NARASIBARU.COM - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University Rokhmin Dahuri menganggap demokrasi Indonesia yang belum pada tahap malah jadi memburuk setelah muncul sebuah keputusan kontroversial dari Mahkamah Konstitusi (MK), beberapa waktu lalu.
Politikus senior PDI Perjuangan itu, bahkan menganggap putusan MK tersebut kental bernuansa drama, karena memaksakan kehendak.
"Demokrasi sejak reformasi ini baru tahap prosedural belum substansi, sekarang lebih parah lagi terutama dengan drama Korea yang terjadi di MK. Kita tahu semua bahwa itu adalah pemaksaan kehendak," tegas Rokhmin saat membuka diskusi bertema Menyelamatkan Demokrasi dari Cengkeraman Oligarki dan Dinasti Politik di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (14/11).
Adapun, tokoh yang hadir dalam diskusi ialah para pakar hukum tata negara seperti Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar atau Uceng, dan Refly Harun.
Rokhmin mengaku terkesan dengan langkah para tokoh demi mewujudkan demokrasi di Indonesia ke arah positif setelah muncul putusan bernuansa drama dari MK.
Semisal, kata dia, Uceng hingga Romo Magnis membuat tulisan di media massa nasional yang mengkritisi putusan MK.
Dia, bahkan mengaku ikut mengikuti pernyataan budayawan Goenawan Mohamad dalam wawancara dengan Rosiana Silalahi di sebuah stasiun televisi.
Dari hasil wawancara itu, Rokhmin menganggap penyematan BEM UI pada 2022 lalu kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) soal king of lipservice memang benar adanya.
"Saya menjadi yakin betul bahwa kawan kita ini benar-benar seperti disematkan BEM UI tahun lalu, bahwa he is king of lipservice atau king of big liar," tuturnya.
Artikel Terkait
Prabowo Ambil Alih Tanggung Jawab Whoosh? Tunggu Dulu! Puan Mau Bongkar-bongkaran soal Keputusan di Era Jokowi
Respons Keras Said Didu saat Prabowo Sebut Bertanggung Jawab atas Whoosh: Presiden Cabut Taring Purbaya!
Prof Henri Balik Badan Kritik Jokowi: Anaknya Belum Siap, Direkayasa Dipaksakan jadi Wapres
Saut Situmorang: Luhut jadi Dewa Penyelesaian Kebusukan Whoosh