Kebal Hukum Jaksa Dicabut: Pakar Sebut Ini Momentum KPK-Polri Basmi Pagar Makan Tanaman di Kejaksaan

- Minggu, 19 Oktober 2025 | 13:25 WIB
Kebal Hukum Jaksa Dicabut: Pakar Sebut Ini Momentum KPK-Polri Basmi Pagar Makan Tanaman di Kejaksaan


Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menabuh genderang reformasi di tubuh korps Adhyaksa. Putusan yang mencabut izin khusus Jaksa Agung untuk memproses jaksa nakal, kini membuka lebar pintu bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI (Polri) untuk langsung 'menyikat' oknum-oknum Kejaksaan yang diduga melibatkan tindak pidana, terutama korupsi.

Bagi sebagian kalangan, ini adalah momentum emas. Setelah sekian lama mekanisme internal Kejaksaan dinilai kurang bertaji dalam menindak anggotanya, kini lembaga penegak hukum lain punya taji baru untuk bersih-bersih.

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, menegaskan bahwa putusan MK ini adalah celah emas yang harus dimanfaatkan KPK dan Polri. Ia menyebut, sudah saatnya jaksa-jaksa yang terbukti melanggar hukum, namun kasusnya mandek di internal Kejaksaan, segera diseret ke meja hijau.

“Ini momentum untuk memproses jaksa-jaksa yang melakukan pelanggaran,” kata Ficar saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Sabtu (18/10/2025).

Ficar tak menampik, selama ini profesi jaksa ibarat pedang bermata dua. Ia disumpah untuk menegakkan hukum, tetapi ironisnya, tidak sedikit yang justru menodai sumpah itu dengan melanggar hukum itu sendiri.

Sorotan tajam Ficar mengarah pada beberapa kasus teranyar yang dinilai mencoreng wajah Kejaksaan. Salah satunya adalah dugaan penggelapan barang bukti kasus robot trading senilai setengah miliar rupiah yang menyeret mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat Hendri Antoro. Kasus tersebut, kata Ficar, tak mengubahnya 'pagar makan tanaman'.

"Penggelapan barang bukti yang merupakan pagar makan tanaman. Seharusnya mereka menjaga, justru mereka yang merusak," tegas Ficar dengan nada geram.

Lebih lanjut, ia juga melibatkan dugaan keterlibatan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah dalam kasus skandal makelar di lingkungan Mahkamah Agung (MA) dengan tersangka Zarof Ricar. Menurutnya, kasus-kasus ini memberikan indikasi kuat bahwa profesi penegak hukum seperti jaksa sangat rentan disalahgunakan dan dijadikan alat kejahatan.

“Keterlibatan jaksa dalam kasus Zarof Ricar menjadi indikasi bahwa profesi ini sangat rentan dijadikan alat kejahatan,” ujar Ficar.

Putusan MK: Akhir dari Kekebalan Hukum Jaksa

Sebelumnya, MK memang mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.

Dengan putusan ini, aparat penegak hukum (APH) seperti KPK dan Polri tak perlu lagi ribet-ribet meminta izin dari Jaksa Agung untuk melakukan upaya paksa --seperti pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, hingga disingkirkan-- terhadap jaksa.

Pengecualian izin tersebut berlaku jika jaksa tertangkap tangan melakukan tindak pidana atau diduga kuat melakukan tindak pidana berat, termasuk korupsi.

Putusan Nomor 15/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan pada Kamis (16/10/2025) di Jakarta tersebut mengoreksi Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan yang sebelumnya dinilai berpotensi menciptakan kekebalan hukum dan meniadakan prinsip kesetaraan di hadapan hukum alias persamaan di hadapan hukum.

Hakim Konstitusi Arsul Sani dalam pertimbangannya menyatakan bahwa perlindungan terhadap jaksa memang penting untuk menjalankan tugas independensi, tetapi perlindungan itu tidak boleh berakhir pada pemberian imunitas.

“Norma (izin Jaksa Agung) tersebut tidak sejalan dengan semangat kesetaraan di depan hukum dan berpotensi memuat prinsip negara hukum. Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat norma ini harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat,” ujar Arsul.

Keputusan ini sekaligus kesamaan pandangan MK dalam putusan sebelumnya pada tahun 2013, menegaskan komitmen Mahkamah dalam memastikan kesetaraan jaksa dengan APH lainnya.

Kini, dengan dicabutnya izin khusus ini, diharapkan tak ada lagi oknum jaksa yang bisa berlindung di balik benteng institusi kekuasaan demi menghindari jerat hukum. Ini sinyal yang jelas: jaksa nakal tak lagi kebal.

Sumber: inilah
Foto: Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar. (Foto: Antara)

Komentar