NARASIBARU.COM - Berikut sejumlah kisah warga setempat yang tersisih setelah lahannya diambil proyek IKN Nusantara.
Proyek IKN Nusantara juga menyisakan kisah tentang warga-warga setempat yang harus kehilangan lahan dan rumahnya karena masuk kawasan Ibu Kota Negara yang baru di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur.
Sejumlah warga di Kecamatan Sepaku, Kabupaten PPU, Kaltim harus terdampak proyek IKN Nusantara hingga harus menyingkir dari tempatnya hidup dan menggantungkan hidupnya, sebagian masih menunggu giliran untuk tersingkir.
Warga lokal yang terdampak IKN Nusantara terpaksa menyingkir karena tidak ada ganti lahan, sementara uang ganti rugi untuk lahan mereka tidak cukup untuk mendapatkan lahan baru yang harganya sudah melonjak.
Ketika Pemerintah terus mengebut proyek pembangunan IKN Nusantara dengan mendatangkan investor, seremoni peletakan batu pertama, pembangunan gedung pemerintah, dan tower apartemen ASN, ada persoalan lahan yang menyangkut nasib warga lokal.
Seperti di Desa Bumi Harapan, Kabupaten PPU, di mana sekitar 10 kepala keluarga harus meninggalkan desanya setelah mendapat uang ganti rugi.
Mereka menjauh dari IKN. Ada yang pindah ke Penajam, Petung Kabupaten Paser yang berbatasan dengan PPU.
“Kami kayak enggak dihargai. Kami sebagai warga lokal seperti terbuang di sini.
Setelah kami diberi uang (ganti rugi), kami disuruh pergi, mau ke mana saja terserah,” kata Syarariyah (48), perempuan keturunan asli suku Paser ini seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.
Rumah yang dihuni keluarga Syara tepat di tepi jalan utama menuju lokasi proyek pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara (IKN), tak begitu jauh dari titik nol IKN.
Setiap hari sejak pagi, kendaraan besar untuk proyek IKN berlalu lalang.
Saat mengantar anak sekolah pun diliputi rasa was-was.
Syara maklum, hal itu adalah dampak dari megaproyek IKN. Namun yang membuatnya berkecil hati, warga lokal yang tak diberi perhatian dan terkesan ingin menyingkirkan warga lokal.
Beberapa tetangga Syara di RT 10 sudah pergi meninggalkan kampungnya setelah lahan dan rumah dibebaskan pemerintah untuk IKN.
Ganti rugi yang diperoleh warga hanya berupa uang, tanpa diberi lahan baru atau pun relokasi.
Setelah terima uang ganti rugi yang nilainya jauh dari harga pasaran, mau tak mau warga pergi mencari lahan yang lebih murah.
“Itu bagian atas (rumah warga) sudah selesai semua pembayaran, mereka sudah pindah. Tinggal kami ini saja, ya kalau memang sesuai (harga ganti rugi) ya kita pindah,” ucap Syara.
Rumah semi permanen yang dibangun di atas lahan 700 meter persegi itu sudah dipatok Tim Pengadaan Tanah IKN oleh Badan Pertahanan Nasional (BPN) Kabupaten PPU sejak Februari 2022 lalu.
Rumah Syara dan tetangganya Rania (58) jadi batas Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN. Papan plang patok batas KIPP IKN dipatok di sela rumah kedua rumah itu.
Syara dan suaminya hanya tunggu giliran.
Setelah menerima bayaran, Syara dan suaminya bakal mengosongkan rumah dan angkat kaki meninggalkan desa itu juga.
Tapi keduanya berupaya agar dapat lahan baru di seputaran Sepaku, supaya tak terlalu jauh dari IKN.
Nasib serupa juga dialami dua tetangganya Rania dan Teguh Prasetyo.
Teguh belum memutuskan pindah ke mana. Dia masih mencari dan berharap bisa dapat lahan di sekitar IKN.
“Jadi orang-orang khususnya RT 10 ini sebagian sudah lari ke “hutan”, dalam artian menjauh dari IKN. Pemerintah bilang, kami menikmati IKN. Itu enggak mungkin. Ini jelas-jelas kami tersingkir,” ungkap Teguh sambil menyebut beberapa nama warga di RT 10 yang sudah pindah meninggalkan desa.
Banyak warga mencari lahan jauh dari IKN agar bisa memperoleh lahan yang pas di kantong. Pasalnya, lonjakan harga di IKN tak sebanding dengan nilai ganti rugi yang diberikan pemerintah.
“Harga tanah di sini sudah Rp 2-3 juta per meter. Sementara, warga dapat ganti rugi jauh di bawah itu. Ada loh dapat yang Rp 14.000 per meter,” keluh Teguh.
Pemukiman di RT 10 Desa Bumi Harapan merupakan wilayah terdekat dengan titik nol IKN.
Dari total 345,81 hektar wilayah desa ini, dinyatakan terdelianase KIPP IKN.
Di seberang jalan depan rumah Teguh, ada rumah Asin Sudarto.
Asin mengaku belum masuk daftar warga terdampak KIPP IKN karena posisi rumahnya belum disebut masuk delineasi IKN.
Tim Pengadaan Tanah IKN baru membereskan rumah-rumah barisan tetangganya di seberang jalan raya, deretan rumah Teguh, Syarariyah, Rania dan lainnya pada tahap awal pembebasan.
Setelah beres, Asin menduga barulah tim menyasar ke rumahnya beserta tetangga-tetangganya.
“Lebih jauh dari itu yang pasti permukiman warga di kawasan ini bakal dibersihkan semua karena dekat sekali, ini ring satu IKN,” kata Asin.
Belum lama ini, Asin melihat ada petugas pasang patok papan plang bertuliskan akan dibangun Rumah Dinas BIN/Polri.
Patok itu dipasang di depan rumahnya, di seberang jalan raya tak jauh dari rumah Teguh.
Teguh membenarkan patok papan plang itu ditanam sekitar 100 meter dari rumahnya.
Tapi, beberapa hari kemudian papan plang hilang.
Saat di lokasi Kompas.com, tak melihat papan plang itu.
Asin menyadari lambat laun warga sekitar ring satu IKN bakal tergusur semuanya. Sebab beberapa kali dia didatangi petugas desa maupun kecamatan minta chek surat tanah di rumahnya.
“Pernah sekali Satpol PP yang datang (minta chek surat tanah). Di rumah hanya ibu (istri) saya di luar kota. Ibu telepon, saya bilang jangan diberi tunggu saya pulang,” kisah dia.
Asin berharap pemerintah tak menggusur mereka, tapi dia sendiri juga tak yakin dengan harapan itu. Sebab warga lain satu per satu sudah pergi meninggalkan desa karena kehilangan rumah dan lahan.
Kepala Desa Bumi Harapan, Kastyiar mengaku belum mendapat laporan dari warganya di RT 10 sudah meninggalkan desa.
“Sampai saat ini mereka (warga) belum lapor ke desa, bahwa sudah pindah atau merencanakan pindah,” kata Kastyiar.
Tapi, bagi Kastyiar warga yang pindah meninggalkan desa bukan tersingkir karena IKN. Sebab sedari awal tahap sosialisasi sampai penyerahan hasil penilaian ganti rugi, warga selalu dilibatkan dan tidak ada paksaan sama sekali.
“Jadi keputusan pindah atau tidaknya merupakan keputusan pribadi. Mereka (warga RT 10) setuju secara sukarela, melepas rumah dan lahan untuk IKN. Jadi enggak ada bahasa tersingkir, itu menurut saya,” terang Kades.
Faktor pemicu
Berbeda dengan Kades, Sekretaris Camat Sepaku Hendro Susilo mengakui, banyak warganya di sekitar IKN yang memilih pindah menjauh dari IKN karena kehilangan rumah dan lahan.
Tak hanya di Desa Bumi Harapan, kata dia, hal sama juga terjadi di Kelurahan Pemaluan.
Hendro menyebut, salah satu faktor utamanya karena pemerintah tak kunjung menyiapkan lahan pengganti atau pun tempat relokasi bagi warga terdampak.
Itu merujuk pada Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN Nomor 19 Tahun 2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang memberi beragam pilihan ganti rugi.
Warga seharusnya bisa memilih bentuk ganti rugi berupa uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham, atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Masalahnya hingga saat ini warga tak pernah diberitahu di mana letak lahan pengganti atau permukiman kembali, jika memilih satu dari dua opsi itu.
“Karena itu (kehilangan lahan setelah dibebaskan) mungkin saja banyak yang pindah ke luar atau menjauh dari IKN (cari lahan baru),” kata Hendro.
Kendati demikian, Hendro menyakini warga yang pindah pasti punya perhitungan sendiri soal untung rugi.
Misal, kata dia, mungkin saja warga punya niat beli lahan murah yang letaknya jauh dari IKN, supaya sisa uangnya bisa disisikan buat simpanan.
Warga lain, Thomy Thomas mengaku pernah mendapat sosialisasi perihal beragam pilihan ganti rugi itu saat mereka dikumpulkan Tim Pengadaan IKN di kantor Kecamatan Sepaku.
Tapi, warga tidak pernah diberitahu di mana letak lahan itu.
“Ngomong saja, enggak ada lahan yang disiapkan. Buktinya sampai sekarang enggak ada lahan yang disiapkan buat relokasi warga. Mana lahannya? Enggak ada.
Kalau pemerintah siapkan lahan (pengganti), tidak mungkin warga pindah,” ungkap Thomy sedikit kesal.
Rumah kosong
Empat kali Kompas.com mendatangi rumah Ketua RT 10 yang letaknya tak jauh dari rumah Asin dan Teguh selama dua hari berturut namun pintu rumah tersebut selalu tertutup. Rumah dalam keadaan kosong.
Penjaga kios sembako sebelah rumah RT menyebut Ketua RT 10 sudah pindah, namun dia tak tahu di mana lokasinya.
Artikel Terkait
MBG di Boyolali Disabotase: Ratusan Paket Ditarik, Ada Orang Asing Masuk Kelas!
Biar Bosmu Tahu! Viral Bobby Nasution Razia Truk Pelat Aceh di Sumut Demi Kejar PAD Triliunan
VIRAL Kain Kafan dan Kerangka Manusia Berserakan di Area Proyek Tangerang
Fakta-Fakta Kesiapan IKN Jadi Ibu Kota Politik 2028, Cuma Cuap-Cuap Belaka?