena ingin bermain selamat. Agar tetap punya akses ke pemerintahan, siapapun yang menang pemilu presiden.


Peran Riza Chalid makin terkuak, setelah Ketua DPR Setya Novanto dari Partai Golkar meminta bertemu dengan Presiden Direktur PT Freeport, Maroef Sjamsoeddin


Novanto meminta pertemuan empat mata, namun ternyata kemudian membawa Riza Chalid.


Karena khawatir pembicaraan di sebuah lokasi di Jakarta itu bisa menjadi masalah, Maroef lalu merekam pembicaraan tersebut.


Setya Novanto antara lain menjanjikan perpanjangan kontrak bagi PT Freeport, tapi meminta 20% saham anak perusahaan FreeportMcMoran yang berpusat di AS itu.


Bisnis PETRAL baru menjadi sorotan luas, setelah Presiden Jokowi menugaskan menteri ESDM Sudirman Said membentuk tim khusus untuk memotong bisnis-bisnis gelap. Nama Riza Chalid pun makin sering dibicarakan.


Majalah Tempo pernah mengulas tentang bisnis Riza Chalid tahun 2008, dengan judul: "Jejak Licin Saudagar Minyak". 


Waktu itu, belum banyak yang memperhatikan peran dan kehandalam Riza Chalid menguasai bisnis dan dunia politik di Indonesia.


Sumber: SeputarCibubur

Komentar