Jangan Sembarangan Sematkan Gelar Pahlawan!

- Selasa, 20 Mei 2025 | 08:00 WIB
Jangan Sembarangan Sematkan Gelar Pahlawan!


Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional butuh kajian panjang yang melibatkan pakar sejarah. Penetapannya tidak bisa sembarangan, karena gelar pahlawan punya makna khusus bagi yang menyandang.

Begitu yang disampaikan pengamat politik dari Motion Cipta (MC) Matrix, Wildan Hakim, merespons isu diberikannya gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2, Soeharto.

"Prinsip kehati-hatian ini harus diikuti dengan pertimbangan kelayakan dan kepantasan agar tak sembarang tokoh kelak digelari pahlawan," kata Wildan kepada RMOL, Selasa, 20 Mei 2025.

Wildan mengatakan, prinsip dan aturan yang jelas dalam penganugerahan gelar pahlawan menjadi makin penting seiring munculnya polemik tentang rencana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto. Apabila gelar pahlawan diberikan kepada Soeharto, ada kemungkinan Presiden Indonesia yang lain bisa mendapat gelar serupa untuk memperkuat ingatan publik tentang sosoknya.

"Bisa saja, Presiden Indonesia setelah Soeharto nanti dipertimbangkan mendapat gelar pahlawan. Kalau sudah demikian, pemberian gelar pahlawan akan menjadi komoditas politik," tutur Wildan.

Hal tersebut kata Wildan, sangat dimungkinkan karena pemberian gelar pahlawan melibatkan politisi di Senayan dan politisi yang memiliki jabatan di birokrasi. Seiring pragmatisme berpolitik yang kian kuat, para politisi berusia muda cenderung permisif untuk memberikan gelar pahlawan kepada tokoh yang dianggap populer dan berjasa besar kepada Indonesia.

"Terbuka kemungkinan, pendukung Ibu Megawati mengusulkan agar namanya ditetapkan sebagai pahlawan. Begitu juga dengan pendukung SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan Joko Widodo bisa menyuarakan ide serupa kepada Menteri Sosial yang sedang menjabat," jelas Wildan.

Dengan kemungkinan seperti itu kata dosen ilmu komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia ini, gelar pahlawan tak lagi sakral. Tapi menjadi komoditas politik untuk memvalidasi nama besar seseorang.

"Penggemarnya Presiden Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid banyak, namun tidak terorganisasi dalam jaringan politik. Nama keduanya bisa tidak diusulkan sebagai pahlawan padahal punya kontribusi yang konkret untuk memajukan bangsa ini meski menjabat presiden dalam durasi yang singkat," pungkas Wildan. 

Sumber: rmol
Foto: Presiden ke-2 RI, Soeharto/Net

Komentar