SELASA Siang, 16 September 2003, di kantor pusat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Pramono Anung mengatakan, “Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini ada etika politik yang sangat mempertanyakan bila ada menteri yang mencalonkan diri untuk mendapat kursi presiden.”
“Di Eropa Barat dan Amerika Serikat yang kehidupan demokrasinya sudah maju, tidak ada menteri yang masih menjabat menteri mencalonkan diri menjadi presiden,” ujar Pramono Anung ketika itu, hampir 20 tahun lalu.
Waktu itu, Pamono Anung menyatakan pendapatnya seusai rapat rutin pimpinan partai yang yang dipimpin Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Pram berhadapan dengan para wartawan bersama Wakil Sekjen PDI Perjuangan lainnya (wakil sekjen lebih dari satu), yakni Mangara Siahaan (almarhum) dan Ketua DPP PDI Perjuangan Roy BB Janis (almarhum).
Mengapa menteri yang masih memegang jabatan menteri secara etis politis tidak pantas mencalonkan jadi presiden? Ketua DPP PDI Perjuangan Roy BB Janis memberi jawabannya.
Ia bilang, menteri yang manyatakan maju untuk jadi calon presiden dalam pemilihan presiden, menunjukkan bahwa ia tidak mengakui keberhasilan presiden yang mengangkatnya menjadi menteri.
“Mungkin yang bersangkutan tidak mengatakan hal itu secara eksplisit. Tapi bila menteri itu mencalonkan diri sebagai presiden, berarti ia menunjukkan sikap bahwa presiden yang sekarang ini kurang pas,” ujar Roy Janis.
Sedangkan, Wakil Sekjen PDI Perjuangan Mangara Siahaan mengatakan, bukan hanya menteri yang harus mundur bila yang bersangkutan mencalonkan diri jadi presiden.
“Bupati (baca juga wali kota) pun kalau mencalonkan jadi gubernur harus berhenti dari jabatannya,” ujar Mangara saat itu.
Waktu itu, Roy, Pram, dan Mangara mengaku persoalan yang dikemukakan itu tidak ada dalam peraturan atau ketentuan undang-undang.
“Tapi dari segi etika politik perlu dipertanyakan dan dikaji sikap menteri yang bersangkutan tersebut,” kata Pram 20 tahun lalu.
Dalam rapat pimpinan PDI Perjuangan waktu itu, juga dibahas soal hasil jajak pendapat dari masyarakat mengenai PDI Perjuangan.
Menurut Mangara saat itu, jajak pendapat atau survei memang baik dan perlu, tapi tidak tertutup kemungkinan adanya permainan politik di belakang hal itu diadakan.
Menurut Pram, polling, jajak pendapat atau survei perlu diperhatikan, tapi jangan sampai membuat kader PDI Perjuangan pesimistis.
“Tidak semua polling mempunyai tingkat kejujuran yang tinggi. Ada polling yang dibayar, ada polling yang direkayasa,” kata Pram saat itu, 20 tahun lalu.
Ketika membaca berita Kompas yang saya bikin dan dimuat di harian Kompas halaman 6 hari Rabu 17 September 2003, saya saat ini setuju apa yang dikatakan Pramono dan Mangara tentang polling yang kini lebih sering disebut survei.
Mungkin survei diadakan dengan jujur dan tidak direkayasa. Namun hal itu bagi saya bukan menjadi jaminan mutlak untuk kebenaran hasilnya nanti.
Rasanya tidak perlu saat ini mendewakan atau memberhalakan hasil survei. Tidak perlu. Namun kalau siapa pun mau membayar lembaga survei silakan saja, karena mereka perlu lapangan kerja dan penghasilan. Perlu iklan atau infotorial.
Inspirasi untuk menulis kembali berita tentang menteri yang mencalonkan untuk jadi presiden itu muncul setelah terjadi pembahasan publik tentang perjumpaan Gibran Rakabuming Raka bersama para relawan Jokowi- Gibran dengan Prabowo Subianto di Solo, Jumat, 19 Mei 2023 lalu.
Dalam pertemuan itu, para relawan menyatakan mendukung Prabowo untuk jadi calon presiden dalam pemilihan presiden 2024 nanti.
Dalam diskusi publik, ada yang mengatakan perjumpaan itu bisa diterima, karena yang satu wali kota Solo dan satu lagi menteri pertahanan dalam kabinet Jokowi. Jadi keduanya adalah sesama bawahan pemerintahan Jokowi.
Namun ada pula yang mempermasalahkan, karena Gibran dan Jokowi adalah “kader” atau petugas partai, PDI Perjuangan.
Dan Prabowo adalah Ketua Umum Partai Gerindra. PDI Perjuangan mencalonkan Ganjar Pranowo dan Gerindra calonkan Prabowo.
Karena perjumpaan Gibran dan Prabowo ini dalam suasana politik seperti sekarang ini, DPP Perjuangan memanggil Gibran ke Jakarta. Terjadilah klarifikasi politis.
Artikel Terkait
Begini Tanggapan Ignasius Jonan Soal Utang Whoosh usai Temui Prabowo
Budi Arie Bantah Projo Singkatan Pro Jokowi, Jejak Digital 2018 Justru Dia Jelas-jelas Ngomong Gitu
Presiden Prabowo Panggil Eks Menhub Ignasius Jonan ke Istana, Bahas Polemik Whoosh?
KPK OTT Gubernur Riau Abdul Wahid