Mahfud MD Sebut Akun Fufufafa Bisa Jadi Alasan Kuat Pemakzulan Jika Terbukti Milik Gibran

- Kamis, 12 Juni 2025 | 23:00 WIB
Mahfud MD Sebut Akun Fufufafa Bisa Jadi Alasan Kuat Pemakzulan Jika Terbukti Milik Gibran


NARASIBARU.COM -
Pakar Hukum Tata Negara yang juga mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan di tengah wacana pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka, ada satu alasan kuat yang bisa membuat pemakzulan terjadi.

Menurut Mahfud MD, hal itu terkait akun kaskus Fufufafa yang diduga milik Gibran Rakabuming Raka.

Mahfud MD mengataKan, jika akun Fufufafa benar-benar terbukti berkaitan atau milik Gibran, maka hal itu bisa menjadi alasan yang kuat untuk memakzulkan anak sulung Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tersebut dari jabatan Wakil Presiden.

Hal itu diungkapkan Mahfud MD dalam tayangan podcast Terus Terang yang diunggah di kanal YouTube pribadinya, Mahfud MD Official, Selasa (10/6/2025).

"Kalau kalau kalau Fufufafa itu benar diungkap dan benar itu menyangkut Gibran, itu sudah jadi alasan yang sangat kuat untuk itu gitu ya," jelas Mahfud MD.

Menurut Mahfud, meski Fufufafa bisa jadi alasan yang kuat jika terbukti milik Gibran, pemakzulan tetap berlangsung dengan tidak mudah.

"Jadi itu bisa, tetapi tidak mudah," tambah Mahfud.

Mahfud MD memaparkan beberapa syarat proses pemakzulan presiden maupun wakil presiden yang secara konstitusional bisa dilakukan satu paket maupun sendiri-sendiri.

Seperti diketahui Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang mengirimkan surat resmi ke DPR dan MPR RI untuk mengusulkan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tertanggal 26 Mei 2025.

Bahkan Wakil Ketua Komisi XIII DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Andreas Hugo Pareira mengatakan, surat dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang meminta pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan dibacakan dalam rapat paripurna, dilansir Kompas.com.

Mahfud MD mengingatkan, proses di DPR pun tidak akan mudah, lantaran sebagian besar anggota merupakan pendukung kabinet Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.

"Gini syaratnya itu harus melalui beberapa lembaga. Satu, begitu surat masuk itu harus diproses di internal DPR. Nanti pimpinan DPR itu membuat disposisi, 'tolong nih dibahas dong' kepada komisi, kepada baleg,atau bisa juga kepada semua fraksi untuk menanggapi ini," jelas Mahfud.

Menurutnya ada mekanisme internal di DPR.

"Sesudah itu, kalau memang dia pakai syarat harus ada sidang paripurna DPR yang dihadiri minimal dua per tiga untuk menyatakan ini diteruskan apa tidak," papar Mahfud.

Mahfud mengatakan kalau hadir dua per tiga, harus disetujui oleh dua per tiga dari yang hadir.

"Jadi di situ aja," tambahnya.

"Kalau melihat konfigurasi koalisi dan oposisi sekarang itu kan sulit. Karena, jangankan untuk mencapai dua per tiga yang hadir atau menyetujui gitu, untuk mencapai sepertiga aja susah," ujar Mahfud.

"Karena sekarang sudah bertumpuk di wali, sehingga bisa saja kalau kalau lihat komposisi partai totalnya delapan di parlemen itu, Satu PDIP tujuh lawan yang konfigurasinya pendukung Pak Prabowo," katanya.

"Mungkin yang tidak tidak jelas-jelas berkoalisi Nasdem sama PKS. Nah, yang lain sudah dalam koalisi itu dan itu tidak sampai sepertiga kayaknya kalau digabung ya jumlah itu atau lebih sedikit gitu. Pasti, tidak mencapai dua per tiga," ujarnya.

Di MK Butuh Tiga Bulan


Kemudian, Mahfud MD menerangkan, setelah diterima di DPR, usulan pemakzulan berlanjut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun, di MK, prosesnya bisa memakan waktu tiga bulan.

"Sesudah itu, lanjut ke Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi itu perlu waktu 3 bulan paling lama untuk menilai ini. Saling membela, saling mendakwa. impeachment itu pendakwaan artinya saling mendakwa, kemudian ada yang membela dan seterusnya. Tiga bulan maksimal Mahkamah Konstitusi," jelas Mahfud MD.

"(Jika diputuskan salah) Kembali lagi ke DPR, dilihat komposisi hakimnya, dan di situ belum tentu lolos juga," tambahnya.

"Kalau lolos, kembali ke DPR serahkan lagi ke MPR. Nah, DPR bersidang lagi apa ini diteruskan ke MPR apa tidak? Di MPR kalau setuju harus ada tiga perempat yang hadir. Dua per tiga dari tiga perempat ini setuju," paparnya.

Selain itu, Mahfud MD juga menyatakan bahwa proses pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden memang dibuat tidak mudah.

"Jadi prosesnya itu tidak mudah dan ini memang dibuat untuk mempersulit cara menjatuhkan presiden. Karena memang presiden tuh harus tidak mudah dijatuhkan lah," ujarnya.

"Harus kuat sistem presiden dan wapres. Tetapi tidak juga mudah, kan hukum itu produk politik. Selalu balik ke teori itu ya. Semua kalau politiknya berubah, maka hukum bisa menyesuaikan dia. Semua yang tadinya sulit menjadi mudah sekali," tandas Mahfud MD.

Elegan


Sebelumnya Mahfud mengatakan langkah Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang mengirimkan surat resmi ke DPR dan MPR RI untuk mengusulkan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka merupakan tindakan yang sah secara konstitusional dan mencerminkan etika berdemokrasi yang elegan.

Menurut saya benar, dan itu lebih elegan ya karena dilakukan tidak secara sembunyi-sembunyi dengan kasak-kusuk yang tidak sehat, tapi dinyatakan secara resmi,” ujar Mahfud dalam podcast di kanal YouTube @Mahfud MD Official, dikutip pada Rabu (11/6/2025).

Menurut Mahfud para purnawirawan TNI yang tergabung dalam forum tersebut tetap memiliki hak politik sebagai warga negara, termasuk menyampaikan aspirasi terkait jalannya pemerintahan. 

Mahfud menilai para pensiunan TNI itu tidak harus selalu sejalan dengan institusi militer tempat mereka pernah bertugas.

"Mereka memang purnawirawan TNI, mereka memang anggota forum angkatan atau mantra di TNI, tetapi mereka tidak harus sama dengan induknya dalam menggunakan hak politik ini,” ujar Mahfud.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menyebutkan bahwa, dalam urusan politik, purnawirawan bisa bersikap mandiri dan bertindak berdasarkan penilaian mereka sendiri terhadap kondisi negara.

“Mungkin dalam hal-hal yang sifatnya umum atau dalam hal-hal tertentu mereka bisa sama, tetapi kalau menyangkut hal politik, mereka bisa berbuat sendiri. Dan itu sah,” kata Mahfud.

Mahfud juga mengapresiasi cara penyampaian aspirasi tersebut yang dianggap lebih sehat dan terbuka ketimbang lewat cara-cara provokatif di media sosial.

“Daripada bikin semacam video atau TikTok atau apapun yang tidak jelas sumbernya, provokatif, lebih baik begini, masuk dan itu harus direspons secara positif,” kata Mahfud.

Menurut Mahfud, sikap Forum Purnawirawan tersebut mencerminkan prinsip negara demokrasi yang memberikan ruang kebebasan kepada rakyat untuk mengajukan kritik, aspirasi, bahkan usulan terhadap perubahan jabatan publik.

“Justru kita menegaskan bahwa negara kita negara demokrasi, artinya memberi kesempatan kepada siapapun untuk mengajukan aspirasinya, untuk merebut jabatan-jabatan publik, untuk mengkritik dan memberi arah terhadap jalannya pemerintahan, itu dibuka di dalam demokrasi,” katanya.

Kompas.com sudah mendapatkan persetujuan dari Rizal untuk mengutip perbincangan dari podcast Terus Terang Mahfud MD yang berjudul “Bisakah Wapres Jatuh di Tengah Jalan? Bisa!” tersebut.

Diberitakan sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI telah mengirim surat berisi desakan pemakzulan Gibran kepada pimpinan DPR, MPR, dan DPD RI.

Di surat bertanggal 26 Mei 2025 itu, terdapat tanda tangan dari empat purnawirawan jenderal TNI, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.

Lewat surat itu, Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyorot bahwa Gibran memperoleh tiket pencalonan melalui putusan MK yang cacat hukum, yaitu Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.  

Mereka menilai putusan tersebut melanggar prinsip imparsialitas karena diputus oleh Ketua MK saat itu, yakni Anwar Usman, yang merupakan paman Gibran.

Selain aspek hukum, Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga menilai Gibran tidak pantas menjabat sebagai Wakil Presiden dari sisi kepatutan dan etika.  

“Dengan kapasitas dan pengalaman yang sangat minim, hanya dua tahun menjabat Wali Kota Solo, serta latar belakang pendidikan yang diragukan, sangat naif bagi negara ini memiliki Wakil Presiden yang tidak patut dan tidak pantas,” seperti dikutip dari surat tersebut.

Sumber: wartakota

Komentar

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler