Suhu politik kembali memanas setelah mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, secara terbuka melancarkan 'serangan' tajam terhadap kondisi penegakan hukum di Indonesia.
Dalam sebuah diskusi di podcast Forum Keadilan TV, Anies tidak hanya menuding adanya praktik kriminalisasi terhadap mantan Kepala BKPM, Tom Lembong, tetapi juga mengaitkannya dengan pengalaman pribadinya saat diperiksa dalam kasus Formula E.
Pernyataan Anies ini menjadi sinyal kuat adanya potret buram dalam sistem peradilan yang ia anggap telah berjalan di luar rel keadilan.
Tom Lembong: Studi Kasus Dugaan Kriminalisasi Orang Baik
Anies Baswedan dengan gamblang membeberkan apa yang ia yakini sebagai upaya kriminalisasi terhadap Tom Lembong. Menurutnya, Tom adalah representasi anak bangsa yang cerdas dan berintegritas, namun justru dijegal oleh proses hukum yang janggal.
"Tom Lembong itu diperiksa tidak didampingi pengacara karena dia yakin dia tidak melakukan kesalahan," ujar Anies, menggarisbawahi keyakinan penuh Tom Lembong pada kebenarannya.
Sikap ksatria ini, kata Anies, justru menjadi sumber kekuatan bagi para penasihat hukum yang mendampinginya di kemudian hari.
"Tom Lembong tetap tegar dan yakin karena berpegang pada prinsip yang benar," imbuh Anies.
Momen paling menyentuh yang diungkap Anies adalah saat ia menjenguk Tom Lembong di tahanan. Alih-alih mengeluhkan nasibnya, Tom Lembong justru fokus membahas isu-isu krusial bagi bangsa.
"Dia tidak ngomongin tentang kasusnya, dia ngomongin tentang ekonomi Indonesia dan krisis global," ungkap Anies, menggambarkan betapa luar biasanya integritas seorang Tom Lembong bahkan di tengah tekanan hebat.
Anies lantas melontarkan pertanyaan retoris yang menohok, "Pesan apa yang dikirimkan republik ini kepada orang-orang baik dan cerdas dengan adanya kasus Tom Lembong?"
Kritik ini semakin tajam mengingat fakta persidangan, di mana hakim menyatakan Tom Lembong tidak terbukti mengambil keuntungan pribadi dan tidak memiliki niat jahat (mens rea).
Dari Tom Lembong ke Formula E: Anies Klaim Alami Pola Serupa
Kritik Anies tidak berhenti pada kasus Tom Lembong. Ia menarik benang merah ke pengalaman yang ia hadapi sendiri, khususnya terkait penyelidikan Formula E yang menurutnya "luar biasa".
Anies mengungkap bahwa kasus tersebut harus melalui 19 kali gelar perkara, sebuah angka yang jauh di atas standar penanganan kasus pada umumnya.
Ia mengibaratkan logika penegakan hukum yang dialaminya seperti mencari kesalahan terlebih dahulu baru mencari bukti.
"Harus jadi pelaku, baru cari kaca pecahnya," sebuah analogi tajam yang menyindir proses hukum yang terbalik.
Menurut Anies, frasa "hormatilah proses hukum" seringkali menjadi tameng, padahal yang terpenting adalah memastikan proses hukum itu berjalan dengan benar dan adil.
"Jika prosesnya tidak benar, negara justru wajib mengoreksinya," tegasnya.
Ia menilai sektor hukum (rule of law) masih menjadi persoalan fundamental yang menghambat kemajuan Indonesia, termasuk iklim investasi.
Anies menyoroti banyaknya aturan yang tumpang tindih (conflicting rules) yang menciptakan ketidakpastian, sebuah masalah yang menurutnya harus segera diatasi melalui gugus tugas khusus yang melibatkan dunia usaha.
Pemaparan Anies ini bukan sekadar pembelaan untuk seorang kawan, melainkan sebuah kritik sistemik yang menyorot potensi politisasi hukum.
Dengan menyandingkan kasus Tom Lembong dan pengalamannya di Formula E, Anies seolah mengirim pesan bahwa ada pola yang mengkhawatirkan dalam penegakan hukum yang bisa menimpa siapa saja, terutama mereka yang dianggap berseberangan.
Sumber: suara
Foto: Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan di Forum Keadilan TV [YouTube]
Artikel Terkait
Pemerintah Mau Bentuk Bulog Perumahan, Harganya Bisa Lebih Murah?
Cak Imin Sesumbar Tak Ada Lagi Orang Miskin di 2026
Thailand-Kamboja Memanas, Peringatan Prabowo soal Potensi Perang Kejadian
Mensesneg Bantah Isu Amplop Kondangan Kena Pajak