NARASIBARU.COM -Pemerintah berencana memangkas luas rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Dalam draf Keputusan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang beredar, rumah tapak subsidi nantinya hanya akan memiliki luas bangunan minimal 18 meter persegi, jauh lebih kecil dibandingkan aturan lama yang mematok batas bawah 21 meter persegi.
Draf aturan tersebut, meski belum mencantumkan nomor keputusan resmi, memuat ketentuan baru tentang Batasan Luas Lahan, Luas Lantai, Harga Jual, dan Besaran Subsidi Uang Muka untuk rumah yang dibiayai melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Jika beleid ini benar diterapkan, maka rumah subsidi akan dibatasi pada ukuran 18 hingga 36 meter persegi untuk bangunannya, dan 25 hingga 200 meter persegi untuk luas tanahnya. Sementara dalam ketentuan sebelumnya pemerintah menetapkan luas tanah minimal 60 meter persegi.
RMOL mencoba memvisualisasikan bentuk rumah dengan luas bangunan 18 meter persegi dengan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence).
Dalam visualisasi tersebut, ruang yang tersedia nyaris hanya cukup untuk satu ruangan kecil multifungsi untuk ruang keluarga sekaligus ruang tidur serta dapur, dan satu kamar mandi mini.
"Kurang lebih begitu (bangunannya), tapi untuk persisnya seperti apa yang akan dibangun saya tidak tahu," kata Pengamat Properti Anton Sitorus saat dihubungi RMOL pada Senin 9 Juni 2025.
Kondisi ini sontak menuai kritik dari pengamat tersebut yang menilai usulan ini menunjukkan ketidakpekaan pejabat terhadap kehidupan rakyat kecil.
"Dia ngomong 18 meter, dia sendiri ngerti nggak seberapa besar itu? Ukuran segitu bagi rumah pejabat mungkin cuma buat ruang tunggu sopir atau ruang rokok. Pejabat ini kayak nggak punya empati," ujar Anton kepada RMOL, Senin 9 Juni 2025.
Anton menegaskan, rumah seluas 18 meter persegi sangat tidak layak dihuni satu keluarga. Menurutnya, jika pemerintah serius mendorong kesejahteraan rakyat, maka standar rumah subsidi seharusnya memberikan ruang hidup yang manusiawi.
"Kalau menurut saya itu orang yang punya ide itu tidak pernah belajar gitu. Kalau kita belajar arsitektur itu kita diajarin yang namanya kaidah-kaidah ruang untuk segala aktivitas itu ada ketentuan berapa luas ruangnya gitu. Buat belajar, jalan, ruang makan, buat ruang tidur, segala macam itu ada ketentuan-ketentuan kaidahnya," tuturnya.
"Karena kalau misalnya di bawah dari yang diminimalkan itu kan artinya tidak muat, sempit, tidak manusiawi lah istilahnya begitu," tandasnya.
Sumber: RMOL
Artikel Terkait
Raja Ampat Kini Terancam, Omongan Anies Baswedan Saat Debat Capres Disorot: Kini Terbukti!
Tambang Harus Sejahterakan Warga Lokal, Bukan Rusak Lingkungan
Ternyata 13 Perusahaan Tambang di Papua Dapat Hak Istimewa dari Era Megawati Soekarnoputri
Kerusakan Akibat Tambang Nikel di Raja Ampat Jangan Ditutupi