Dulu, Timnas juga sempat punya kesempatan terbuka yang sama. Ini kisahnya.
Tahunnya, 1957. Kala itu timnas memang benar-benar jago menggocek bola dan sangat mungkin bisa masuk Piala Dunia dengan keringat sendiri.
Era 1950-an adalah salah satu era paling jaya bagi sepak bola Indonesia. Wartawan senior Republika Alwi Shahab, semoga Allah merahmatinya, dalam tulisannya mengenang bahwa timnas Indonesia kala itu mengembangkan pola permainan jarak pendek dengan kecepatan, kelincahan, dan strategi yang tidak mudah terbaca lawan.
“Saat itu saya dan teman-teman bermain untuk Timnas berbekal dengan kebanggaan tinggi sebagai putra Indonesia. Dengan semangat nasionalisme dan jiwa merah putih di dada, kami berhasil menorehkan tinta emas dalam sejarah persepakbolaan di Indonesia,” tutur Maulwi Saelan, penjaga gawang timnas periode 1950-an kepada Abah Alwi.
Menjelang Olimpiade 1956 di Melbourne, Timnas Indonesia menjadi juara zona Asia. Raksasa-raksasa Asia terkini seperti Jepang, Korea Selatan, Iran, Arab Saudi, tak ada apa-apanya bagi timnas kala itu.
Di Melbourne, Indonesia harus melawan tim Uni Soviet yang kemudian menjadi juara olimpiade tersebut. Mereka berhasil menahan raksasa sepak bola dunia itu dengan skor kacamata alias 0-0.
"Kami bermain habis-habisan sehingga usai pertandingan banyak pemain kita yang diberi oksigen karena kelelahan," kata Maulwi Saelan. Ketika itu sekitar 50 persen pemain keturunan Tionghoa.
Prestasi PSSI era Saelan, Van der Vien, Ramang, Jamiat, Liong Houw, dan San Liong itu tak hanya karena bisa menahan seri Uni Soviet. Berbagai pertandingan uji coba mengindikasikan bahwa dari Asia, Indonesialah yang paling berpeluang masuk ke Piala Dunia 1958 yang bakal digelar di Swedia.
Kala itu, Asia dan Afrika belum memiliki federasi sepak bola terpisah. Sebanyak 11 negara yang ikut kualifikasi dari kedua benua dikumpulkan dalam satu kolam saat kualifikasi dimulai pada pertengahan 1957. Saat itu, FIFA masih kesulitan merayu negara-negara mengikuti Piala Dunia.
Tim-tim dari Asia dan Afrika itu kemudian dibagi dalam sejumlah grup prakualifikasi. Indonesia dalam grup pendahuluan itu tergabung dengan Cina dan Taiwan. Taiwan kemudian mengundurkan diri, menyisakan Indonesia dan Cina.
PSSI menghajar Cina 2-0 di Lapangan Ikada, Jakarta. Dua gola penyerang legendaris Andi Ramang menyegel kemenangan timnas kala itu. Pada pertandingan ulang di Beijing PSSI kalah tipis 3-4. Dua gol Indonesia saat itu disarangkan Ramang dan satu lagi oleh Endang Witarsa.
Untuk menentukan juara grup, dilakukan pertandingan di negara netral yakni Myanmar yang kala itu masih bernama Burma. Kedua kesebelasan kemudian bermain imbang 0-0 dan PSSI dinyatakan juara melalui agregat gol.
Artikel Terkait
Menkeu Purbaya: APBN Bertujuan Membuat Seluruh Rakyat Kaya, Mari Kita Kaya Bersama!
Viral 2 Jam Terjebak Macet Parah Jakarta, Turis Korea Ngamuk Sampai Kencing dalam Botol
Hamish Daud Liburan Bareng Sasha Sabrina Alatas ke Bangkok? Dugaan Perselingkuhan Suami Raisa Terkuak
Pengakuan Alumni Seangkatan Gibran: UTS Insearch Cuma Kursus Bahasa Inggris, Bukan Setara SMA