Per Desember sudah ada 2.494 desa yang direplikasi melalui TPBIS. Banyak warga yang awalnya pengangguran, tapi begitu program ini hadir, dapat pengetahuan baru didampingi fasilitator yang kita didik.
Adin mengemukakan ada beberapa parameter perubahan yakni dari segi ekonomi. Masyarakat marjinal dapat kemampuan baru. Seperti awalnya berjualan makanan, tapi tidak tahu bagaimana memasarkan produk dengan baik.
Melalui program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) sudah di upgrade dan berkembang menjadi usaha katering. Dari segi aspek lain meningkatkan hubungan secara sosial, karena sama-sama bertemu di perpustakaan.
Adin mengungkapkan ide terciptanya TPBIS berawal dari prinsip pembangunan inklusi. Sebab, di seluruh dunia bertumpu pada penguatan SDM. Di mana setiap orang berhak mencipta, mengakses dan memanfaatkan sumber informasi dan pengetahuan.
Dampak ganda dari seorang literasi pada seseorang dan kesejahteraan negara. Jadi, semakin tinggi indeks literasi masyarakat, maka negara itu akan maju dan sejahtera.
“Sangat berbeda dengan negara yang literasinya rendah. Maka berdampak pula pada kemiskinan yang tinggi, kesehatan buruk dan pengangguran besar,“ tegas Adin.
Oleh karena itu, sejalan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, upaya menumbuhkan budaya baca ada tiga pilar, yakni keluarga, satuan pendidikan dan masyarakat. (Lmg)
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: krjogja.com
Artikel Terkait
Tanda Alam Sebelum Raja Solo Wafat, Pohon Besar Tumbang di Pesanggrahan Langenharjo
Dosen Cantik di Jambi Tewas Diduga Diperkosa & Dibunuh Oknum Polisi, Mobil & Sepeda Motor Dibawa Kabur
Mahasiswa di Sibolga Tewas Dikeroyok Gara-gara Tidur di Masjid, Kepala Korban Dihantam Buah Kelapa
Isi Pertamax karena Takut Pertalite Bermasalah, Motor Warga Tuban Justru Jadi Tak Bertenaga