Buruh Mengaku Disiksa Polisi Terkait Pembakaran DPRD Sulsel Ajukan Pra Peradilan

- Selasa, 28 Oktober 2025 | 17:25 WIB
Buruh Mengaku Disiksa Polisi Terkait Pembakaran DPRD Sulsel Ajukan Pra Peradilan


Dua buruh harian lepas di kota Makassar, Randi dan Rian ditangkap aparat kepolisian setelah aksi unjuk rasa dan pembakaran di Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan pada 29 Agustus 2025.

Keduanya kini ditahan di Dit Tahti Polda Sulsel dan mengajukan pra peradilan karena merasa tidak terlibat dalam aksi tersebut.

Randi dan Rian merupakan buruh bangunan yang tinggal bersama orang tuanya di Jalan Rappocini, Makassar.

Pada malam terjadinya aksi pembakaran, Rian dalam keterangan yang dibuat oleh Muhammad Sirul Haq, Tim Hukum Koalisi Bantuan Hukum Rakyat (KOBAR) Makassar, mengaku berada di jalan Faisal, seberang gedung DPRD Makassar.

Ia dan sepupunya, Aril menonton aksi demonstrasi dari jauh.

Sementara, Randi berada di Centre Point of Indonesia bersama pacarnya. Begitu juga saudaranya yang lain, Rama sedang di rumah.

Beberapa hari setelah insiden itu, aktivitas keluarga mereka berlangsung normal.

Namun, pada 2 September 2025 dini hari, sejumlah polisi mendatangi rumah mereka dan menangkap tiga bersaudara--Randi, Rian, dan Rama--tanpa menunjukkan surat penangkapan.

Ibu mereka, Kamsida yang menyaksikan penangkapan itu, berusaha mencari anak-anaknya di sejumlah pos polisi. Hingga akhirnya menemukan mereka di Pos Polisi Hertasning.

Sayangnya, Kamsida tidak diperkenankan bertemu. Hingga akhirnya ketiganya dibawa ke Polda Sulsel untuk diperiksa intensif.

Selama pemeriksaan, Rian mengaku mendapat kekerasan fisik dan dipaksa mengaku melempar saat aksi di DPRD Sulsel. Padahal, saat kejadian itu dia sedang berada di jalan Faisal.


Ilustrasi: Rumah Tahanan Polda Sulawesi Selatan [Suara.com/Istimewa]

Rian bilang dipukul di bagian perut, wajah dan kaki menggunakan batu. Belakangnya juga dihantam pipa elastis berulang kali.

Randi juga mengalami kekerasan serupa hingga akhirnya mengakui perbuatan yang sama.

Ia mengaku ditempeleng berulang kali, kepalanya dipukul dan kakinya dipaksa dibuka lebar, lalu ditindis oleh seorang polisi.

Sementara Rama dipulangkan pada 3 September 2025 pukul 03.00 Wita setelah dinyatakan tidak terlibat.

Pada saat Rama dipulangkan, polisi baru menyerahkan surat perintah penangkapan dan penahanan terhadap Randi dan Rian.

Dalam surat itu disebutkan keduanya disangka melanggar Pasal 187 ayat (1) ke-3, subsider Pasal 170 ayat (1), subsider Pasal 406 junto Pasal 64 KUHP, berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/870/IX/2025/SPKT Polda Sulsel tanggal 1 September 2025.

Kuasa hukum dari Koalisi Bantuan Hukum Rakyat Makassar menilai penetapan tersangka terhadap Randi dan Rian tidak didasari bukti permulaan yang cukup.

Menurut tim hukum, penangkapan dan penahanan dilakukan tanpa prosedur yang sah dan merupakan bentuk tindakan sewenang-wenang aparat kepolisian.

Sidang pra peradilan atas kasus ini dijadwalkan berlangsung pada, Senin, 3 November 2025.

Perkara nomor 40/Pid.Pra/2025/PN Mks itu akan disidangkan di ruang Purwoto Gandasubrata.

Pihak keluarga dan kuasa hukum berharap sidang tersebut dapat mengungkap dugaan kekerasan dan pelanggaran prosedur selama proses penyidikan berlangsung.

Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan, Kombes Pol Didik Supranoto yang dikonfirmasi soal gugatan praperadilan tersebut belum menanggapi.

Panggilan telepon dan kirim pertanyaan lewat aplikasi pesan tidak dibalas.

Sebelumnya, Polda Sulawesi Selatan menetapkan 32 orang tersangka terkait kasus pengrusakan dan pembakaran Gedung DPRD Provinsi Sulsel dan DPRD Kota Makassar yang terjadi pada akhir Agustus 2025.

Dari jumlah tersebut, 14 orang ditetapkan sebagai tersangka pembakaran di Gedung DPRD Sulsel, sementara 18 lainnya terlibat dalam peristiwa serupa di Gedung DPRD Makassar.

Tersangka kerusuhan di DPRD Sulsel terdiri dari 13 orang dewasa dan satu anak di bawah umur, masing-masing berinisial RN (19), RHM (22), MIS (17), RND (21), MR (20), AFJ (23), SNK (22), AFR (20), MRD (18), MRZ (20), MHS (21), AMM (22), MAR (21), dan AY (23).

Sedangkan untuk kasus di DPRD Makassar, polisi menetapkan 14 orang dewasa dan empat anak di bawah umur sebagai tersangka. Mereka berinisial MY (31), AG (30), GSL (18), MAP (20), AS (18), MS (23), FTR (16), MAF (16), RMT (19), ZM (22), MI (22), FDL (18), MAY (15), IA (16), HA (22), HAH (27), R (31), dan AAR (37).

Direktur Kriminal Umum Polda Sulsel, Kombes Setiadi Sulaksono mengatakan para tersangka dijerat sejumlah pasal pidana dalam KUHP sesuai dengan perannya, di antaranya Pasal 187 tentang pembakaran, Pasal 170 tentang kekerasan bersama, Pasal 406 tentang perusakan, serta Pasal 64 tentang pemberatan pidana.

"Insya Allah kami (pekan ini) akan melimpahkan berkas perkara ke kejaksaan. Mudah-mudahan bisa segera P21," kata Setiadi di Makassar, pekan lalu.

Setiadi menyebut terdapat enam berkas perkara dari total 61 tersangka yang diproses oleh Ditreskrimum Polda Sulsel. Para tersangka diklasifikasikan berdasarkan jenis tindak pidana yang dilakukan.

Tak hanya pelaku pengrusakan dan pembakaran, tapi juga pencurian dan pengeroyokan terhadap seorang ojek online yang tewas.

Sumber: suara
Foto: Ilustrasi keluarga buruh harian lepas di kota Makassar, Randi dan Rian. Randi dan Rian ditangkap aparat kepolisian setelah aksi unjuk rasa dan pembakaran Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan pada 29 Agustus 2025 mengajukan pra peradilan [Suara.com/Istimewa]

Komentar