NARASIBARU.COM - Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, mendadak jadi sorotan usai insiden kebakaran sumur minyak rakyat yang menelan korban jiwa pada Minggu (17/8).
Tiga orang meninggal dunia dan dua lainnya, termasuk seorang balita, harus dirawat akibat luka bakar serius.
Namun di balik tragedi ini, terungkap fakta mengejutkan: ada sekitar 60 sumur minyak yang digali dan dikelola warga, sebagian besar berada tepat di tengah permukiman padat.
Kepala Desa Gandu, Iwan Sucipto, mengakui fenomena sumur minyak rakyat ini mulai marak sejak dua tahun terakhir.
Ia menyebut, awalnya warga hanya berniat mencari sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, terutama saat musim kemarau panjang.
“Awalnya hanya pengeboran air karena kesulitan air bersih, tapi yang keluar justru minyak. Kabar itu cepat menyebar, sampai orang luar desa datang dan ikut membiayai pengeboran,” ujarnya, Selasa (19/8).
Sejak saat itu, aktivitas pengeboran semakin masif.
Warga yang tak memiliki modal pun menggandeng investor demi bisa membuka sumur minyak di lahan sekitar rumah mereka.
Kini, dalam waktu singkat, Desa Gandu berubah drastis: dari desa yang dulu dilanda krisis air, menjadi wilayah dengan puluhan sumur minyak rakyat yang aktif berproduksi setiap hari.
Namun, euforia ekonomi baru ini menyimpan bahaya besar.
Sumur-sumur tersebut banyak berdiri tanpa standar keamanan, bahkan sebagian hanya berjarak beberapa meter dari rumah warga.
Kepala desa mengaku sudah berulang kali memperingatkan soal potensi bencana, tapi imbauan itu kerap diabaikan.
“Saya sudah ingatkan berkali-kali soal bahaya sumur minyak di tengah permukiman, tapi warga tetap nekat. Minyak ini dianggap berkah baru yang bisa memperbaiki ekonomi mereka,” ungkap Iwan.
Tragedi kebakaran yang menewaskan tiga orang itu menjadi alarm keras.
Api yang membara sejak Minggu siang sulit dipadamkan karena lokasi pengeboran berada di area padat rumah penduduk.
Selain menimbulkan korban jiwa, peristiwa itu juga membuat warga sekitar panik dan harus dievakuasi untuk menghindari dampak kebakaran meluas.
Fenomena sumur minyak rakyat di Blora sebenarnya bukan hal baru.
Daerah ini memang dikenal memiliki cadangan minyak bumi, namun banyak dikelola secara tradisional tanpa izin resmi.
Praktik tersebut seringkali dipicu keterbatasan ekonomi warga desa.
Harga minyak yang tinggi dianggap sebagai peluang cepat untuk mendapatkan penghasilan, meskipun dengan risiko besar.
Beberapa pengamat menyebut, situasi ini menempatkan warga dalam dilema: di satu sisi mereka mendapatkan harapan ekonomi baru, di sisi lain nyawa mereka terancam akibat aktivitas pengeboran ilegal tanpa standar keselamatan.
“Kejadian di Blora ini seperti bom waktu. Pemerintah harus segera turun tangan, karena kalau dibiarkan, bencana serupa bisa terulang,” kata seorang pemerhati lingkungan di Semarang.
Hingga kini, proses evakuasi dan pendinginan area kebakaran masih berlangsung.
Aparat kepolisian bersama pemerintah daerah tengah mendata jumlah sumur ilegal yang tersebar di Desa Gandu.
Tragedi ini sekaligus membuka mata bahwa di balik “emas hitam” yang ditemukan warga, tersimpan risiko besar jika tidak diatur dengan baik.
Bagi sebagian warga, minyak mungkin terasa seperti berkah.
Namun setelah api membakar dan korban berjatuhan, banyak yang mulai sadar bahwa keberanian tanpa pengamanan justru bisa berujung pada petaka.
Sumber: HukamaNews
Artikel Terkait
Jadi Sorotan! Beda Upacara Kemerdekaan di Istana Merdeka vs IKN, Ada Yang Lapangannya Bopeng
Kasihan! Seorang Ibu Asal Sidoarjo Jatim Menangis di Depan Rumah Jokowi: Beliau Orang Baik Tapi Sering Dihujat...
Presiden Indonesia Dilarang ke Kediri, Kenapa? Ternyata Ini Alasannya!
MIRIS! Sudah Lapor Polisi Soal Ancaman Namun Tak Ditanggapi, Perempuan di Purwakarta Akhirnya Tewas