NARASIBARU.COM - Koordinator Barisan Jokowi Lovers (BJL), Chandra Hendra Sukmawijaya, menyatakan bahwa pihaknya akan melaporkan Mayjen (Purn) TNI Syamsu Djalal ke Bareskrim Mabes Polri.
Langkah ini diambil menyusul beredarnya video pernyataan Syamsu Djalal yang menuduh Presiden Joko Widodo sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI), sebuah tuduhan yang oleh BJL disebut sebagai bentuk fitnah keji dan pelanggaran hukum serius.
Chandra menyebut bahwa pernyataan tersebut bukan hanya mencoreng nama baik Presiden Jokowi, tetapi juga berpotensi memecah belah masyarakat dan menimbulkan keresahan publik.
Ia menegaskan bahwa penyebaran informasi palsu dengan narasi kebencian seperti itu tidak bisa dibiarkan tanpa proses hukum.
“Kami, Barisan Jokowi Lovers, akan secara resmi melaporkan Mayjen (Purn) Syamsu Djalal ke Bareskrim dalam waktu dekat. Ini bukan soal pembelaan personal terhadap Presiden Jokowi saja, tapi juga sebagai upaya menjaga marwah hukum, kebenaran sejarah, serta kedamaian sosial-politik bangsa,” kata Chandra dalam pernyataan kepada wartawan, Selasa (20/5).
Dalam laporan yang sedang disiapkan, BJL akan mencantumkan sejumlah pasal pidana yang diduga dilanggar oleh Syamsu Djalal.
Beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi dasar tuntutan tersebut.
1. Pasal 310 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik:
“Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, dihukum karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
2. Pasal 311 KUHP tentang Fitnah:
Jika tuduhan dilakukan dengan itikad buruk dan ternyata tidak benar, maka dapat dijerat dengan pasal ini dengan ancaman pidana penjara paling lama empat tahun.
3. Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana:
Pasal 14 ayat (1):
“Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.”
Pasal 15:
“Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya dua tahun.”
4. Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 45A ayat (2) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
Ancaman hukumannya maksimal 6 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Narasi bahwa Presiden Jokowi merupakan keturunan atau bagian dari Partai Komunis Indonesia sudah berkali-kali dibantah oleh berbagai pihak, termasuk sejarawan, TNI, bahkan tokoh-tokoh NU dan Muhammadiyah.
Dalam berbagai klarifikasi, Jokowi juga telah menunjukkan data pribadi termasuk ijazah dan silsilah keluarga untuk menepis tuduhan tersebut.
Badan Intelijen Negara (BIN) dan Komnas HAM bahkan menyebut bahwa narasi Jokowi-PKI merupakan disinformasi yang sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak yang ingin menciptakan instabilitas politik.
“Ini bukan narasi baru, tetapi sudah usang dan berkali-kali dinyatakan tidak berdasar. Tapi setiap menjelang momentum politik penting, selalu dimunculkan kembali. Dan sayangnya, kali ini justru datang dari mantan perwira tinggi militer yang seharusnya menjaga etika dan integritas publik,” ujar Chandra.
Chandra berharap agar proses hukum bisa berjalan secara adil dan profesional.
Ia menekankan bahwa tokoh-tokoh publik, apalagi yang pernah menjabat posisi strategis seperti jenderal TNI, memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan keteladanan.
“Kalau fitnah seperti ini terus dibiarkan, maka masyarakat akan terbiasa menerima hoaks sebagai kebenaran. Ini sangat berbahaya bagi masa depan demokrasi kita,” tambahnya.
Selain melaporkan ke Bareskrim, BJL juga akan meminta Komdigi untuk menurunkan video-video fitnah yang menyebarkan narasi serupa di berbagai platform media sosial.
Mereka juga mendorong YouTube dan TikTok untuk melakukan pemblokiran terhadap akun-akun penyebar ujaran kebencian dan hoaks bermuatan SARA serta fitnah politik.
👇👇
Apapun Caranya,
— Agus Susanto IV (@cobeh2022) May 18, 2025
Gerombolannya
Berusaha Menyelamatkan
Karena
Mulyono Merupakan
Simbol PKI
.
-Mayjen TNI (Purn.) Syamsu Djalal
-Ahmad Khozinudin
.https://t.co/NCJAfjnA1q
.. pic.twitter.com/gucnXcUWzH
Mantan Danpuspom ABRI Syamsu Djalal Tegaskan Usulan Pemakzulkan Gibran Tidak Main-Main: Prabowo Harus Terima Saran Try Sutrisno!
NARASIBARU.COM - Mantan Danpuspom ABRI, Mayjen (Purn) Syamsu Djalal mengatakan, usulan purnawirawan TNI untuk pemakzulan Gibran Rakabuming Raka tidak main-main.
Oleh karena itu, Syamsu Djalal meminta Presiden Prabowo Subianto mau menerima mantan wapres Try Sutrisno untuk membahas perihal usulan purnawirawan.
Hal tersebut disampaikan Syamsu Djalal dalam Satu Meja The Forum Kompas TV, Rabu malam (30/4/2025).
“Sekarang, Pak Prabowo itu mau nggak menerima Pak Try, Pak Try mantan Panglima ABRI, mantan wakil presiden lagi kan, itu nggak main-main kan, berapa orang jenderal yang mendanai dan berapa kolonel, itu purnawirawan TNI ya,” kata Syamsu.
Syamsu lebih lanjut mengatakan, usulan pemakzulan Wapres Gibran hanya disampaikan oleh purnawirawan TNI, tidak ada Polri.
“Jangan (berpikir) Polri, nggak ada,” kata Syamsu.
Dalam dialog, Syamsu kemudian mengungkapkan apa penyebab purnawirawan TNI mengusulkan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka sebagai wapres.
Menurutnya, ada 3 hal antara lain putusan Mahkamah Konstitusi yang memuluskan Gibran mendaftar Pilpres 2024, dugaan kepemilikian akun fufufafa, hingga diduga menggunakan ijazah palsu.
“Itu kan sudah jelas siapa Gibran itu, fufufafa, dan itu kan lagi ramai itu ijazah palsunya, Gibran itu juga kan nggak jelas ijazahnya, kapan dia tamat universitasnya di Singapura, mungkin dia tamatan SMA itu,” ucap Syamsu Djalal.
Sebelumnya, pada Kamis (24/4/2025), Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan Wiranto mengatakan, Prabowo tidak bisa langsung merespons usulan Forum Purnawirawan TNI, termasuk usulan mencopot Gibran.
"Sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Panglima Tertinggi TNI, tidak bisa serta-merta menjawab itu. Spontan menjawab tidak bisa," kata Wiranto di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Sumber: SuaraNasional
Artikel Terkait
Gus Muwafiq Semprot Penggugat Ijazah Jokowi: Kenapa Kalian Baru Ribut Pas Sudah Tidak Berkuasa? Bikin Gaduh Aja Kerjaannya!
Kesaksian PDIP Penting Ungkap Kasus Ijazah Jokowi
Jawab 22 Pertanyaan dalam Satu Jam, Buni Yani: Pemeriksaan Jokowi di Bareskrim Susah Diterima Akal Sehat
TNI AL Gagalkan Penyelundupan Narkoba Seberat 2 Ton, Nilainya Capai Rp 7,5 Triliun