NARASIBARU.COM - Sebuah istilah menusuk, 'Indonesia Gelap', kini menggema di ruang publik, menantang narasi optimistis pembangunan yang kerap digaungkan pemerintah.
Konsep ini bukan sekadar slogan kosong, melainkan sebuah temuan riset yang diklaim sebagai fakta "natural dan organik" oleh Syahganda Nainggolan, Ketua Dewan Direktur Great Institute.
Dalam diskusi panas di podcast Forum Keadilan TV, Syahganda tanpa tedeng aling-aling membedah realitas sosial ekonomi yang ia sebut sebagai penderitaan riil masyarakat, sebuah kondisi yang tumbuh dari bawah, bukan direkayasa oleh kepentingan elite.
Fakta Natural dan Organik, Bukan Rekayasa Elit
Di saat banyak pihak mungkin menganggap isu ini sebagai manuver politik, Syahganda Nainggolan justru memberikan penekanan yang berbeda.
Menurutnya, 'Indonesia Gelap' adalah cerminan langsung dari apa yang dirasakan rakyat jelata.
"Great Institute melakukan riset yang menunjukkan 'Indonesia Gelap' adalah fakta natural, bukan rekayasa, dan bersifat organik," tegas Syahganda dikutip dari YouTube.
Ia menjelaskan bahwa fenomena ini lahir dari akumulasi penderitaan dan keputusasaan di tengah masyarakat, bukan digerakkan oleh agenda politik tertentu.
Pernyataan ini secara langsung menyajikan antitesis terhadap klaim-klaim keberhasilan ekonomi dan menyorot jurang yang menganga antara data di atas kertas dengan kenyataan pahit di lapangan.
Tiga Akar Pahit Penyebab 'Indonesia Gelap'
Syahganda tidak berhenti pada konsep.
Ia merinci tiga pilar utama yang menjadi biang kerok lahirnya kondisi memprihatinkan ini, berdasarkan analisis mendalam lembaganya.
Tiga masalah fundamental ini saling terkait dan menciptakan lingkaran setan pesimisme.
1. Krisis Lapangan Kerja dan Generasi Muda yang 'Hopeless'
Akar masalah pertama yang paling krusial adalah sulitnya mencari penghidupan.
Ini bukan sekadar statistik, melainkan potret nyata keputusasaan yang melanda generasi produktif.
"Anak muda hopeless karena kesulitan mencari kerja," ujar Syahganda.
Ia menunjuk contoh antrean pencari kerja yang membludak di Cianjur dan Bekasi, hingga insiden tragis desak-desakan saat pembagian makanan di Garut sebagai bukti nyata betapa beratnya beban hidup saat ini.
2. Korupsi Merajalela yang Menggerogoti Kepercayaan
Penyakit kronis bangsa, korupsi, menjadi pilar kedua.
Menurut Syahganda, praktik lancung ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga menghancurkan fondasi kepercayaan publik terhadap pemerintah dan institusinya.
"Publik melihat pejabat hanya merampok sementara rakyat menderita," katanya prihatin.
Persepsi ini menciptakan alienasi, di mana rakyat merasa negara tidak lagi berpihak pada mereka.
3. Masalah Institusional dan Pesimisme Publik
Terakhir, lambatnya kinerja institusi negara dalam menjawab kebutuhan publik memperparah keadaan.
Birokrasi yang berbelit dan tidak responsif melahirkan apatisme massal.
"Reformasi birokrasi yang lambat membuat publik pesimis," jelas Syahganda.
Ketika institusi yang seharusnya melayani justru terasa jauh dan lamban, lahirlah pesimisme kolektif yang menjadi bahan bakar 'Indonesia Gelap'.
Ditunggangi Koruptor Dendam? Sisi Lain 'Indonesia Gelap'
Menariknya, saat disinggung pernyataan Prabowo Subianto bahwa 'Indonesia Gelap' digerakkan oleh koruptor, Syahganda memberikan pandangan yang selaras namun dengan bumbu tambahan.
Ia sepakat, bahkan membuka kemungkinan adanya agenda lain di balik fenomena ini.
Syahganda menyebut ada potensi fenomena ini "ditunggangi koruptor yang dendam karena hartanya disita".
Hal ini menunjukkan betapa kompleksnya situasi, di mana penderitaan rakyat bisa berkelindan dengan pertarungan kepentingan para elite yang pernah tersandung kasus hukum, menjadikan analisis 'Indonesia Gelap' sebagai alarm serius yang tak bisa diabaikan.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
ANEH! Kekayaan Kaesang Tetap Selangit Meski Nasib Bisnisnya Nggak Jelas, Kok Bisa?
IKN Terancam Mandek di Era Prabowo? 4 Fakta di Balik Usulan Moratorium Yang Mengguncang Parlemen!
Ketua DPD: Kopdes Merah Putih Harus Mampu Putus Mata Rantai Praktik Lintah Darat
Kasihan! Prabowo Sebut Sri Mulyani Stres Tiap Dipanggil, Gara-Gara Apa?