Letakkan saja yang menjadi pilihan saudara-saudara kita di Muhammadiyah dalam bermanhaj, sebagai sebuah ijtihad. Yang oleh Imam al-Ashafani dalam kitabnya al-Fushul fi al-Ushul, disebut bahwa dalam kerangka ijtihad benar atau salah bisa dipahami sebagai upaya yang patut dimaklumi. Jika benar tentu dapat pahala, dan jika salah, seorang mujtahid (dalam konteks lokalitas Indonesia seperti ormas Islam adalah ijtihad kolektif) tidak dihukumi berdosa. Kita tak perlu ngotot untuk memaksakan akseptabilitas pendapat tertentu dengan pretensi apapun.
Sederhana aja pesan Imam as-Syafii, pendapat seseorang berpotensi salah dan benar, demikian juga pendapat yang saya amini, memuat probabilitas keduanya. Bisa jadi salah, juga mungkin saja benar. Tak perlu menghakimi salah satu pihak apalagi terus memojokkan kelompok yang berbeda dengan beragam kalimat nyinyir.
Saya kira Prof Thomas sudah paham dengan batas-batas demikian, dan tak perlu terus mencecar dengan beragam pernyataan di media sosial atau massa yang malah mengusik batin saudara-saudara kita.
Kita sepakat, perlu bersama-sama mencari solusi menyikapi perbedaan metode dan kriteria memaknai hilal, sebagai pangkal utama penetapan bulan hijriyah. Minimal yang mendesak di lingkup nasional. Alhamdulillahnya, upaya ini telah dilakukan secara marathon. Soal hasil? Itu penting, tapi bukan tujuan utamanya. Setidaknya berbagai pihak terkait, terutama Kementerian Agama, sudah memfasilitasi unifikasi tersebut dengan melibatkan dan merangkul semua pihak. Lakukan saja terus, hingga ada titik kompromi dalam wadah yang memang diperuntukkan sebagai ajang berdiskusi para pakar. Lantas kapan kompromi itu akan terjadi? Tak perlu tanya kapan. Yang terpenting adalah komitmen kebersamaan. Jika belum terjadi kesepakatan, maka solusi terbaik lagi-lagi, adalah sepakat untuk tidak sepakat sembari kita kuatkan rasa tepo seliro, rasa saling menghormati dan menghargai.
Dan terakhir, izinkan saya dari lubuk hati yang paling dalam, sudi kiranya Prof Thomas, untuk tidak lagi membuat pernyataan-pernyataan kontraproduktif di luar publik. Prof Thomas sedang tidak mewakili atau merepresentasikan pihak manapun saat ini dan tak perlu merasa sebagai wakil dari siapapun, cukuplah perdebatan ini terjadi di wilayah privat. Salam dari saya, yang akan tetap takzim terhadap kepakaran dan keilmuan Prof Thomas…
Sumber: news.republika.co.id
                        
                                
                                            
                                            
                                            
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
                                                
Artikel Terkait
Ahmad Sahroni Cerita Jatuh dari Plafon Saat Rumahnya Dijarah
Media Israel: Netanyahu Lakukan Ritual Penyembelihan Sapi Merah Suci
Andre Taulany dan Natasha Rizky Terlalu Akrab, Desta Cemburu?
3 Tahun Nganggur, Sule Sentil Sosok Artis yang Jadi Biang Kerok, Kini Andalkan Penghasilan di TikTok