Rektor UGM Dipanggil Prabowo: Benarkah Ada Yang 'Disembunyikan' Soal Ijazah Jokowi?
Kasus dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus bergulir bak bola salju yang tak kunjung mencair, meski telah melewati beragam ruang sidang dan komentar publik.
Masyarakat menyaksikan bagaimana isu ini bukan hanya berhenti sebagai polemik, tetapi telah menjadi simbol krisis kepercayaan terhadap institusi negara dan akademik.
Baru-baru ini, publik dikejutkan oleh informasi bahwa Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Ova Emilia, telah dipanggil oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Pemanggilan ini menjadi titik penting dalam dinamika kasus yang tak kunjung reda.
Awal Mula Kontroversi
Isu ini mulai mencuat ke publik saat sejumlah pihak mempertanyakan keabsahan ijazah Jokowi dari Universitas Gadjah Mada.
Tuduhan tersebut sempat dianggap remeh, bahkan dicibir oleh sebagian besar media arus utama.
Namun, kasus ini memperoleh panggung serius ketika diproses secara hukum, termasuk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Mahkamah Konstitusi dalam rangkaian gugatan terhadap validitas pencalonan presiden.
Salah satu tokoh yang konsisten menyuarakan keraguan atas keaslian ijazah tersebut adalah Bambang Tri Mulyono.
Ia bahkan menerbitkan buku kontroversial yang menyatakan bahwa Jokowi tak pernah benar-benar menjadi mahasiswa UGM.
Buku tersebut telah dilarang beredar, dan penulisnya sempat ditangkap, memperlihatkan bagaimana negara merespons secara represif terhadap narasi alternatif yang menyentuh legitimasi simbol negara.
Posisi UGM dan Pemanggilan Rektor
Universitas Gadjah Mada, sebagai institusi yang disebut-sebut menerbitkan ijazah Jokowi, berada dalam tekanan luar biasa.
Dalam beberapa kesempatan, pihak universitas menegaskan bahwa Jokowi adalah alumni sah UGM, jurusan Kehutanan, angkatan 1980.
Namun, penegasan itu dirasa sebagian publik tidak cukup kuat, karena tidak disertai pembukaan data lengkap secara transparan.
Puncaknya adalah kabar mengejutkan: Rektor UGM, Prof. Ova Emilia, dipanggil oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Hingga kini belum ada penjelasan resmi perihal isi pembicaraan antara keduanya, namun waktu pemanggilan yang berdekatan dengan maraknya isu ijazah palsu membuat banyak kalangan menafsirkan hal itu sebagai manuver politik atau, paling tidak, bentuk “verifikasi politik” informal oleh presiden masa depan.
Publik menafsirkan pemanggilan tersebut sebagai tanda bahwa Prabowo ingin memastikan landasan moral dan legalitas kekuasaan yang sedang ia warisi.
Ada pula yang menilai bahwa Prabowo sedang mempersiapkan diri untuk menjaga jarak dari potensi skandal yang mungkin menyeret warisan Jokowi.
Apa pun niat di balik pemanggilan itu, satu hal yang jelas: isu ijazah ini tak lagi bisa diabaikan, dan UGM sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia kini menjadi episentrum pertaruhan integritas.
Titik Temu Antara Keadilan dan Politik
Polemik ijazah ini telah menjelma menjadi lebih dari sekadar soal dokumen akademik. Ia telah menjadi titik temu antara keadilan, politik, dan kepercayaan publik.
Ketika lembaga pendidikan diduga ikut bermain dalam ranah kekuasaan, atau bahkan menjadi tameng kekuasaan, maka masyarakat berhak untuk menggugat.
Jika benar ijazah tersebut palsu, maka seluruh struktur politik dan legitimasi kekuasaan Jokowi selama satu dekade dipertanyakan.
Namun, jika tuduhan itu tidak berdasar dan didorong oleh motif politik, maka ini menjadi preseden buruk tentang bagaimana fitnah bisa dijadikan senjata dalam kontestasi kekuasaan.
Penutup: Kebenaran Masih Menanti
Hingga kini, tidak ada keputusan hukum yang membuktikan secara definitif bahwa ijazah Jokowi palsu.
Namun, tidak pula ada langkah transparan dari pihak universitas untuk membungkam keraguan publik dengan cara yang sahih dan terbuka.
Pemanggilan Rektor UGM oleh Prabowo membuka ruang baru dalam kasus ini.
Bisa jadi ini merupakan tanda bahwa pemerintahan baru ingin memulai dengan fondasi yang bersih dari kontroversi lama.
Atau justru, ini adalah awal dari fase baru di mana kebenaran akan diurai—bukan untuk membalas, tapi demi membangun kembali kepercayaan publik yang terkoyak.
Satu hal yang pasti: di negeri ini, sejarah belum tentu ditulis oleh pemenang, tetapi oleh mereka yang berani mengungkap kebenaran—sekalipun harus melawan arus kekuasaan. ***
Sumber: FusilatNews
Artikel Terkait
Sosok Arif Purnama Oktora, Polisi yang Diduga Selingkuh dengan Iris Wullur: Pernah Terima Rekor MURI
Ngaku Hamil di Luar Nikah, Ini Deretan Mantan Kekasih Erika Carlina, Siapa Sosok Ayah Sang Anak?
TERKUAK! Prof Sofian Effendi Akui Dihubungi Jokowi Lovers Usai Bongkar Fakta Ijazah Palsu: Mereka Akan Laporkan Saya ke Bareskrim
Gubernur Dedi Mulyadi Mengaku Tak Tahu Ada Pesta Rakyat di Pernikahan Anaknya