Pantauan lapangan, kurang dari 10 rumah tampak kosong. Mulai dari yang terdekat titik nol atau di sekitaran rumah Ketua RT 10 hingga ke sekitaran rumah Hamidah, nama yang disebutkan Teguh sebelumnya sebagai daftar pindah.
Rumah-rumah itu dipenuhi debu bagian dinding, halaman kotor penuh dedaunan kering seperti lama tak dibersihkan pemilik.
Warga setempat menyebut rumah-rumah itu telah ditinggalkan pemilik setelah diganti rugi. Selang satu rumah dari rumah kosong yang ditinggalkan Hamidah, jadi jalan masuk menuju proyek Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) KIPP IKN yang kini sedang dalam pengerjaan.
Hamidah (60) bersama anak dan dua cucunya telah mengosongkan rumah kayu ukuran kecil yang berdiri di atas 155 meter persegi itu sejak Maret 2023 lalu, setelah menerima uang ganti rugi senilai Rp 56 juta.
Saat ditemui Kompas.com Maret lalu, sebelum pindah menetap di Silkar, Kabupaten Paser berbatasan dengan PPU, Hamidah bilang tak punya pilihan mempertahankan rumah juga kebun, meski itu jadi satu-satunya sumber penghasilan.
Dia tak bisa baca tulis. Ikut arus saja. Sikap setuju melepas lahannya bergantung pada sikap kebanyakan orang. Tak jauh dari rumah kosong Hamidah, terdapat dua rumah lain dari beton dan kayu milik Thomy Thomas juga terancam dikosongkan dalam waktu dekat, karena masuk kawasan deliniase IKN.
Thomy sempat menolak nilai ganti rugi yang ditawarkan Tim Pengadaan Tanah IKN karena terlalu kecil. Bagi Thomy tak sebanding dengan lonjakan harga tanah di sekitar IKN yang mencapai Rp 2 – 3 juta per meter.
Thomy ingin pemerintah memberi harga pantas berkisar di atas Rp 1 juta per meter.
Faktanya harga ganti rugi yang diterima warga, berdasarkan penilaian Tim Appraisal masih jauh berkisar Rp 300.000 per meter tergantung kelengkapan surat tanah, letak, tanam tumbuh, bangunan dan sebagainya.
Bahkan ada warga yang dapat harga jauh dari pantas yakni Rp 14.000 per meter.
Kasus ini pernah disoroti Otorita IKN dan DPRD PPU karena menilai tak adil.
16 warga gugat Pada Desember 2022 lalu, saat pembebasan lahan tahap satu, pemerintah membereskan terdahulu lahan warga di Desa Bumi Harapan yang terdelineasi kawasan KIPP seluas 345,81 hektar dan Desa Bukit Raya 0,01 hektar.
Setelah itu, baru bergeser Kelurahan Pemaluan membebaskan sekitar 472,07 hektar yang terdelianse kawasan KIPP IKN.
Dari tiga desa terdekat dengan IKN ini, total lahan warga yang mesti dibebaskan pemerintah sebanyak 817,89 hektar atau 12 persen dari luas kawasan 6.671,55 hektar yang ditetapkan sebagai KIPP melalui UU IKN Nomor 3/2022.
Hamidah yang kini menetap di kabupaten sebelah, Thomy, Teguh, Syara dan beberapa warga lain di RT 10 masuk daftar pembebasan tahap satu.
Kemudian disusul 45 warga lagi pada tahap dua dan 62 warga pada tahap tiga.
Upaya konfirmasi dan perolehan data lahan warga yang telah maupun belum dibebaskan belum mendapat respon dari BPN PPU sebagai pelaksana teknis.
Sepanjang proses itu, pemerintah sudah membayar warga yang setuju, setelah itu mereka harus mengosongkan rumah.
Sementara, warga yang keberatan dengan nilai ganti rugi memilih bertahan.
Mereka enggan menyerahkan surat tanah meski bujuk rayu sampai intimidasi diterima. Gelombang protes perihal nilai ganti rugi itu, akhirnya bermuara di Pengadilan Negeri PPU.
Sebanyak 16 warga termasuk Thomy, Ronggo Warsito dkk melayangkan gugatan keberatan atas nilai ganti rugi yang diberikan Tim Apraisal. Mereka menilai harga itu tidak adil.
Tapi tak satu pun gugatan 16 warga itu dikabulkan majelis hakim alias ditolak seluruhnya.
Usai putusan PN ditolak, BPN PPU langsung menindaklanjuti melalui Surat Nomor AT.02,02/2222.64.09/PTP7/IX/2023 tertanggal 8 September 2023 kepada 16 warga tersebut.
Isi surat meminta 16 warga menyerahkan foto KTP, KK, surat kepemilikan tanah dan bukti pembayaran PBB tahun terbaru untuk divalidasi agar dilakukan pembayaran ganti rugi.
Setelah bayar mereka harus mengosongkan rumah.
Surat yang ditandatangani Kepala BPN PPU, Ade Chandra Wijaya juga sebagai Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah IKN itu juga ditujukan ke Camat Sepaku dan Kades Bumi Harapan.
“Tapi saya masih menolak (serahkan surat tanah). Kalau rumah ini saya serahkan, saya pindah ke mana?
Kebun sudah saya serahkan, sekarang sisa rumah ini satu-satunya,” ungkap Ronggo Warsito, satu dari 16 warga yang disurati BPN.
Rumah beton milik Ronggo hanya berjarak sekitar 500 meter dari titik nol IKN, masuk dalam areal KIPP.
Dia merupakan satu-satunya warga RT 10 Desa Bumi Harapan yang rumahnya terdekat dengan titik nol IKN.
Meski gugatan ditolak PN, pun berkali-kali didatangi petugas, Ronggo tak mau meninggalkan rumahnya.
“Sampai sekarang saya belum serahkan surat-suratnya (tanah). Saya tidak mau (serahkan). Saya mau tetap di dekat KIPP IKN,” tegas Ronggo.
Ronggo mau melepas rumahnya asal nilai ganti rugi di atas Rp 1 juta. Tapi, jika permintaan tersebut tak dikabulkan, Ia lebih memilih meminta lahan pengganti saja, daripada berupa uang.
“Kalau enggak saya minta lahan pengganti saja tapi di luar KIPP,” ungkap dia sambil mengisahkan sulitnya awal membangun rumah itu.
“Dulu saya bangun (rumah) ini setengah mati, di sini masih hutan, listrik tidak ada, air susah, jalan jelek, anak istri kena malaria, tapi kami bertahan.
Sekarang IKN datang suruh kami pergi, enggak mau saya,” kisah Ronggo.
Kepala BPN PPU, Ade Chandra Wijaya belum merespon saat dikonfirmasi Kompas.com melalui pesan singkat pun panggilan telepon.
Jawaban Otorita Deputi Bidang Sosial, Budaya, dan Pemberdayaan Masyarakat Otorita IKN, Alimuddin juga tidak bisa menunjukan di mana letak lahan di kawasan IKN yang dialokasikan untuk Masyarakat saat dikonfirmasi Kompas.com.
“Saya tidak bisa menunjukan titiknya. Yang jelas di WP (wilayah perencanaan) IKN itu ada permukiman yang diperuntukan untuk masyarakat.
Ya, intinya Otorita tidak tutup mata. Kalau ada persoalan seperti itu (warga tersingkir) ya sampaikan,” ungkap dia.
Ketidakjelasan letak lahan pengganti maupun permukiman baru untuk merelokasi warga terdampak membuat warga yakin bahwa IKN menyingkirkan mereka.
Syara misalnya, ingin tetap tinggal di sekitar IKN. Dia mau pemerintah memberi kepastian lahan atau tempat penataan pemukiman baru bagi warga lokal.
“Ya, bikinkan juga kita lah rumah yang layak dekat IKN. Silahkan kami ditata, jangan diusir. Kami juga ada usaha, kami juga mau tinggal di sini,” keluh dia.
Hal serupa juga diinginkan Ronggo, Teguh, Asin, Rania, Thomy dan warga lainnya.
Asin bilang jika sedari awal pemerintah sudah menyiapkan lahan dan penataan warga sekitar, maka tak banyak warga pergi meninggakan kampungnya.
Ronggo menambahkan, selama proses pembebasan lahan warga terus dikebut, tapi pemerintah tak kunjung menyiapkan lahan pengganti atau tempat relokasi warga terdampak, maka semakin banyak warga di lingkar IKN tersingkir.
"Sebab makin banyak yang melepaskan (kehilangan) lahannya, maka semakin banyak pula warga angkat kaki (pindah),” pungkas dia.
Ganti rugi hanya uang
Sedari awal pemerintah hanya menyiapkan uang sebagai bentuk ganti rugi lahan warga.
Hal itu terkonfirmasi dari Kabag Pemerintahan, Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setprov Kaltim, Imanudin yang juga sebagai Anggota Tim Persiapan Pengadaan Lahan IKN.
Imanudin mengakui bahwa sedari awal memang tidak disiapkan pilihan lain selain uang. Hal itu selain cepat dan praktis, kerja tim pengadaan juga dipacu target dan waktu yang singkat.
“Memang pilihan utama agar mudah, maka ganti uang yang pertama.
Lebih cepat proses dan pemberian negara itu dalam bentuk uang mudah, dari khas negara ke rekening warga, pembuktiannya pun lebih nyaman," terang dia.
Merujuk ke Permen ATR, pemberian ganti kerugian uang dilakukan dalam waktu paling lama 17 hari.
Kemudian, tanah pengganti disediakan pemerintah paling lama 6 bulan.
Sementara, relokasi atau permukiman baru, paling lama satu tahun.
Penentuan lokasi tanah pengganti atau permukiman baru, harus didasarkan pada kesepakatan saat musyawarah bersama warga terdampak.
Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik mengaku baru mendengar informasi perihal warga kehilangan lahan.
Untuk itu, dirinya akan berkordinasi dengan Pemda PPU untuk menindaklanjuti hal tersebut.
“Yang jelas kami ingin IKN tetap tumbuh dengan desainnya yang sudah ada, warga dan daerah penyangga di sekitarnya pun ikut tumbuh dan berkembang,” ungkap dia.
Rektor Universitas Mulawarman Samarinda, Abdunnur meminta pemerintah daerah baik Pemkab PPU maupun Pemprov Kaltim segera mengambil langkah memfasilitasi atau menjembatani keresahan warga lokal di sekitar IKN dengan pihak Otorita IKN.
“Biar ada solusi. Kita tentu tidak ingin bahwa masyarakat yang ada di daerah IKN akhirnya terpinggirkan,” ungkap Abdunnur.
Sumber: tribunnews
Artikel Terkait
MBG di Boyolali Disabotase: Ratusan Paket Ditarik, Ada Orang Asing Masuk Kelas!
Biar Bosmu Tahu! Viral Bobby Nasution Razia Truk Pelat Aceh di Sumut Demi Kejar PAD Triliunan
VIRAL Kain Kafan dan Kerangka Manusia Berserakan di Area Proyek Tangerang
Fakta-Fakta Kesiapan IKN Jadi Ibu Kota Politik 2028, Cuma Cuap-Cuap Belaka?