Aktivis Bandingkan Fotokopi Ijazah Jokowi Dengan Rekayasa CCTV Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua Oleh Polisi

- Jumat, 23 Mei 2025 | 14:30 WIB
Aktivis Bandingkan Fotokopi Ijazah Jokowi Dengan Rekayasa CCTV Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua Oleh Polisi




NARASIBARU.COM - Aktivis sekaligus pengamat sosial-politik Nicho Silalahi kembali mencuri perhatian publik setelah melontarkan kritik pedas terhadap institusi negara, khususnya soal sikap dan pernyataan aparat dalam merespons isu keaslian ijazah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 


Melalui media sosial, Nicho menyoroti bagaimana Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro dengan santai mengomentari keaslian ijazah mantan seorang kepala negara, namun yang ditampilkan kepada publik justru hanyalah salinan fotokopi yang diperbesar.


Dalam unggahannya, Nicho menyebut, “Ga usah heran kalau Brigjen ngomong tentang penegasan keaslian sebuah ijazah Jokowi tapi malah foto copy yang ditampilkan segede gaban.” 


Sindiran tajam ini menggarisbawahi kekecewaan publik yang semakin melebar, terutama dalam hal transparansi dan integritas informasi dari pejabat tinggi.


Menurut Nicho, tindakan menampilkan fotokopi alih-alih dokumen asli dalam isu sepenting keabsahan ijazah seorang presiden adalah tindakan yang mencederai nalar publik. 


“Mengapa yang ditampilkan bukan dokumen asli? Mengapa justru diperbesar dan difotokopi, seolah ingin mengesankan keaslian lewat visualisasi semu?” tanyanya retoris.


Tak berhenti sampai di situ, Nicho pun menarik kembali ingatan publik pada satu peristiwa kelam dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia: kasus pembunuhan Brigadir Yosua (Brigadir J). Dalam kasus ini, seorang perwira tinggi Polri berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen) diduga merekayasa rekaman CCTV untuk mengaburkan fakta.


“Bukankah dulu pernah CCTV direkayasa oleh seorang Irjen terkait pembunuhan anggotanya?” ujar Nicho dalam pernyataan yang menyiratkan bahwa ada pola sistemik dalam manipulasi informasi oleh aparat negara.


Pernyataan ini jelas merujuk pada skandal besar di tubuh Polri tahun 2022, ketika publik dikejutkan oleh dugaan keterlibatan Irjen Ferdy Sambo dalam mengatur kronologi dan bukti pembunuhan terhadap ajudannya sendiri. Dalam kasus tersebut, rekaman CCTV di rumah dinas jenderal tersebut sempat dilaporkan rusak, namun kemudian terungkap bahwa ada upaya penghilangan atau rekayasa yang disengaja.


Dengan mengaitkan dua peristiwa ini, Nicho menyampaikan kekhawatiran yang lebih dalam: krisis kepercayaan terhadap institusi negara yang makin memburuk. Ketika aparat yang seharusnya menjamin kebenaran justru terindikasi bermain dalam wilayah manipulasi, maka demokrasi dan keadilan berada dalam ancaman nyata.


“Jika dua perwira tinggi saja bisa dengan ringan merekayasa kebenaran—baik lewat penghilangan bukti seperti CCTV atau memanipulasi persepsi publik dengan fotokopi ijazah—lalu di mana kita bisa berharap pada integritas institusi negara?” tegas Nicho.


Kritik Nicho Silalahi adalah peringatan penting di tengah hiruk-pikuk informasi dan pencitraan politik. Ia mengajak publik untuk tidak sekadar menerima informasi visual atau simbolik tanpa logika dan pembuktian. Dalam negara demokrasi yang sehat, transparansi adalah fondasi utama. Ketika fondasi itu mulai digerogoti oleh tindakan manipulatif, maka yang lahir bukanlah kepercayaan, melainkan kecurigaan kolektif.


Dan seperti kata Nicho: jangan heran, ketika sebuah bangsa mulai terbiasa mempercayai fotokopi daripada kebenaran.

Komentar