Biaya Kereta Cepat Whoosh Diduga Janggal, Anthony Budiawan Membuka Pengaduan Terbuka ke KPK

- Sabtu, 25 Oktober 2025 | 17:00 WIB
Biaya Kereta Cepat Whoosh Diduga Janggal, Anthony Budiawan Membuka Pengaduan Terbuka ke KPK


Proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) kembali menjadi sorotan setelah Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, secara terbuka membuat pengaduan masyarakat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penggelembungan biaya (mark up).

Menurutnya, biaya proyek ini terlampau mahal jika dibandingkan dengan proyek sejenis di negara lain.

“Proyek kereta cepat ini dari awal kan sudah banyak yang kritisi. Saya merespon dengan tulisan terakhir saya, ini sekaligus pengaduan Masyarakat secara terbuka kepada KPK,” sebut Anthony, dikutip dari kanal Youtube Terus Terang Media, Jumat (24/10/25).

Anthony menyoroti biaya pembangunan Whoosh yang dinilainya tidak wajar.

Baca Juga:Kiai NU Sebut Tidak Ada Kerugian Negara di Kasus Kuota Haji

“Mengenai projek ini kan terlihat sekali sangat kemahalan dibandingkan dengan proyek sejenis, bukan dibandingkan dengan pesaingnya,” ujarnya.

Sebagai perbandingan, Anthony menunjuk proyek kereta cepat Shanghai-Hangzhou di China yang memakan biaya sekitar 23 juta Dolar AS per kilometer.

Angka ini sangat kontras dengan proyek Whoosh yang menelan biaya awal 42 juta Dolar AS per kilometer.

“Jarak kita 143 km dengan 6 Miliar US Dolar itu sudah mencapai 42 juta US Dolar per km. jadi 42 juta US Dolar VS 22 juta US Dolar untuk projek sejenis Shanghai Hangchou itu 142 km – 154 km kurang lebih sama nah itu dia sekitar 23 juta US Dolar,” sambungnya.

Kejanggalan tidak berhenti di situ. Anthony mengungkapkan adanya pembengkakan biaya menjelang proyek selesai, yang membuat total biaya per kilometer melonjak hingga 51 juta Dolar AS.

Baca Juga:Jokowi Cium Tangan Abu Bakar Ba'asyir: Amien Rais Terharu

“Setelah itu ada pembengkakan biaya. Nah dengan pembengakakan biaya itu, maka kita punya itu antara 50 – 51 juta US Dolar jadinya, dari 41 naik 51,” ujarnya.

“Pembengkakan biaya ini muncul setelah projek – projek sudah mau selesai. Mereka hitung dan dia bilang ada pembengkakan biaya, jadi sangat aneh sekali.”

Anthony juga menepis alasan pandemi sebagai penyebab keterlambatan dan pembengkakan biaya.

Menurutnya, proyek ini sudah mengalami penundaan bahkan sebelum pandemi melanda.

“Projek ini kan rencananya selesai 31 Mei 2019. Oke ada delay saat itu 2 bulan, tapi kan belum sampai pandemi. Jadi pandemi ini tidak bisa dibilang sebagai kahar untuk projek ini,” jelasnya.

Di sisi lain, Sosiolog NTU Singapura, Prof. Sulfikar Amir, memberikan pandangan mengenai alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui proyek ini.

Menurutnya, keputusan tersebut lahir dari kekaguman Presiden terhadap teknologi kereta cepat saat berkunjung ke China.

“Jadi Jokowi waktu berkunjung ke China, saya lupa tahun berapa mungkin 2015. Waktu itu dia naik kereta cepat dan disitulah dia terpesona,” jelas Sulfikar, dikutip dari Youtube Abraham Samad SPEAK UP.

“Jokowi ini kan agak naif ya kalau soal teknologi, jadi dia pikir Kereta cepat buatan China itu sudah yang pualing maju.” ujarnya. 

Sumber: suara
Foto: Ilustrasi Kolase Anthony Budiawan dan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh)/Net

Komentar