NARASIBARU.COM - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), Anthony Budiawan, menyebut, jika kasus hukum terhadap Tom Lembong dihentikan, maka hukum yang menjerat direktur perusahaan gula juga harus ditiadakan.
Untuk itu, kata Anthony, Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung harus perintahkan agar semua direktur dari perusahaan gula yang masih ditahan untuk segera dibebaskan.
"Kalau tidak, maka Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung bisa dianggap membangkang terhadap (keputusan) Presiden," ujar Anthony, Minggu (3/8/2025).
Dikatakan Anthony, dengan pemberian abolisi kepada Tom Lembong mesti menjadi pesan kuat dari Presiden Prabowo kepada semua aparat penegak hukum agar bertindak secara profesional, sesuai hukum yang berlaku.
"Tidak ada lagi kriminalisasi kasus hukum," sebutnya.
Ia menekankan bahwa peristiwa ini juga sekaligus menjadi tonggak keruntuhan pengaruh Jokowi di bidang politik dan hukum Indonesia.
"Ketika Jokowi tidak ada pengaruh lagi dalam bidang hukum, dengan hak dan kewajiban hukum yang sama dengan masyarakat lainnya, Jokowi diperkirakan akan menghadapi banyak kasus hukum ke depannya," terangnya.
Dibeberkan Anthony, ada beberapa di antara kasus hukum yang bisa hadapi Jokowi seperti dugaan pidana.
"Termasuk pidana korupsi, yang dilakukannya selama10 tahun menjabat presiden," tandasnya.
REKOR! Tak Lagi Jadi Presiden, Jokowi Kini Berhadapan Dengan '3 Kasus Hukum'
NARASIBARU.COM - Belakangan ini, mantan Presiden Joko Widodo menjadi sorotan publik karena terseret dalam berbagai persoalan, yang bahkan sampai berujung pada laporan ke pihak kepolisian.
Dalam beberapa kasus, Jokowi disebut baik sebagai pihak yang dilaporkan maupun sebagai pelapor.
Salah satu isu yang cukup menyita perhatian adalah dugaan ijazah palsu yang ditujukan kepadanya.
Tuduhan ini datang dari mantan Menpora Roy Suryo, ahli digital forensik Rismon Sianipar, dan dokter Tifauzia Tyassuma.
Ketiganya meragukan keaslian ijazah sarjana Jokowi dan mendesak Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk menunjukkan dokumen aslinya.
Kegaduhan yang timbul akibat tudingan ini akhirnya mendorong sekelompok pengacara dari Peradi Bersatu untuk melaporkan mereka ke Bareskrim Polri pada Kamis, 24 April 2025.
"Kami akan melaporkan terkait tudingan ijazah palsu, dugaan penghinaan, penghasutan, dan membuat gaduh," kata Sekretaris Jenderal Peradi Bersatu Ade Darmawan di Bareskrim Polri, Kamis, 24 April 2025.
Lantas, apa saja kasus hukum yang saat ini sedang menyeret Jokowi? Simak rangkuman informasinya berikut ini.
1. Gugatan Wanprestasi Terkait Mobil Esemka
Seorang warga Solo menggugat mantan Presiden Jokowi, Wakil Presiden ke-13 RI Ma’ruf Amin, serta PT Solo Manufaktur Kreasi atas dugaan wanprestasi terkait mobil Esemka.
Gugatan itu diajukan oleh seorang warga Solo bernama Aufaa Luqman Re. A ke PN Solo.
Luqman mengklaim sempat berminat membeli mobil Esemka Bima untuk usaha angkutan, namun proyek itu dinilai gagal terealisasi.
Jokowi disebut pernah berjanji mendukung Esemka sebagai mobil nasional sejak masih menjabat Wali Kota Solo.
Sidang perdana atas perkara ini digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Solo, Jawa Tengah, Kamis, 24 April 2025.
Namun, Presiden Jokowi tidak hadir secara langsung dalam persidangan. Kuasa hukum Jokowi, YB Irpan menyatakan bahwa Jokowi absen karena melawat ke Vatikan untuk menghadiri pemakaman Paus Fransiskus.
“Beliau, posisi kemarin di Jakarta, dan barusan saya mendengar berita bahwa Pak Jokowi mendapat utusan khusus dari Presiden Prabowo untuk melakukan kunjungan melayat ke Vatikan atas meninggalnya Paus Fransiskus, berapa hari kurang tahu," ujar Irpan kepada wartawan di PN Kota Solo, Kamis, 24 April 2025.
2. Tuduhan Ijazah Palsu SMA
Presiden Jokowi juga tengah digugat atas tuduhan menggunakan ijazah SMA palsu.
Gugatan itu diajukan ke Pengadilan Negeri Kota Solo oleh seorang pengacara bernama Muhammad Taufiq.
Ia didampingi tim kuasa hukumnya yang mengatasnamakan diri sebagai kelompok Tim Ijazah Palsu Usaha Gakpunya Malu (TIPU UGM).
Dalam gugatan itu, selain Jokowi ada tiga tergugat lainnya yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Solo, SMA Negeri (SMAN) 6 Solo, serta Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Sidang perdana perkara ini telah digelar pada Kamis, 24 April 2025.
Melalui proses sidang itu, pihak tergugat maupun penggugat sepakat dan diputuskan akan dilakukan mediasi.
Baik tergugat dan penggugat sepakat menunjuk mediator dari luar PN Kota Solo, Adi Sulistiyono yang merupakan Guru Besar Bidang Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.
Taufiq mengatakan mediasi akan dilakukan di PN Kota Solo pada Rabu, 30 April 2025.
Ia memastikan mediasi itu bukan maksud berdamai, tetapi sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016.
“Kami masih berharap mediasi nanti Jokowi datang dan menunjukan ijazah aslinya,” ungkap dia.
3. Tuduhan Ijazah Palsu UGM
Sebelum Peradi Bersatu melaporkan Roy Suryo CS atas tuduhan fitnah ijazah palsu Jokowi, mantan Wali Kota Solo itu telah lebih dulu mengumumkan sedang mempertimbangkan mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang masih mempersoalkan tentang keaslian ijazahnya dari UGM Yogyakarta.
"Ya dipertimbangkan untuk dikaji lebih dalam oleh pengacara (kuasa hukum) karena memang sudah disampaikan oleh Rektor UGM, terakhir juga disampaikan oleh Dekan Fakultas Kehutanan, kan sudah jelas semuanya," ujar Jokowi ketika ditemui wartawan di rumahnya di Kelurahan Sumber, Solo, Jawa Tengah.
Jokowi menyampaikan alasan akan mengambil langkah hukum karena ingin menunjukkan kebenarannya.
Terlebih sudah ada pihak berkompeten menyampaikan keabsahan ijazah miliknya, yakni Rektor UGM, tapi masih ada pihak-pihak yang terus mempersoalkannya.
Mengejutkan! Jokowi Diduga 'Sudah Tahu' Sejak Lama Skandal Korupsi Pertamina
NARASIBARU.COM - Analis Politik Hendri Satrio mempertanyakan soal kasus korupsi Pertamina yang belakangan ini menggemparkan publik.
Menurut Hendri, kasus sebesar ini tidak mungkin hanya berlangsung sebentar saja, pasti sudah sejak lama.
Dan hal-hal seperti ini tentu secara tidak langsung pasti akan tercium pemerintah sejak lama pula.
Namun, pada kenyataannya, kasus korupsi tersebut masih memunculkan banyak tanda tanya, termasuk dalang di baliknya.
“Tapi iya sih masak sih petinggi negeri ini nggak tau,” ucap Hendri, dikutip dari youtubenya, Kamis (6/3/25).
Hendri sontak menyoroti statement dari Eks Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan.
Karen sempat mengakui di depan kamera bahwa pemerintah sebenarnya sudah mengetahui tentang korupsi tersebut, dalam hal ini adalah presiden.
“Yang menarik itu omongannya mantan direktur Pertamina yang sudah divonis itu Bu Karen Agustiawan, ini adalah perintah jabatan atau apa, jadi harus disesuaikan,” ujarnya.
“Kata dia (Bu Karen), ini presiden juga tahu,” tambahnya.
Menelaah statement dari Karen, Hendri sontak berpikir kritis lantas jika presiden mengetahui, maka siapa yang menjadi presiden saat masalah tersebut muncul.
“Kalau presiden tahu, waktu itu siapa presidennya? Dan dia beneran tahu atau tidak?,” sebut Hendri.
Menurut Hendri praktik-praktik yang terjadi belakangan ini dan merugikan negara harus segera dihilangkan dari muka bumi, agar tidak merusak negara.
“Menurut saya, praktik-praktik yang merugikan negara gini seharusnya segera dihilangkan lah,” ucapnya.
Hukuman ini lebih berat dari vonis Pengadilan Tipikor yakni 9 tahun penjara yang dibacakan pada Juni 2024.
Kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair terjadi pada kurun waktu 2011-2014 namun baru ditetapkan tersangka oleh KPK pada September 2023.
Menariknya dalam sidang yang dijalani Karen Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla atau JK menjadi saksi meringankan pada Kamis, 16 Mei 2024.
Berikut beberapa poin kesaksian JK diungkapkan dalam persidangan :
Akui Bingung
Menurut JK yang saat itu menjadi wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, era 2004-2009 dan Joko Widodo atau Jokowi periode 2014-2019, saat menjabat sebagai Dirut Pertamina, Karen hanya menjalankan tugas dari presiden untuk memenuhi pasokan cadangan energi di atas 30 persen.
“Saya juga bingung kenapa dia terdakwa, karena dia menjalankan tugasnya. Instruksi dari presiden ke Pertamina. Instruksinya harus dipenuhi di atas 30 persen. Saya ikut membahas hal ini kebetulan saya di pemerintah waktu itu,” kata JK.
Sesuai Instruksi
Menurut JK, pengadaan LNG yang dilakukan Karen berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, yang ditujukan kepada PT Pertamina.
Dalam aturan itu, JK menyebut ada instruksi untuk Pertamina agar mencapai sasaran kebijakan energi nasional.
Antara lain mewujudkan energi (primer) mix yang optimal pada 2025, dengan peranan gas bumi menjadi lebih 30 persen terhadap konsumsi energi nasional.
JK menjelaskan, instruksi tersebut juga seiring dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.
“Saya ikut membahas hal ini karena kebetulan saya masih di pemerintahan saat itu,” jelasnya.
Bandingkan Dengan Seluruh BUMN Karya yang Merugi
JK berujar bahwa perusahaan seperti halnya Pertamina wajar bila rugi saat menjalankan bisnis, termasuk LNG.
Potensi tersebut karena banyak faktor salah satunya saat pandemi covid-19 pada 2020 silam.
Menurut JK, bila semua perusahaan rugi harus dihukum, kata dia, maka seluruh BUMN Karya juga harus dihukum.
“Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum, maka seluruh BUMN Karya harus dihukum, ini bahayanya. Kalau Dirut Pertamina dihukum, kita bertindak terlalu menganiaya. Ini bahaya, orang tidak mau bekerja di perusahaan negara, tidak ada lagi orang berani berinovasi,” jelasnya.
'Jokowi dan Korupsi'
Nama Joko Widodo alias Jokowi melambung di media massa. Muasalnya, nama Jokowi, Presiden ketujuh Republik Indonesia, masuk dalam daftar nominasi tokoh terkorup 2024 versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
Organisasi ini diketahui dibentuk untuk membantu masyarakat di kawasan Eropa Timur dan Eurasia guna memahami bagaimana kejahatan-kejahatan terorganisir dan korupsi terjadi.
Gorengan OCCRP menyedot perhatian publik tak hanya dalam negeri, tetapi juga luar negeri.
Respons dan pertanyaan berkelebat. Benarkah tudingan kepada Jokowi, bekas Wali Kota Solo, tepat atau salah alamat?
Pertanyaan itu tentu beralasan mengingat tudingan korupsi terhadap Jokowi datang jauh-jauh dari daratan Eropa dan bukan dari rakyat atau pegiat antikorupsi dalam negeri.
Sedang di sisi lain, Jokowi adalah kepala negara yang dianggap sukses mengemban mandat rakyat selama dua periode, terlepas dari plus minusnya.
Tudingan lembaga itu bukan sekadar menyasar Jokowi. Empat tokoh lain juga masuk dalam list tudingan korupsi OCCRP.
Mereka adalah Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, dan pengusaha kaya raya dari India Gautam Adani.
Publik tentu sepakat, korupsi di mana pun di muka bumi adalah musuh rakyat. Publik juga paham bahwa membiarkan korupsi merajalela bak virus dalam tubuh negara adalah bentuk pengingkaran pemimpin terhadap mandat formal rakyat.
Korupsi (versi Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI) merujuk makna leksikal sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Begitu pula World Bank (2000) memberikan batasan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi.
Namun, bagaimana nama Jokowi masuk dalam list tokoh terkorup 2024 versi OCCRP menjadi pertanyaan lain yang segera ditemukan jawabannya terutama di Indonesia.
Mengapa pula korupsi yang terjadi di Indonesia menjadi atensi lembaga-lembaga pemantau korupsi dunia seperti OCCRP?
Macam mana Jokowi sebagai pemimpin dengan rekam jejak (track record) terukur menjadi sasaran black campaign di antara segelintir elite negeri oleh lembaga pegiat antikorupsi sekelas OCCRP?
Sebegitu bengiskah lembaga itu atas diri Jokowi lalu menempatkannya sebagai salah satu mantan pemimpin terkorup di dunia pada 2024? Ini pertanyaan penting lainnya.
Musuh Bersama
Korupsi adalah musuh bersama rakyat. Praktik korupsi nyaris menyertai perjalanan pemerintahan setiap terjadi rotasi kepemimpinan nasional hingga daerah di Indonesia.
Para pelaku korupsi kadang apes di tangan aparat penegak hukum.
Ada pula kasus yang tetap jadi misteri menyusul main mata satu sama lain dengan rezim yang berkuasa melalui oknum elite yang searah kiblat politik.
Sejarah pemerintahan bangsa Indonesia mencatat, banyak oknum elite politik partai penguasa lepas dari jerat hukum dengan memanfaatkan kuasa formal.
Di sisi lain, ada (terutama yang berada di luar kekuasaan formal) yang apes lalu masuk jeruji besi.
Para pemimpin Indonesia sejak Presiden Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo hingga Prabowo Subianto memiliki komitmen kuat dalam memberantas korupsi.
Langkah ini sebagai bentuk tanggung jawab moral politik dalam upaya menyejahterakan rakyat mulai dari kota hingga pelosok kampung atau desa.
Rakyat terutama para pegiat antikorupsi juga memiliki perhatian mengawasi sepak terjang kekuasaan setiap berganti rezim.
Keterlibatan rakyat dan para stakeholders ini juga menjadi bagian dari tanggung jawab meminimalisir praktik korupsi dalam kekuasaan modern yang di-back up lembaga-lembaga antikorupsi, aparat penegak hukum hingga elemen-elemen rakyat lainnya.
Bahkan lembaga-lembaga pegiat antikorupsi global semisal OCCRP yang belakangan heboh di tengah publik tanah air yang menyeret nama Jokowi dalam daftar nominasi tokoh terkorup tahun 2024. Mengapa begitu?
Bonum Commune Communitatis
Masuknya nama Jokowi dalam daftar nominasi tokoh terkorup versi OCCRP dapat dibaca dari beberapa sudut pandang.
Pertama, potensi praktik korupsi masih menyertai perjalanan kekuasaan pasca kepemimpinan Jokowi.
Era Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi harapan dan kerinduan kolektif rakyat Indonesia agar mandat kekuasaan formal sejatinya diarahkan pada kebaikan dan kepentingan bersama komunitas atau dalam istilah Latin, bonum commune communitatis.
Kedua, kekuasaan politik formal para pemimpin selalu diingatkan bahwa rakyat adalah muara pengabdian sehingga praktik korupsi yang membawa rakyat dalam kubangan kemiskinan adalah pekerjaan maha berat.
Mental koruptif oknum elite yang berada dalam pusaran kekuasaan formal mesti dibasmi bahkan dijauhkan demi meraih kesejahteraan, yang menjadi cita-cita pemimpin melalui sumpah dan janji di hadapan pemimpin agama.
Ketiga, praktik korupsi tidak hanya melibatkan elite politik yang bersekongkol dengan para oknum mafia tetapi melibatkan pula elite kekuasaan formal yang kerap berlindung di balik jargon wong cilik.
Wong cilik selalu jadi bemper elite dalam menjalankan praktik korupsi demi menggelembungkan pundi-pundi partai dan segelintir elite.
Praktik korupsi ini tak lebih seperti yang lain meneguk alkohol dalam jumlah besar tapi mabuknya dititip ke orang lain.
Keempat, era kepemimpinan Jokowi dua periode baik berpasangan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla maupun Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, Jokowi juga memiliki komitmen kuat memberantas korupsi.
Jokowi menegaskan komitmen pemerintah ihwal korupsi tidak pernah surut. Upaya pencegahan gencar dengan menata sistem pemerintahan dan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel.
Salah satu contoh nyata, rezim Jokowi mengembangkan sistem pemerintahan berbasis elektronik. Kemudian perizinan Online Single Submission (OSS) dan pengadaan barang dan jasa melalui mekanisme katalog elektronik (e-catalog).
Itu adalah sebagian kecil kerja-kerja Jokowi selama memimpin negeri ini dalam upaya mencegah meluasnya praktik korupsi.
Oleh karena itu, penempatan nama Jokowi dalam list nominasi tokoh terkorup 2024 versi OCCRP dapat dipandang sebagai sesuatu yang utopis dan prematur. Sematan itu juga debatable.
Kelima, sebagai negara dengan kandungan sumber daya alam (SDA) melimpah dan dengan kepemimpinan yang kuat Indonesia akan senantiasa menjadi sentra perhatian global.
Di tengah persaingan global yang kian ketat, para pemimpin Indonesia juga akan menghadapi tekanan dahsyat terutama dalam rencana kerja sama bilateral maupun multilateral yang mutualistik.
Keenam, kepemimpinan elite formal yang kuat abai korupsi ditopang dukungan penuh rakyat akan selalu jadi batu sandungan bagi dunia.
Caranya, bisa melalui black campaigns sekadar menggerus kepercayaan publik yang kian kental. Rilis OCCRP tentang Jokowi dan korupsi mesti dibaca dengan teliti mengingat agenda pemberantasan korupsi dalam negeri menjadi concern para presiden Indonesia selama ini sejak masa Habibie.
Agenda pemberantasan korupsi juga akan dilanjutkan Presiden Prabowo demi meraih kebaikan bersama.
Jangan sampai agenda ini dijegal di era kepemimpinan saat ini. Bisa saja nama Jokowi sekadar dihadirkan sebagai ‘tumbal kekuasaan’, namun justru membidik rezim Prabowo-Gibran yang punya komitmen kuat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. ***
Artikel Terkait
Hasto dan Lembong Bebas, Rakyat Desak Prabowo Buka Borok Kasus Jokowi Yang Mengendap di Era Lalu!
Pakar Ungkap Sosok Yang Diduga Lakukan Politisasi Hukum Kasus Hasto dan Tom Lembong
KPK Tangkap 5 Pejabat Dalam Kasus Jalan Sumut, Tapi Gubernur Bobby Nasution Masih Aman, Kok Bisa?
Prabowo Bawa Secercah Keadilan, Saatnya Usut Kasus Jokowi dan Keluarga