BISNIS PEKANBARU - Fitch Ratings memperkirakan pertumbuhan ekonomi yang kuat di negara-negara berkembang di APAC seperti India, Indonesia, Filipina, dan Vietnam pada tahun 2024.
Pertumbuhan ekonomi akan menjadi kekuatan pendorong di kawasan Asia-Pasifik (APAC) pada tahun 2024, khususnya di negara-negara emerging market (EM). Kondisi ini memberikan latar belakang yang menguntungkan bagi berbagai sektor.
Menurut Fitch Ratings, meskipun ekspansi PDB riil diperkirakan akan kuat di India, Filipina, dan Vietnam, tantangan dari pertumbuhan Tiongkok yang lebih lambat, lemahnya permintaan global, dan peningkatan beban bunga menyusul kenaikan suku bunga dapat melemahkan kinerja sektor ini.
Prospeknya menunjukkan bahwa sebagian besar sektor di APAC diperkirakan akan mempertahankan sikap netral pada tahun 2024, dengan mempertimbangkan kekuatan penyeimbang yang ada.
Baca Juga: Penampakan Tesla Model Y Keluaran Gigafactory Akhirnya Dipamerkan di Singapura
Meskipun negara-negara berkembang siap untuk mencapai pertumbuhan yang kuat, sektor-sektor di Tiongkok menghadapi hambatan karena pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat, adaptasi kebijakan pemerintah, dan suku bunga yang lebih rendah.
Laporan ini menggarisbawahi potensi risiko yang terkait dengan perlambatan pertumbuhan Tiongkok yang lebih tajam, yang dapat berdampak pada berbagai sektor, sehingga menimbulkan implikasi kredit yang merugikan secara regional.
Dinamika perekonomian yang berkembang, kebijakan pemerintah, dan kondisi pasar global akan secara signifikan mempengaruhi arah proyeksi sektor tertentu.
Baca Juga: Samsung Jalin Kerja Sama dengan Tesla Untuk Layanan Manajemen Energi Lewat Aplikasi SmartThing
Puncak siklus suku bunga diperkirakan akan berdampak lebih besar pada sektor perbankan di negara-negara maju di APAC dibandingkan dengan sektor perbankan di negara-negara berkembang.
Fitch memperkirakan tekanan pada margin bunga bersih (NIM) dan rasio kredit bermasalah di pasar negara maju pada tahun 2024.
Meskipun pelemahan diperkirakan tidak terlalu besar, Australia dan Selandia Baru mungkin akan mengalami tantangan yang lebih besar dalam kualitas aset seiring dengan kenaikan suku bunga.
Potensi pelonggaran kebijakan moneter yang lebih besar di Amerika Serikat dapat mempengaruhi pemerintah APAC untuk menurunkan suku bunga lebih cepat, mengurangi beban bunga bagi peminjam namun meningkatkan tekanan pada NIM perbankan.
Artikel Terkait
Harga BBM Dex Series Naik Lagi per 1 November 2025
Makin Pede! Menkeu Purbaya Pamer Topi “8%”
Mantan Menteri ESDM Kupas Konspirasi di Balik Polemik Freeport
Luhut Akui Proyek Whoosh Bermasalah Sejak Awal: Saya Terima Sudah Busuk Itu Barang