NARASIBARU.COM - Tabir gelap di balik penyelenggaraan ibadah haji mulai tersingkap.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar adanya dugaan praktik jual beli kuota haji khusus dan furoda dengan harga fantastis, yang kelebihan uangnya diduga disetor ke orang di Kementerian Agama.
Buntut dari skandal triliunan rupiah ini, KPK secara resmi mencekal mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut ke luar negeri.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, membeberkan harga pasar dari kuota haji ilegal ini.
Menurutnya, para jemaah yang rela merogoh kocek dalam-dalam bisa langsung berangkat tanpa antre.
"Untuk harganya, informasi yang kami terima itu, yang khusus itu di atas Rp 100 jutaan, bahkan Rp 200-300 (juta)," kata Asep kepada wartawan, Selasa (26/8/2025).
"Bahkan ada yang furoda itu, itu hampir menyentuh angka Rp 1 M per kuotanya, per orang," ungkapnya.
Yang lebih mengejutkan, Asep menyebut kelebihan dari biaya yang dibayarkan jemaah inilah yang kemudian diduga mengalir ke kantong-kantong oknum di Kemenag.
Gus Yaqut Dicekal 6 Bulan ke Depan
Sebagai buntut dari penyidikan yang makin mendalam, KPK mengambil langkah tegas dengan melarang Gus Yaqut bepergian ke luar negeri.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi pencekalan ini.
"Bahwa pada tanggal 11 Agustus 2025, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang larangan bepergian ke luar negeri terhadap tiga orang yaitu YCQ (Yaqut Cholil Qoumas)...," kata Budi.
Selain Gus Yaqut, KPK juga mencekal mantan Staf Khusus Menteri Agama Ishfah Abidal Aziz (IAA) dan satu orang pihak swasta berinisial FHM.
Pencekalan ini berlaku selama enam bulan ke depan untuk memastikan mereka kooperatif dalam proses penyidikan.
Kasus ini berawal dari "permainan" dalam pembagian kuota haji tambahan sebanyak 20.000 jemaah yang diberikan oleh Raja Arab Saudi untuk tahun 2024.
Menurut aturan, seharusnya pembagiannya adalah 92 persen (18.400) untuk haji reguler dan 8 persen (1.600) untuk haji khusus.
Namun, yang terjadi justru penyimpangan fatal. Kuota tambahan itu malah dibagi rata 50:50, yakni 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk khusus.
"Itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan," tegas Asep Guntur.
Pembagian yang tidak adil inilah yang diduga menjadi ladang basah bagi para mafia kuota untuk meraup keuntungan haram di atas penderitaan jutaan jemaah haji reguler yang harus mengantre puluhan tahun.
KPK menaksir, akibat dari skandal ini, kerugian keuangan negara mencapai angka yang sangat fantastis, yakni lebih dari Rp 1 triliun.
Angka ini masih merupakan perhitungan awal dan berpotensi terus bertambah seiring dengan pendalaman yang dilakukan oleh BPK.
Sumber: Suara
Artikel Terkait
Ray Rangkuti: Kasus Pemerasan K3 Terjadi sejak 2019, tapi Hanya Berhenti di Noel
Rupiah Terus Anjlok, Tom Lembong Sindir Pertumbuhan Ekonomi: Tak Ciptakan Lapangan Kerja
Prabowo Kasihan Liat Menterinya Kerja Terus Tanpa Libur
Mantan Stafsus Yaqut Cholil Mulai Digarap KPK