Koperasi Merah Putih: Jalan Bangkitnya Kedaulatan Ekonomi Rakyat

- Selasa, 22 Juli 2025 | 15:05 WIB
Koperasi Merah Putih: Jalan Bangkitnya Kedaulatan Ekonomi Rakyat

• Kendaraan logistik: truk dan pick-up untuk distribusi

• Gerai sembako, LPG, pupuk

• Apotek rakyat dan layanan super mikrofinansial

• Bahkan, kendaraan antar anak sekolah dan kendaraan jualan ibu-ibu.

Semua ini dibiayai oleh Dana Desa Rp2 miliar per tahun, yang selama ini sering tak jelas bekasnya. Kali ini, katanya, akan diawasi berbasis teknologi digital.


Pesan Moral dan Peringatan Terbuka


Lebih dari sekadar kebijakan, pidato itu sarat pesan moral.

• Kepada elit politik dan birokrasi: Jangan khianati rakyat dengan menjadi bagian dari sistem yang menindas.

• Kepada para pengusaha besar: Hentikan eksploitasi atas penderitaan rakyat kecil.

• Kepada kepala desa dan pengurus koperasi: Awasi dan kawal. Jangan ulangi era “Ketua Untung Duluan.”

Presiden tidak hanya memberi solusi. Ia mengirimkan peringatan:

"Kalau 100 triliun kerugian itu tidak dikembalikan ke rakyat, kita sita saja penggilingan-penggilingan padi yang brengsek itu."


Mimpi, atau Jalan Pulang?


Saya tahu, sebagian kita skeptis. Sudah banyak koperasi gagal. Sudah terlalu banyak papan nama proyek tanpa isi. Tapi saya juga tahu, revolusi yang besar sering tak datang dari perencanaan rapi, melainkan dari tekad yang tak bisa dihentikan.


Presiden bahkan menyebut bahwa apa yang sedang dihadapi bangsa ini bukan lagi soal mazhab ekonomi. Bukan kapitalisme. Bukan sosialisme. Tapi sistem baru:


"Serakah-nomik," katanya?"mengacu pada mereka yang mencari untung tanpa etika, tanpa batas.

Dan sebagai jalan tengah dari semua itu, Presiden menyebut koperasi sebagai bentuk modern dari gotong-royong.


Gotong-royong bukan milik partai. Ia milik bangsa. Ia adalah cara paling Indonesia untuk bangkit.


Catatan Akhir: Apakah Kita Mau Berdaulat?

Hari itu, saya tidak melihat kepala desa sebagai tamu undangan. Saya melihat mereka sebagai panglima ekonomi lokal. Garda terdepan dari perjuangan baru.


Kalau mereka hanya jadi penonton, koperasi ini akan layu sebelum tumbuh. Tapi kalau mereka bangkit, desa tak akan lagi jadi tempat yang ditinggalkan. Ia akan jadi pusat.


Presiden berkata: “Kalau Saudara-saudara di belakang saya, saya berani.”

Bagi saya, itu bukan sekadar retorika. Itu undangan sejarah. Untuk berdiri. Untuk mengawal. 


Untuk mengambil kembali hak rakyat dari tangan yang terlalu lama menghisapnya. Mungkin, dari sinilah kedaulatan ekonomi rakyat benar-benar dimulai. Bukan dari bursa saham, bukan dari istana, tapi dari gudang beras di belakang balai desa. 


Agus Maksum 


(Penggiat Koperasi)


Halaman:

Komentar

Terpopuler