Isu Bandara Ilegal PT IMIP Diungkap, Said Didu: Pintu Masuk Skandal Tambang Era Jokowi?

- Rabu, 26 November 2025 | 21:25 WIB
Isu Bandara Ilegal PT IMIP Diungkap, Said Didu: Pintu Masuk Skandal Tambang Era Jokowi?


NARASIBARU.COM -
Isu mengenai dugaan keberadaan bandara ilegal di kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Morowali, Sulawesi Tengah, kembali memantik perhatian publik.

Mantan Staf Khusus Menteri ESDM, Said Didu, turut angkat suara dengan mengurai sejumlah dugaan kejanggalan dalam proses pembangunan hingga operasional kawasan tersebut.

Menurut Said Didu, sejak 2015 ia telah meninjau langsung kawasan IMIP ketika menjabat sebagai staf khusus Menteri ESDM saat itu, Sudirman Said.

Ia mengungkapkan bahwa pembangunan smelter IMIP dilakukan berdasarkan izin Kementerian Perindustrian, bukan Kementerian ESDM, padahal aturan saat itu mensyaratkan pembangunan smelter hanya dapat dilakukan oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).

“Saat itu, perusahaan belum memiliki IUP, namun smelter besar sudah dibangun. Ini yang kami sebut sebagai pembangunan yang masuk lewat jendela, bukan pintu,” ujar Said Didu dikutip dari kanal Youtube Manusia Merdeka, Rabu 26 November 2025.

Ia menilai kawasan tersebut sejak awal dibangun melalui skema yang menghindari regulasi ESDM, sekaligus memanfaatkan momentum pelarangan ekspor ore nikel yang diambil pemerintah pada tahun-tahun berikutnya.

Setelah smelter IMIP beroperasi, pemerintah kemudian mengeluarkan aturan pelarangan ekspor ore.

Said Didu menilai kebijakan itu secara tidak langsung “mengalirkan” pasokan ore dari tambang rakyat ke IMIP yang mayoritas berkepemilikan asing.

“Akhirnya semua ore hanya bisa dijual ke IMIP. Ini menciptakan monopoli terselubung karena mereka satu-satunya pembeli,” ujarnya.

Said juga menyoroti fasilitas besar yang diberikan pemerintah, seperti pembebasan pajak, kemudahan memasukkan tenaga kerja asing, hingga proses percepatan infrastruktur di sekitar kawasan industri tersebut.

Isu lain yang ditekankan adalah keberadaan pelabuhan besar milik IMIP yang dinilai rawan menjadi celah masuknya tenaga kerja asing tanpa pengawasan ketat.

“Saya tidak tahu apakah bea cukai dan imigrasi benar-benar ada dan berfungsi di pelabuhan itu. Potensi keluar-masuknya pekerja asing lewat laut sangat besar,” katanya.

Bahkan, Said mengungkapkan bahwa tenaga kerja untuk pekerjaan dasar seperti pemasangan batako pun didatangkan dari Tiongkok.

Terkait isu “bandara ilegal” yang mencuat belakangan ini, Said Didu menyebut IMIP memang memiliki bandara sendiri yang lokasinya bersebelahan langsung dengan kawasan industri.

Ia menjelaskan bahwa selain bandara milik pemerintah yang berjarak sekitar 60–80 km dari kawasan industri, memang terdapat bandara besar yang dibangun di dalam kawasan IMIP.

Menurutnya, kemungkinan bandara itu telah beroperasi tanpa status legal yang jelas.

“Saya tidak tahu izin operasionalnya seperti apa, tapi bandara itu memang besar dan sangat memudahkan keluar-masuk tenaga kerja mereka,” ujarnya.

Said Didu menyebut kawasan industri pertambangan dan smelter di bawah era pemerintahan Joko Widodo berkembang menjadi seperti “negara dalam negara” karena begitu tertutup dan bebas dari pengawasan publik.

Ia memberi contoh kawasan tambang lain seperti Weda Bay di Maluku Utara yang memiliki kawasan industri, pelabuhan, hingga bandara privat yang menurutnya sulit diakses masyarakat umum.

Dalam kunjungannya ke Morowali pada 2015 dan 2025, Said mengklaim tidak melihat adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat meskipun nilai ekspor nikel mencapai ribuan triliun rupiah.

“Mall terbesar masih hanya minimarket. Mobil baru hampir tidak ada. Infrastruktur publik tidak berkembang signifikan. Nikel yang keluar ribuan triliun, tapi hanya puluhan miliar yang masuk ke daerah,” katanya.

Said Didu juga menyinggung temuan KPK mengenai dugaan penyelundupan 5,3 juta ton ore nikel senilai sekitar Rp14,5 triliun.

Data tersebut disebut tidak tercatat dalam sistem Indonesia, tetapi tercatat di Tiongkok.

Ia menduga penyelundupan itu kemungkinan terjadi melalui pelabuhan khusus milik IMIP karena volume dan aktivitas ekspor besar terkonsentrasi di kawasan tersebut.

Said Didu mengapresiasi langkah Satgas Penertiban Kawasan Hutan yang dipimpin Jenderal TNI (Purn.) Safri Samsudin, yang kini menyoroti kasus bandara di IMIP.

Ia berharap isu ini menjadi pintu pembuka untuk mengusut dugaan pelanggaran lain yang terjadi di sektor tambang selama beberapa tahun terakhir.

“Saya berharap rezim baru benar-benar membongkar semua skandal pertambangan, dari Morowali, Weda Bay, Maluku Utara, Papua, hingga Kalimantan,” ujarnya.

Komentar