Selalu Slogan NKRI Harga Mati, Yaqut Terseret Kasus Kuota Haji

- Selasa, 19 Agustus 2025 | 15:10 WIB
Selalu Slogan NKRI Harga Mati, Yaqut Terseret Kasus Kuota Haji


Slogan NKRI harga mati sering dikibarkan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam berbagai kesempatan. Retorika itu seakan menjadi tameng politik dan moral, sekaligus penegas posisi dirinya di ruang publik. Namun kini, ketika ia terseret dalam kasus dugaan korupsi kuota haji, publik bertanya: sejauh mana slogan itu berdiri di atas konsistensi moral, dan sejauh mana hanya sebatas kata-kata untuk memperkuat citra?

Kasus kuota haji adalah perkara serius. Ini bukan sekadar urusan birokrasi, tetapi menyentuh langsung hak ribuan umat Islam yang menabung dan menunggu bertahun-tahun untuk berangkat ke Tanah Suci. Ketika urusan sakral seperti haji justru ditarik ke ranah dugaan korupsi, dampaknya sangat dalam: kepercayaan umat terguncang, citra Kementerian Agama tercoreng, dan reputasi negara sebagai penyelenggara layanan publik dipertaruhkan.

Yaqut selama menjabat kerap menuding pihak lain sebagai radikal atau fundamentalis bila tidak sejalan dengan pandangan politiknya. Retorika semacam itu mungkin efektif untuk membungkam kritik, namun kini berbalik menjadi bumerang. Publik menilai, ketika isu korupsi menjerat, sekeras apa pun teriakan soal NKRI harga mati tak akan mampu menutupi fakta dugaan penyalahgunaan wewenang.

Inilah kontradiksi yang tampak jelas: di satu sisi mengusung slogan kebangsaan yang tinggi, di sisi lain terseret kasus yang menyangkut hak umat dalam ibadah. Slogan kehilangan makna jika tidak dibarengi dengan keteladanan.

Dari sisi hukum, kasus ini menuntut transparansi penuh. Penyidik KPK telah melakukan pemeriksaan, penggeledahan, dan penyitaan dokumen serta perangkat elektronik. Proses ini harus dipastikan tidak berhenti pada simbol-simbol politik, tetapi membongkar fakta material: apakah ada penyalahgunaan kewenangan, siapa yang diuntungkan, dan berapa kerugian negara.

Prinsip presumption of innocence tetap penting. Yaqut, seperti warga negara lain, berhak dianggap tidak bersalah sebelum pengadilan memutuskan. Namun hak itu tidak boleh dijadikan alasan untuk menutup ruang publik mengetahui kebenaran. Justru keterbukaan proses akan melindungi semua pihak dari tuduhan bahwa hukum dijadikan senjata politik.

Di sisi lain, perlu diwaspadai bahwa proses hukum yang dipolitisasi bisa merusak kepercayaan publik terhadap KPK. Maka penting sekali membedakan mana ranah hukum murni, mana manuver politik. Umat Islam sebagai pihak yang paling dirugikan dalam soal haji jangan sampai kembali dijadikan alat dalam pertarungan elite.

Yang paling terdampak dari kasus ini adalah calon jemaah haji. Mereka yang sudah menabung puluhan tahun berhak mendapat kepastian, bukan justru dibayangi dugaan permainan kuota. Rakyat tidak peduli siapa yang berkuasa atau siapa yang kalah; yang mereka tuntut adalah pelayanan yang jujur, transparan, dan adil.

Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa birokrasi penyelenggaraan ibadah harus steril dari kepentingan politik dan kepentingan kelompok tertentu. Haji bukan komoditas. Haji adalah ibadah, dan harus dikelola dengan amanah.

Kasus Yaqut menegaskan satu hal: retorika besar seperti NKRI harga mati tidak akan berarti bila tidak diikuti teladan nyata dalam menjaga amanah jabatan. Korupsi kuota haji, bila terbukti, adalah pengkhianatan bukan hanya pada negara, tetapi juga pada umat.

Sudah saatnya elite berhenti bersembunyi di balik slogan, berhenti menuding lawan dengan label radikal, dan mulai membuktikan diri dengan integritas. Umat menunggu bukti, bukan kata-kata.

Oleh: Muslim Arbi
Pengamat Hukum dan Politik
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan NARASIBARU.COM terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi NARASIBARU.COM akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Komentar