Di mana, calon-calon itu pun pada akhirnya masuk juga dalam lingkaran partai politik, sehingga benar-benar tidak independen.
"Waktu itu (2007) masih saya hitung tujuh atau delapan, delapan calon perseorangan tetapi endingnya calon perseorangan itu terus masuk ke partai politik, tertekan dia melakukan polarirasi dengan DPRD," jelas Siti.
Pasalnya, lanjut dia, persyaratan yang perlu dikumpulkan calon perseorangan sangatlah sulit, dibandingkan mereka yang bernaung di dalam sebuah partai.
"Jadi saya hanya ngomong empirik, kalau persyaratan sebagai calon perseorangan atau independen tadi itu luar biasa susahnya, ngumpulin KTP ingat Faisal Basri waktu ikut Pilkada DKI? (Tujuannya) untuk mengetes calon independen ini oke," ungkap Siti.
"Jadi memang dibikin serumit mungkin untuk calon independen itu. Lagi-lagi siapa yang merumuskan dan akan menetapkan undang-undang? partai politik dan eksekutif-eksekutif, tetap politik juga," imbuhnya.
Oleh karena itu, kata Siti, kemungkinan sangat sulit bagi calon independen ikut dalam Pilkada maupun Pilpres.
Sehingga keberadaannya, dipandang oleh Siti dalam tanda petik 'abu-abu'.
"Yang punya sistem partai aja mumet (pusing) apalagi yang perseorangan," pungkasnya.
Sumber: wartakota
Artikel Terkait
Reaksi Jokowi Usai Tahu Logo Wajahnya Dibuang Ormas Projo
Soal Projo Merapat ke Gerindra, Pengamat Sebut Strategi Penyusupan Jokowi
Budi Arie Sama Saja Bunuh Diri Masuk Gerindra
Momen Prabowo Tanya Budi Arie, PSI atau Gerindra Kau?