Dia mengatakan dari lima kemungkinan itu akan melahirkan empat skenario soal sistem pemilu yang berlaku di Indonesia.
Pertama, majelis hakim konstitusi tidak menerima gugatan uji materi UU Pemilu.
Kedua, majelis hakim konstitusi menolak gugatan. Jika dua putusan ini yang ditetapkan hakim, maka sistem pemilu tetap proporsional terbuka.
"Faktor yang mempengaruhi putusan: legal standing pemohon, berhak atau tidak pemohon menggugat," ujar Denny dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (1/6).
"Sistem pemilihan, level di mana sistem pileg dilaksanakan, dan waktu pelaksanaan sistem tertutup, apakah 2024 atau 2029," tambahnya.
Kemungkinan ketiga, yaitu majelis hakim konstitusi mengabulkan seluruh gugatan uji materi UU MK.
Maka sistem proporsional tertutup bisa berlaku pada 2024 atau ditunda untuk Pemilu 2029.
Keempat, majelis hakim mengabulkan gugatan sebagian. Artinya, pemilu dengan sistem campuran, yaitu tertutup dengan memperhatikan perolehan suara berlaku di 2024 atau 2029.
Kelima, majelis hakim juga mengabulkan gugatan sebagian. Namun, dalam putusan ini, pemilu dengan sistem campuran beda level.
Misalnya, sistem tertutup untuk DPR RI, tetapi terbuka untuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota atau sebaliknya.
Denny pun mengatakan jika sistem pemilu dikembalikan ke proporsional tertutup, maka partai harus menyusun ulang, lalu banyak bakal calon legislatif yang mundur.
Artikel Terkait
Respons Inara Rusli soal Rekaman CCTV Bermesraan dengan Suami Orang: Kenapa Tiba-tiba Ada Bukti Sih
Gus Yahya Kumpulkan Pengurus Wilayah di Markas PBNU Usai Dipecat, Banser Siaga di Luar Gedung
BREAKING NEWS : KPK Geledah Kantor Kontraktor Rekanan Proyek Monumen Reog Ponorogo di Surabaya
Syuriyah PBNU Lengserkan Abang Yaqut dari Kursi Ketum, Kendali Sementara ke Rais Aam