Alasan ini terkesan sangat positif karena berupaya mengintegrasikan warga Arab ke dalam masyarakat Israel agar lebih sejahtera. Namun, anggota parlemen Hanin Zoabie kepada Al Majalla membantah alasan ini.
Kata Hanin, sikap baik ini bertujuan memecah belah orang Arab-Israel. Sebab, sama seperti kasus Ella tadi, sudah pasti hadirnya satu anggota keluarga menjadi tentara membuat hubungan dalam satu lingkungan tidak lagi sama. Mereka pasti akan saling menyalahkan hingga timbul perpecahan.
Menjadi individu dalam komunitas Arab-Israel memang sulit. Hanya ada dua pilihan: tetap bertahan di situasi penuh diskriminasi atau bekerja mengabdi pada pemerintah agar lebih sejahtera dengan predikat pengkhianat. Tentu pilihan ini tidak mudah dan punya konsekuensi besar.
Krisis Identitas Jadi Pengaruh
Ella Wayeya seorang muslim yang menjadi tentara Israel menceritakan alasannya bergabung dengan IDF. Ia mengaku mengalami krisis identitas karena selalu bingung ketika ditanya asal usulnya.
Dia tak bisa seenaknya menjawab "saya adalah keturunan Arab beragama Islam yang juga warga negara Israel."
Sebab, keluarganya memiliki perasaan emosional kuat saat Palestina menerima perlakuan keras dari Israel yang kemudian terpatri dalam benak Ella.
Tapi, di sisi lain dia juga harus menerima fakta bahwa perlakuan itu dilakukan oleh negara tempatnya tumbuh dan berkembang, yakni Israel.
Seandainya benar menjawab seperti itu, besar kemungkinan dia akan dicemooh, baik dari lingkungan dan keluarganya.
Hingga akhirnya, kejelasan mengenai identitas itu muncul saat berusia 16 tahun. Pemerintah secara resmi lewat Kartu Tanda Penduduk menetapkan bahwa Ella Wayeya memiliki kewarganegaraan Israel. Dari sinilah, dia mantap mengabdi pada negara.
Meski begitu, tidak mudah bagi Ella, yang super minoritas (keturunan Arab, Islam, dan perempuan) untuk melawan norma-norma lingkungan dan pandangan keluarga.
Apalagi, jalur pengabdian yang dipilihnya benar-benar anti-mainstream: bergabung menjadi tentara Israel (Israel Defence Forces, IDF), yang selalu jadi sorotan negatif banyak orang.
"Selama 18 bulan pertama, saya merahasiakan [Kepada keluarga] bahwa saya bergabung dengan tentara. Hingga akhirnya rahasia ini terbongkar oleh ibu saya yang menemukan seragam IDF di kamar. Dia langsung menangis," ujar Ella yang masuk tentara pada 2013, kepada Jewish News Syndicate.
Praktis, terbongkarnya keanggotaan di IDF membuat Ella mendapat sentimen dan cemoohan luar biasa dari lingkungan. Namun, itu semua tak menggoyahkan pilihannya.
"Saya sudah terlanjur senang dan cinta kepada bendera Israel," katanya kepada Al Majalla.
Kini, Ella dipandang sebagai prajurit berprestasi. Dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun dia sudah menyandang pangkat Kapten dan menjadikannya sebagai perempuan Muslim-Arab pertama yang mampu meraih gelar tersebut.
Kisah Ella sebetulnya hanya satu dari ribuan Muslim lain yang bergabung menjadi tentara Israel.
Dua sampai tiga dekade lalu rasanya hampir tidak mungkin bagi orang Arab-Israel memilih militer sebagai jalan berkarir.
Namun sekarang inilah fakta yang mungkin membuat orang terkejut dan tidak bisa diterima setiap orang: mereka yang mayoritas Muslim justru berbondong-bondong mendaftar tentara Israel. [IndonesiaToday/cnbc]
Sumber: cnbcindonesia.com
Artikel Terkait
Menkeu Purbaya: APBN Bertujuan Membuat Seluruh Rakyat Kaya, Mari Kita Kaya Bersama!
Viral 2 Jam Terjebak Macet Parah Jakarta, Turis Korea Ngamuk Sampai Kencing dalam Botol
Hamish Daud Liburan Bareng Sasha Sabrina Alatas ke Bangkok? Dugaan Perselingkuhan Suami Raisa Terkuak
Pengakuan Alumni Seangkatan Gibran: UTS Insearch Cuma Kursus Bahasa Inggris, Bukan Setara SMA