NARASIBARU.COM - Polda Metro Jaya didorong untuk menyelidiki aliran dana yang diduga diterima oleh eks Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, dalam praktik pengamanan situs judi online (judol).
"Harus dilakukan penyelidikan terhadap uang hasil kejahatan, alirannya, dan semua yang menerima uang hasil kejahatan harus diproses hukum," kata Pakar Hukum Pidana dari Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf, saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, Minggu (18/5/2025).
Menurut Hudi, apabila dalam proses penyelidikan ditemukan dua alat bukti yang cukup, maka Budi Arie bersama Projo — organisasi relawan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, yang didirikan Budi Arie— dapat diproses hukum dan ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Projo dapat dijerat TPPU maupun tersangka korporasi apabila terbukti mengetahui bahwa dana yang diduga diterima dari Budi Arie merupakan hasil tindak pidana dari pengamanan judol.
"Iya, sangat memungkinkan semua entitas hukum, apabila menerima uang hasil kejahatan, dapat dijerat banyak pasal termasuk TPPU," ucapnya.
Sebelumnya, pemberitaan Inilah.com berjudul "Klaim Dikhianati Anak Buah, Ternyata Budi Arie Minta Jatah 50 Persen Pengamanan Judol" menuai banyak komentar publik. Salah satunya datang dari Cecep Almualif yang mendesak agar aliran dana dari pengamanan situs judol ke Projo diusut tuntas.
"Usut sampai tuntas aliran dananya sampai ke mana... Sekarang tahu kan Projo seperti apa...," ucap Cecep.
Dalam pemberitaan tersebut, eks Menkominfo Budi Arie Setiadi disebut meminta jatah 50 persen dari praktik pengamanan situs judol. Hal ini terungkap dalam surat dakwaan terhadap sejumlah pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang kini telah berubah nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Para terdakwa dalam kasus ini adalah Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan alias Agus.
Dari praktik tersebut, terungkap bahwa keuntungan dibagi rata, namun Budi Arie disebut mendapat bagian paling besar.
"Terdakwa dan para pelaku sepakat membagi hasil. Sebesar 50 persen diberikan kepada Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi," bunyi surat dakwaan.
Zulkarnaen bahkan disebut beberapa kali memanfaatkan kedekatannya dengan sang menteri untuk meyakinkan pihak lain bahwa aktivitas tersebut aman.
"Saya teman dekat Pak Menteri," tutur Zulkarnaen kepada salah satu terdakwa lain, dalam pertemuan yang turut diungkap dalam dakwaan.
Ketika praktik ini sempat terhenti pada April 2024, Zulkarnaen disebut menemui Budi Arie di rumah dinas Menkominfo di Widya Chandra, Jakarta. Dalam pertemuan itu, ia meminta agar praktik dilanjutkan, dan permintaan tersebut disetujui.
"Terdakwa kemudian menemui Menteri Budi Arie Setiadi di rumah dinas Widya Chandra dan mendapatkan restu untuk melanjutkan praktik," bunyi surat dakwaan.
Total situs yang diamankan agar tidak diblokir mencapai lebih dari 10 ribu situs judi online, dengan perputaran uang mencapai puluhan miliar rupiah.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Budi Arie Setiadi terkait penyebutan namanya dalam surat dakwaan tersebut. Sebelumnya, ia sempat membantah terlibat dan mengaku korban serta merasa dikhianati oleh anak buahnya.
Sementara, Sekretaris Jenderal DPP Pro Jokowi (Projo), Handoko, membantah tuduhan bahwa Budi Arie menerima bagian sebesar 50 persen dari praktik pengamanan situs judi online. Nama Budi Arie memang tercantum dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa, berkaitan dengan keterlibatan para terdakwa yakni Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan alias Agus. Namun, klaim dia, Budi Arie tidak mengetahui terkait permintaan tersebut.
"Dakwaan JPU tidak menyebutkan Budi Arie tahu, apalagi menerima uang haram tersebut. Faktanya, memang Budi Arie tidak tahu soal pembagian sogokan itu, apalagi menerimanya, baik sebagian maupun keseluruhan," ujar Handoko, Minggu (18/5/2025).
Handoko menegaskan bahwa isu yang beredar hanyalah upaya framing negatif yang sengaja dibentuk untuk merusak reputasi Budi Arie, yang kini menjabat sebagai Menteri Koperasi.
"Framing jahat untuk menghancurkan seseorang biasanya dibangun dari informasi atau data yang tidak utuh, ditambah pesan subjektif insinuatif," tuturnya.
Ia juga mengingatkan bahwa proses hukum atas kasus ini tengah berlangsung di pengadilan secara terbuka. Handoko mengajak masyarakat untuk mencari informasi yang benar dan menyeluruh dari sumber-sumber terpercaya.
"Jangan belokkan fakta hukum dengan asumsi yang tidak faktual, apalagi framing jahat untuk membunuh karakter Budi Arie Setiadi," tegasnya.
Sumber: inilah
Artikel Terkait
Cerita Novel Baswedan Ajukan Diri Tangkap Harun Masiku, tapi Ditolak Firli Bahuri
Rumor Pergantian Jaksa Agung ST Burhanuddin, Inikah Sosok Penggantinya?
Budi Arie Disebut Terima Duit Sogokan Kasus Judol, Projo: Stop Framing Jahat!
Nama Budi Arie Terseret di Kasus Judol, Projo Gerah: Ini Framing Negatif!